SENIOR adalah bos. Yunior tidak lebih dari 'jongos'. Saya tidak setuju dengan pola pikir itu. Tidak etis. Tapi itu acap terjadi di lingkungan kerja.
Senioritas merasa berkuasa. Fresh graduate--pekerja baru- selalu diperintah. Dibuat tak berdaya. Kelamaan tidak betah. Mentalitas lemah pasti akan menyerah. Itu lumrah. Tidak sedikit kejadiannya.
Tapi tak semua senioritas 'ngebossi'. Ada yang lebih manusiwi. Bersikap  rendah hati. Mau berbagi. Yunior dinilai aset yang hakiki. Karena itu, senioritas bukan di atas kertas.
Saya pernah merasakan getirnya awal masuk kerja. Jadi yunior harus mengikuti perintah. Jika menolak bisa celaka. Sudah manut pun belum tentu pekerjaan kita bisa diterima.
Pernah suatu ketika karya saya masuk tong sampah. Dibuang bos karena tak sesuai selera. Saya hanya berdiam tanpa kata. Hati ingin meronta tapi tak berdaya.
Batin menjerit. Semua terasa pahit. Pikiran jadi sengkarut. Karya itu saya buat tidak mudah. Ada proses dan butuh waktu. Penuh dengan kehati-hatian. Ketelitian. Tapi, semua mentah. Itulah kuasa senioritas.
Bisa bayangkan, 'sakitnya tuh disini', kata penyanyi Cita Citata. Saya kecewa, itu pasti. Tapi tak boleh larut. Saya ambil hikmahya. Harus intropeksi diri. Sesuatu yang kita anggap baik, bisa sebaliknya di mata senior. Saya terpecut untuk lebih giat.
Dalam hati berbisik: akan saya buktikan, Anda keliru! Perlahan saya mengubur rasa sakit hati. Seiring dengan pembuktian diri. Tunjukkan kinerja dengan kualitas mumpuni.
Saya tak pernah puas dengan karya sendiri. Justru saya merasa masih banyak kekurangan. Saya harus banyak belajar. Menggali ilmu dari orang yang saya anggap memiliki kelebihan.