Mohon tunggu...
Siwi W. Hadiprajitno
Siwi W. Hadiprajitno Mohon Tunggu... Freelancer - Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Energy can neither be created nor destroyed; rather, it can only be transformed or transferred from one form to another.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pe & The Gank: Ular di Dasar Kolam

30 Maret 2019   17:17 Diperbarui: 13 Juni 2019   13:33 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ular Naga dari thealicefairy.blogspot.com


Kenalin, namaku Pe. Setidaknya teman-temanku memanggilku begitu. Aku tinggal di Jombang, wilayah kota, Jawa Timur. Aku sedang mengenang sebuah hari di tahun 1992 saat aku berusia 16 tahun. Aku bersepeda dengan teman sekolahku, Bhre, ke Wonosalam. Iya, sepeda kayuh. Bukan sepeda motor. Perlu waktu sekitar 2-3 jam dari rumahku di area kota mengayuh sepeda ke Wonosalam. Kami -seperti biasa, seperti petualangan kami yang sudah-sudah- tak berbekal seperti anak-anak millennials zaman sekarang kalau pergi traveling. Tapi itu sangat cukup bagi kami. Hanya diri semata yang kurus gelap dekil, sepotong kaos lengan pendek dan celana pendek yang melekat di badan. Sepeser uang pun tidak. Hanya berbekal keramahan kami berdua dan keramahan penduduk sekitar perjalanan yang kami lewati yang tak sungkan menawarkan makan ketika kami singgah untuk meminta segelas dua gelas air putih. 

Di Wonosalam ini ada sebuah kolam tempat pemandian yang asyik. Unik. Airnya juerniiiiihhh. Saking jernihnya, sampai-sampai dasar kolam kelihatan. Dinding-dinding kolam terbuat dari batu kali dipadu dengan mungkin bebatuan andesit (saya nggak tau pasti jenisnya) yang disusun-susun rapi. Batu kali lho Bo'! Bayangkan, batu kali. Apa yang kau pikirkan ketika melihat kolam pemandian dengan bentuk seperti itu kalau bukan sebuah dan sesuatu yang berbau masa lalu dan kekunoan? Kekunoan dan kewingitan?

Tapi ya begitulah aku. Remaja tanggung menjelang dewasa yang selalu terpacu adrenalinku untuk mendekat-dekat dengan sesuatu yang justru dijauhi orang lain saking serem dan wingitnya. 

Ini adalah kunjunganku yang kesekian kalinya.

Tiba di tepi kolam, aku beristirahat. Meluruskan kaki. Kaos kujemur di sepeda. Bhre pun begitu. Hingga tubuh kurus kering kami menonjol-nonjolkan tulang belulangnya yang sama sekali tidak seksi. Aku dan Bhre berbaring di rerumputan tepi kolam sambil beristirahat dan ngobrol ngalor ngidul. Setelah kering, kaos itu kami kenakan kembali. Jangan tanya gimana bau keringatnya. Aku toh sudah hafal dengan aroma rangkaian senyawa kimia aromatik yang dihasilkan dari kelenjar keringat di ketiakku sendiri. Jika pun orang lain menciumnya tak sengaja, anggap saja bonus dari alam semesta. Nggak salah kan quote ini, “We don’t meet people by accident. They’re meant to cross out path for a reason.” ― Kathryn Perez. 

Bersamaan dengan kedatanganku dan Bhre ke tempat itu, ada serombongan anak pesantren. Kayaknya anak SLTP. 25-30 orang. Cowok cewek. Kelihatan banget euforia mereka seperti terlepas dari kungkungan tembok batas pesantren yang mengikat mereka dengan banyak aturan ini-itu. Terlihat banget mereka begitu gembira merayakan 'kebebasan' mereka di alam bebas ini. Iya sih, mereka berhak dapetin kebahagiaan piknik sejenak begini. Setidaknya, dengan karya wisata begitu, mereka bisa menyapa alam.

Sebagai remaja yang lebih tua, aku merasa perlu ngasih tau mereka untuk berhati-hati di tempat ini. Ya, Wonosalam ini kan hutan. Hutan yang tidak sembarangan, karena ia adalah hutan yang paling dekat dengan situs kerajaan Majapahit. Pegunungan, dengan ketinggian sekitar 600 m, di kaki dan lereng Gunung Anjasmoro. Udah gitu, kolam pemandian ini, meskipun sangat menggoda untuk dicemplungi dan terlihat segar airnya, tetap saja, pasti airnya dingin sekali. 

"Eh, koen, lek gak isok renang gak usah tah lah nyemplung ndik kono"

Ucapku pada adik-adik pesantren itu. 

Maksudku. Eh, kalian tuh kalau nggak bisa berenang, udah deh ya, nggak usah nyemplung di kolam itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun