Mohon tunggu...
Siwi W. Hadiprajitno
Siwi W. Hadiprajitno Mohon Tunggu... Freelancer - Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Energy can neither be created nor destroyed; rather, it can only be transformed or transferred from one form to another.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Ngobrol Sore dengan Arbain Rambey

17 Oktober 2015   11:04 Diperbarui: 21 Oktober 2015   17:32 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

Sudah beberapa pekan lalu, kira-kira di sekitar tanggal 19 September, rencana ketemuan dengan Pak Arbain Rambey untuk  ngobrol dibuat. Namun baru kemarin sore bisa terlaksana. Kisahnya, adalah meminta kesediaan beliau untuk menjadi juri atas acara kantor yang kami (saya dan Tim) gawangi. Adanya Moto Perusahaan yang baru, adanya Tema Besar 2015, pengenalan media sosial Perusahaan kepada karyawan, mencetuskan ide untuk membuat wefie contest. Dari acara wefie contest, walhasil, akun salah satu media sosial yang kami gawangi mendapat followers cukup banyak, hampir menembus 1000 followers, minimal dari kalangan sendiri. Walhasil yang kedua, peserta kontes berfoto selfie rame-rame menembus angka 100 buah foto. Not bad. Ukurannya adalah ini ajang pertama kalinya, dan sangat di luar perkiraan.

 

Selanjutnya, cetusan ide berikutnya adalah Photo Contest saat berlangsungnya acara Family Gathering dalam rangka ultah kantor, dimana sekitar lebih dari 6000 orang ngumpul di lapangan sepak bola kantor termasuk suami/istri dan anak-anaknya. Ada pangggung utama berisi penampilan Tipe-X, Cita Citata dan Nidji serta artis ‘dalam negeri’ hasil Singing Competition internal; ada panggung Selamat Datang yang dimeriahkan oleh enam besar band hasil seleksi Kompetisi Band serta tiga orang MC hasil seleksi lomba (MC contest). Semua bernafaskan dari karyawan untuk karyawan, dari keluarga besar untuk keluarga besar. Selain itu, ada booth-booth bazaar yang berjualan makanan dan ada arena permainan anak.

 

Saat mendengar ide Photo Contest tersebut, dalam sebuah rapat koordinasi, Pak Direktur Produksi menyatakan minatnya untuk turut serta dalam lomba foto, dengan pertanyaan, ”Saya boleh ikut nggak?”. Jujur, sebenarnya, kami akan mendaulat beliau menjadi juri untuk lomba foto internal kantor ini. Beliau ini memiliki taste of art yang bagus, dan memang cukup lama berkecimpung di dunia seni lukis, designing dan fotografi. Namun, melihat ketertarikan Beliau, plan B harus segera diambil, dengan mencari juri yang profesional dan mumpuni di bidang fotografi. Terbitlah nama Arbain Rambey dari Pak Direktur Produksi untuk menjadi juri lomba. Hingga penutupan pengumuman lomba, terkumpul lebih dari 120 buah foto yang turut berlaga.

 

Lalu sampailah di hari itu, Jumat (16/10), saat memasuki Kafein Barresca, wilayah Blok M, saya bertemu dengan lelaki berperawakan sedang, dengan kaos hitam bertuliskan Indonesian Photography dengan dua buah cincin berbatu hitam di jari tangan kanannya. To be honest, saya sangat kuper tentang dunia fotografi. Bahwa mengenal nama besar Arbain Rambey, ya, saya 'kenal' nama itu. Namun bahwa beliau ini adalah tokoh di dunia fotografi Indonesia dengan berbagai kiprah-nya, secara detil, itu belum dalam rangkuman rekaman lipatan-liatan otak saya. 

 

Solo, Yogya, Akik, Lumpia dan Tahu Goreng

Obrolan pembuka saya dengan Pak Arbain adalah tentang dua kota ini. Ternyata saat saya Senin-Selasa berada di Solo (Surakarta) untuk tugas kantor, Pak Arbain juga sedang berada di kota itu untuk sebuah keperluan. Karena tidak dapat tiket balik ke Jakarta dari Adi Sumarmo, maka Pak Arbain terpaksa harus ke Yogyakarta by taxi demi mendapatkan flight ke Jakarta. Turut dalam kirab 1 Suro dengan Kyai Slamet adalah hal yang dilakukan Pak Arbain selama berada di Surakarta (hasil jepretannya sudah tayang di instagram @arbainrambey).

 

Lumpia dan Tahu Goreng, cemilan kami sambil menunggu rekan-rekan satu tim yang bergabung menyusul belakangan menjadi ice breaking obrolan kami. Termasuk cincin batu akik dengan iketan Bali yang mengantarkan cerita tentang sudah menurunnya trend bebatuan hingga rusaknya ekosistem karena banyaknya orang yang terus dan terus menggali batu untuk ditranformasi menjadi asesoris kebanyakan kaum pria ini.

 

Rahasia Foto Jurnalistik

Karena Pak Arbain ini pakarnya Foto Jurnalistik, dan dalam skala kecil-mungil bidang kerja kami adalah juga menampilkan foto-foto jurnalistik lingkup kantor di berbagai media publikasi internal dan eksternal, maka pertanyaan pertama yang mencuat adalah tentang bagaimana dapat foto bagus dan foto ‘yang berbicara’.

 

Ternyata rahasianya sangat sederhana, yaitu: foto jurnalistik itu harus sudah ‘jadi’ sebelum pemotretan. Hmmmm… Sepertinya sederhana. Tapi, sesederhana itukah? Ternyata konsekuensi kalimat ini cukup panjang. Yaitu, (1) fotografer harus mengetahui dan mengerti foto seperti apa yang dihasilkannya nanti. Pak Arbain menyontohkan bahkan ia meminta fotografer yang dibimbingnya untuk membuat sketsa foto yang akan dihasilkannya; (2) fotografer oleh karenanya, harus mengetahui terlebih dahulu rundown acara, detil lokasi (bila perlu, datang duluan ke venue untuk bisa membayangkan situasi); (3) Fotografer harus tahu siapa saja yang akan ada di acara; (4) Fotografer harus berani ‘mengatur’ objek-objek foto yang biasanya adalah tokoh-tokoh dengan jabatan yang tinggi, termasuk meminta mereka untuk freeze (tidak bergerak mempertahankan posisi yang dikehendaki) selama beberapa saat supaya momentum terbaik terabadikan.

  

Fotografi itu …..

Pak Arbain mengungkapkan bahwa memahami fotografi tingkat terendah adalah memahami teknik. Sedangkan pemahaman tertinggi adalah pemahaman tentang ‘isi’. Di antara dua pemahaman tersebut, ada pemahaman tingkat menengah yaitu memahami soal komposisi, angle pemotretan dan momentum.

 

Memahami ‘isi’ (content) foto adalah memahami hal yang tersirat. Dicontohkan oleh Pak Arbain adalah saat rekan-rekan PMI berkonsultasi mengambil gambar korban longsor, dimana hasilnya menjadi seperti ‘orang mencabut ubi’, karena para korban yang terkubur di dalam tanah, saat ditarik keluar hanya tampak tangannya saja yang ditarik keluar dengan dua tangan oleh para evakuator. Pemahaman tentang content menjadi bagian terpenting dalam foto jurnalistik.

 

Selanjutnya adalah tentang komposisi, sudut pengambilan dan momentum. Karena sebuah berita foto bukan hanya paparan visual, diperlukan penataan ruang yang baik, atau disebut komposisi. Diibaratkannya, memahami komposisi adalah memahami pengaturan kursi dan lemari dalam kamar. Hasil penataan itu adalah rasa nyaman bagi penghuninya. Dalam hal berita foto, meskipun komposisi foto memiliki sifat relatif bagi individu-individu, bagaimanapun ada komposisi yang baik secara umum.

