PJJ yang sudah lewat saja dinilai gagal, sementara model Kurikulum Transisi bernama Kurikulum Pembelajaran Jarak Jauh (KPJJ) saja belum nongol batang hidungnya. Kalaupun KPJJ nanti selesai dirumuskan, apakaha KPJJ akan sekadar langsung dilempar dan diterapkan tanpa melalui proses uji coba?
Coba apa kata Mas Nadiem,
"PJJ nantinya akan menjadi permanen, tidak hanya pada saat pandemi Covid-19 saja," ujar Nadiem dalam rapat kerja dengan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, Kamis (2/7).
Bahkan Nadiem juga menambahkan dengan menjelaskan, pemanfaatan teknologi akan menjadi hal yang mendasar dalam pembelajaran. Penerapannya pun tidak hanya PJJ, tetapi juga dengan model hibrid. Pemanfaatan teknologi memberikan kesempatan bagi sekolah untuk melakukan berbagai macam kegiatan belajar.
Waduh, Mas Nadiem ini lupa, ya? Yang dihadapi guru-guru di Indonesia itu adalah murid, siswa yang masih manusia. Bukan mesin dan teknologi.
Membentuk manusia Indonesia dengan "kondisi yang ada" untuk menjadi cerdas, berkarakter, dan menjadi berbudi pekerti luhur itu tidak bisa dengan cara digital dan model hibrid.
Coba, satu contoh saja. Dengan pembelajaran tatap muka saja, selama ini banyak murid yang dari rumah berangkat, tetapi tidak sampai sekolah dan bolos lalu nongkrong. Berikutnya tawuran. Apakah murid-murid jenis ini, yang juga sudah dapat ditebak bagaimana kondisi dalam keluarganya akan dapat disentuh dengan PJJ?
Anak-anak Indonesia masih sangat butuh asupan pendidikan untuk menjadi manusia yang benar, bukan menjadi robot/mesin. Jadi, masih sangat membutuhkan sentuhan "dihati dan akalnya" melalui pembelajaran tatap muka yang melahirkan pengalaman kehidupan secara langsung. Butuh interaksi sosial.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI