Utang dapat berupa pinjaman uang, budi, janji, amanah, tanggung jawab, dan lainnya yang belum dibayar, ditunaikan. Utang untuk kebutuhan darurat bukanlah aib. Utang untuk gaya hidup adalah aib. Memiliki "kemampuan" untuk membayar atau menunaikan utang, janji, amanah, tanggung jawab, dan lainnya, tetapi menunda, melalaikan, mengabaikan, menyepelekan, bahkan tidak memprioritaskan, adalah perbuatan aib dan zalim.
(Supartono JW.23032025)
Memasuki Ramadan hari ke-23 di +62, Minggu (23/3/2025) atau lebaran H-7, saya memotret kondisi Indonesia mulai dari kehidupan para elite negeri, di pemerintahan, parlemen, hingga rakyat jelata (biasa), pada kisah memaksakan diri yang tidak mengukur diri hingga "mereka" terjerat atau tidak dapat membayar utang uang, utang budi, utang janji, utang amanah, utang tanggung jawab, dan utang lainnya.
Saya melihat
Sebab ketiadaan keteladanan yang benar dan baik dari para pemimpin negeri ini, rakyat biasa yang memiliki utang uang, utang budi, utang janji, utang amanah, utang tanggung jawab, dan utang lainnya kepada orang lain, pihak lain, kelompok, kekeluargaan pun ikut mencontoh.Â
Meski memiliki utang uang/utang budi/utang janji/utang amanah/utang tanggung jawab/utang lainnya, sudah mati rasa, mati pikiran dan hatinya, tidak ada rasa malu, karena banyak dari mereka yang memiliki kemampuan membayar, tetapi mengabaikan, menyepelekan, tidak sadar atau menyadari bahwa itu perbuatan aib dan zalim, tetapi tetap membiarkan aib dan zalim menempel pada dirinya.
Aib maknanya cela, noda, atau hal buruk yang seharusnya disembunyikan dan tidak boleh diketahui orang lain. Sementara zalim di antaranya maknanya bengis, tidak menaruh belas kasihan, tidak adil, kejam, atau orang yang melakukan perbuatan aniaya yang merugikan dirinya sendiri dan/atau orang lain. Mengingkari dan menyepelekan tanggung jawab. Tidak menunaikan kewajiban.
Dalam kehidupan nyata ini, justru saya banyak menjadi saksi banyaknya rakyat biasa yang saat memiliki utang uang karena berutang demi kebutuhan darurat/mendesak seperti untuk biaya pendidikan, pengobatan, atau membeli beras, memprirotaskan memikirkan bagaimana cara dan secepatnya dapat melunasi utang itu.
Memikirkan, kapan dapat membalas budi, membalas ucapan terima kasih kepada orang-orang yang selalu baik, membantu, dan menolongnya.
Selalu berupaya menepati janji, sebab janji adalah utang. Namun bila janji tidak tepat, ada upaya komunikasi yang benar dan baik dengan orang atau pihak yang dijanjikan.Â