 

 

Sudut pengambilan atau angle, adalah sepadan dengan bagaimana cara kita melihat. Pak Arbain menyontohkan saat Pak Harto, panglima TNI, dan beberapa tokoh kenegaraan melihat sebuah pertunjukan pameran kedirgantaraan. Salah satu fotografer dengan sudut pandangnya, mendapatkan pose 'kipas' dari beberapa orang yang berdiri berjajar dengan pose gerakan kepala mendongak ke atas.

 

 

Sedangkan momentum, Pak Arbain bilang bahwa kecepetan setengah detik dan terlambat setengah detik itu sudah membedakan hasil foto yang diinginkan. Saya bertanya, bicara momentum, bukankah itu sama juga ngomongin faktor luck? Dijawabnya bahwa, faktor luck pasti ada. Namun Beliau memberi gambaran tentang foto balap motor. Moment yang ditunggu-tunggu dan langka adalah peristiwa Si Pembalap jatuh dari motor. Di saat rekan-rekan wartawan lain gak ada yang dapet momentum itu, salah satu rekan Pak Arbain justru 'dapat banyak'. Kuncinya? Adalah posisi stand by berada di tikungan. See, posisi di mana kita berdiri, ternyata menentukan momentum yang ditangkap. Posisi, adalah juga faktor kuat untuk mendapat sudut pandang yang baik.

 

Lalu, memahami soal teknik dalam fotografi, mode 'otomatis' atau 'manual'. Pesan yang tertangkap dari obrolan kami adalah, jangan berlama-lama berkutat di level ini. Dari 5 tingkatan fotografi (content, komposisi, angle, momentum dan teknis), yang bisa dijadikan mode OTOMATIS hanya teknis saja. Tidak akan pernah ada kamera dengan Komposisi Otomatis, Angle Otomatis atau Moment Otomatis. Untuk ketiga hal itu, manusia-lah yang harus berperan. 

 

Wartawan Perempuan

Bicara tentang wartawan perempuan, ternyata terungkap hal-hal unik. Seperti, saat menangkap kemarahan Susi Susanti atlit bulu tangkis perempuan yang meluapkannya di kamar ganti, tak mungkin didapat bila wartawan laki-laki yang ditugaskan untuk menerobos masuk ke kamar ganti.

 

Di beberapa kejadian nasional yang dijaga ketat pengamanan kenegaraan, acap kali, mengirimkan fotografer perempuan menjadi keputusan efektif atas diperolehnya foto yang bagus dibandingkan dengan mengirimkan fotografer laki-laki.

  

Era Mirrorless Camera

Obrolan sampai juga ke MLC alias Mirrorless Camera. Tiga rekan saya yang banyak nanya tentang hal ini. MLC or DSLR? Pak Arbain mengungkapkan bahwa kecanggihan teknologi kamera sangat pesat sehingga kamera handphone, iphone 6, sangat handal untuk menghasilkan foto-foto bagus. Berulang kali Beliau sampaikan di beberapa kesempatanbahwa, kamera HP maupun kamera saku dengan lensa 8 megapiksel ke atas dan DSLR hasilnya tak beda bila dilihat dengan mata jika: cukup cahaya saat pemotretan, misalnya siang hari cerah; hasil foto dicetak atau dilihat pada layar monitor laptop 13 in atau sampai 30 cm x 20 cm; 
Objek yang dipotret diam/tidak bergerak.

 

Prediksinya, dengan memperhatikan hal itu, semua orang akan menggunakan mirrorless di masa-masa mendatang. Sarannya, bila ingin memiliki MLC harus memperhatikan firmware yang ada di kamera itu sehingga bisa di-customized dan bisa diatur sesuai dengan kebutuhan.

  

Arbain Rambey dan Teknik Sipil

Yang tidak kalah menarik dari obrolan dengan Pak Arbain ini adalah bahwa, beliau ini meskipun malang melintang di dunia jurnalistik, pernah menjadi wartawan tulis, redaktur fotografi di Kompas, ternyata Pak Arbain adalah lulusan Teknik Sipil ITB. Teknik dan ITB. Dua hal yang bikin saya merasa punya benang merah dengan Pak Arbain.

 

 

Selain saya, yang ikutan ngobrol sore dengan Pak Arbain adalah Vivi, Evan dan Rudi yang ketiganya punya minat dan skill fotografi. Ditambah dengan Evan yang rupanya memiliki tanah tumpah darah yang sama dengan Pak Arbain: Semarang. Dan, oh ya, dari Evan inilah saya dapet nomor HP nya Pak Arbain. Semula dia cari di twitter namun nggak nemu. Akhirnya, berbekal teman-temannya di group Kompas -tempat kerjanya dulu- akhirnya dia dapat nomor HP Pak Arbain. Fotografi, Semarang, dan Kompas. Benang merah pun jadi nyambung kemana-mana.

 

Teknik Sipil dan Fotografi. Sekali lagi saya mendapat penguatan yang hampir sama atas Teknik Kimia dan Komunikasi. Pak Arbain bahkan menyontohkan tentang rekannya di Kompas yang ahli hukum, sudah menerbitkan banyak buku-buku hukum, yang ternyata berlata belakang pendidikan Teknik Nuklir. Satu lagi yang dicontohkannya, ahli fashion di Kompas yang berbackground Teknik juga. Dunia kerja, bisa jadi akan sangat berbeda dengan pendidikan yang kita tempuh, begitu ungkapnya. Gambarannya adalah seorang Arbain Rambey, yang sudah menguasai teknik cuci cetak film fotografi di usia 13 tahun, berkuliah di Teknik Sipil ITB, menjadi wartawan tulis Kompas, beralih ke wartawan foto, berprestasi sangat gemilang di fotografi, lalu mengasuh rubrik tentang Fotografi di media cetak dan televisi (Kompas TV), menjadi pengajar di FISIP UI (Fotografi Jurnalistik), dan sekolah fotografi Darwis School of Photography.

 

Jika melihat kulitnya, bisa jadi orang akan bilang: "Whatt...?? Sarjana Teknik Sipil ngajar di FISIP? Nggak salah....?". Tapi dengan kearifan, justru tokoh Pak Arbain ini bisa jadi inspirasi bagi 'orang-orang yang terpental' dari keilmuan latar belakang pendidikannya. Seperti saya, atau orang-orang lain. Saat saya tanyakan padanya apa kuncinya, Pak Arbain menjawabnya dengan mantab: Jalani dengan passion, itu kuncinya. 

 

Siapa Sih Arbain Rambey?

Ngobrol dengan Pak Arbain memberi kesan bahwa ia orang yang terbuka dan murah hati memberikan sharingnya. Seringkali jawaban atas pertanyaan kami sangat tak terduga.

 

Sepulang ngobrol dan setelah penyerahan softcopy foto-foto lomba, saya sempatkan untuk googling dengan keyword Arbain Rambey. Hasilnya? 324.000 dalam 0,61 detik di alat pencari Google dan 47400 dalam 0,44 detik di youtube.

 

Pak Arbain ini bisa dihubungi di twitter: @arbainrambey, instagram @arbainrambey. Follower-nya, 103.700 akun. Akun FB nya ada tiga, Arbain Rambey Kesatu, Arbain Rambey Kedua dan Arbain Rambey Ketiga. Saat saya coba add friend di salah satu akun FB,  jawabannya unable to send friend request. This person has reached  the friend request limit and can't accept anymore. Pertemanan FB-nya rupanya sudah menembus angka 5000 akun.

 

Menjadi fotografer, tak menghilangkan terasahnya kemampuannya menulis. Hingga kini, Pak Arbain masih menulis di halaman 36 harian Kompas tiap hari Selasa. Dan menurut Pak Arbain, sebaiknya setiap fotografer itu bisa menulis. Dan setiap penulis sebaiknya bisa memotret. Untuk kalimat terakhir ini rupanya saya harus bergumam: Hmmmm..... 

 

Kebagusan City, 17-10-15.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun