Mohon tunggu...
sitti sarifa kartika kinasih
sitti sarifa kartika kinasih Mohon Tunggu... Freelancer - freelancer

ibu rumah tangga yang ingin belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Film Krisis Global Akibat Industri Plastik (Broken) Bagian 1

6 Oktober 2023   03:54 Diperbarui: 6 Oktober 2023   04:03 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Netflix
Sumber: Netflix

Pada 2017 Tiongkok membeli hampir tiga perempat sampah plastik dunia. Yao Hai (Owner, Tai-Ming Recycling) sudah bekerja di industri plastik selama 20 tahun. Dia punya gudang plastik dan pabrik. Di bengkel sortir ini, staf memilah bahan material yang berbeda, dalam tingkatan berbeda yang bisa digunakan kembali. Di sini mereka mengemas bahan yang disortir.

Untuk para pendaur ulang, tujuan utamanya adalah menemukan cara paling efisien untuk mendaur ulang. Tapi cara paling efisien bukan berarti cara paling ramah lingkungan. Banyak pendaur ulang Tiongkok membuang limbah mereka dengan membakarnya, yang menyebabkan polusi udara besar.

Ketika Olimpiade Musim Panas di Beijing kurang dari 3 pekan lagi, pemerintah Tiongkok memulai upaya agresif untuk mengurangi polusi. Olimpiade di Tiongkok sangat mendorong isu lingkungan yang terkait dengan pertumbuhan industri di Tiongkok. Bukan hanya dunia yang melihatnya tapi mereka sendiri melihat betapa buruknya polusi udara. Pada 18 Juli 2017, Tiongkok mengumumkan bahwa mereka akan secara efektif melarang plastik impor dan sangat membatasi daur ulang lainnya.

Awalnya Yao Hai tak terima larangan itu, tetapi sekarang dia bisa melihat langit biru dan awan putih. Dia perlahan menyadari dan menerima apa yang dilakukan pemerintah. Hal itu menyebabkan Amerika menghadapi krisis daur ulang. Para pendaur ulang di California harus berjuang mencari tempat untuk menaruh sampah daur ulang mereka.

Banyak sekali daur ulang yang ditolak Tiongkok menumpuk di Hongkong. Dampak larangan Tiongkok seketika langsung terasa di kota-kota seluruh AS, Eropa, dan seluruh dunia. Tak ada tempat yang lebih terkena dampak larangan Tiongkok daripada Asia Tenggara.

Steve Wong adalah salah satu pendaur ulang plastik paling sukses di dunia. Sebelum pelarangan, Steve memiliki banyak pabrik daur ulang plastik di seluruh Tiongkok dan diperkirakan memiliki kekayaan lebih dari 900 juta dolar (sekitar 14 triliun rupiah).

Kuantitas impornya ke Tiongkok sebesar 7 persen dari total impor plastik bekas yang diimpor di Tiongkok. Itu bisnis yang sangat menguntungkan saat itu. Tapi sekarang Tiongkok menutup pintu. Total impor sampah plastik turun 99%. Jadi dia harus jual propertinya, menjual aset, menjual pabrik. Tetapi dia masih percaya dengan daur ulang. Peluangnya masih ada, sehingga dia dan koleganya pergi ke Malaysia.

Dia mengunjungi kemitraan bisnisnya di pabrik daur ulang plastik di Ipoh, pusat kota Malaysia. Pabrik tersebut dimiliki oleh Yeong Sai Key (owner, Sheeng Foong Plastic Industries), pendaur ulang Malaysia keturunan Tiongkok. Total area pabriknya 4 hektar. Total pendapatan 40 juta ringgit Malaysia, yang setara dengan 10 juta dolar AS.

Bahan baku yang diproses di sini adalah campuran plastik kelas industri dari barang seperti mobil atau komputer dan material rumah tangga, seperti botol dan wadah deterjen. Hasil dari pemrosesan di pabrik itu adalah pelet plastik, komoditas berharga yang digunakan dalam produksi produk plastik lainnya. Mereka gunakan pelet itu untuk pipa, karena bisa bertahan di suhu yang sangat rendah dan tinggi. Pabrik Yeong beroperasi 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Tetapi bahkan dengan seperti itu, mustahil bisa mengikuti arus sampah plastik impor yang masuk. Negara itu sudah terbanjiri sampah plastik.

Chiam Yan Tuang (aktivis masyarakat) tinggal di Klang, 40 kilometer di sebelah timur ibukota Malaysia, Kuala Lumpur. Chiam mulai menyadari sampah plastik dibuang di daerah terlantar ini dekat pelabuhan. Klang adalah pelabuhan kontainer tersibuk kedua belas di dunia. Setiap pagi mereka mencium bau asap racun plastik di udara di lingkungannya, sangat menyengat. Saat dia mengajukan komplain langsung ke otoritas lokal, mereka justru menantang, “Bisakah kau buktikan? Apa ini benar-benar beracun?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun