Siapa yang memecah belah, Pak Erick? Bukankah Pak Erick sendiri pelakunya? Apa kabar dengan kendala bahasa? Bukankah bahasanya sudah sama? Mengapa Garuda malah dibantai Australia?
Maaf, dengan penggawa Timnas yang terus bertambah pemain naturalisasinya, tidak usah PK yang jadi pelatih. Minta saja salah satu suporter Indonesia yang bukan dari praktisi atau pengamat sepak bola, tapi mengikuti perjalanan Timnas sejak awal di asuh STy, saya yakin bila pelatihnya hanya sekadar suporter, tidak akan dibantai sampai 5 gol oleh Australia.
Artinya, meneruskan buah pekerjaan STy, siapa pun publik sepak bola nasional, akan lebih cerdas dalam memilih komposisi pemain, game plan, strategi, dan taktik. Tidak perlu PK dan rekan yang kontraknya mahal.
Sampai di sini, apakah Erick paham, ya? Di mana letak kompetensi, profesionalisme, dan kecerdasan PK? Mengapa tiba-tiba menghembuskan kabar Timnas ada yang memecah belah? Drama terus.
Pihak Belanda bereaksi
Sejak Timnas Indonesia di asuh oleh STy sampai STy dipecat oleh Erick, meski pemainnya sama dari Belanda, belum pernah ada pihak Belanda yang sampai mengkritisi negatif.
Tetapi, begitu Timnas di asuh PJ dan tim dari Belanda, lalu kalah dari Australia, apa yang terjadi?
Ada pelatih sepak bola asal Belanda, Robert Maaskant, melontarkan kritik tajam terkait fenomena naturalisasi yang saat ini marak di tim nasional Indonesia. Pendapat tersebut diungkapkan Maaskant dalam podcast "De Maaskantine" yang ditayangkan di kanal YouTube Sportnieuws.
Pendapat Maaskant lainnya juga malah cukup menyedihkan, di antaranya saya simpulkan:
(1) Timnas yang diperkuat pemain naturalisasi sensasinya terlalu dibesar-besarkan.
(2) Mereka sama sekali tidak mengenal tim ini dan hampir tidak pernah melihat mereka bermain.
(3) Euforia publik sepak bola Indonesia berlebihan terhadap rekrutan baru timnas Indonesia.
(4) Satu-satunya hal yang mereka dengar adalah, 'Ya, pemain Belanda itu akan pergi ke Indonesia, ada sepuluh pemain Belanda di starting line-up timnas Indonesia.
(5) Menurutnya, meskipun timnas Indonesia diperkuat oleh pemain yang memiliki pengalaman bermain di Eredivisie, kualitas mereka masih jauh dari standar yang dibutuhkan untuk bersaing di ajang seperti Kualifikasi Piala Dunia.
(6) Australia, yang telah bermain di Piala Dunia selama bertahun-tahun, ternyata terlalu kuat bagi mereka, sebab para pemain ini tidak akan memilih Indonesia jika mereka memenuhi syarat untuk tim nasional Belanda.
(7) Mereka adalah pemain-pemain hebat di Eredivisie, tapi tentu saja grup itu tidak ada apa-apanya di level internasional.
(8) Membangun tim nasional yang kuat tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat hanya dengan mengandalkan naturalisasi. Hal itu tidak akan berubah dalam semalam.
Atas reaksi dari pihak Belanda itu, adakah reaksi Erick Thohir? Kita tunggu.
Atas situasi yang ada, saya pribadi sudah tidak bangga lagi dengan keberadaan Timnas yang hanya dijadikan kendaraan kepentingan pribadi dan golongan mereka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI