Ayahnya tersenyum sembari mengacak-acak rambut putrinya itu. “Tentu saja Nak, masa ayahmu berbohong,”
“Oh iya, Prof, kata ayah, Anda sudah mempunyai cucu?” tanya Sena ceriwis.
Sang profesor menimpali dengan hangat. “Oh iya, ada. Kebetulan kemarin kita sibuk ya, dan kurasa kalian sudah kecapekan, jadi tidak sempat berkenalan. Sekarang dia mungkin sedang di kamarnya. Pergilah kembali keatas, ada kamar dengan pintu hijau toska di sebelah perpustakaan, kau bisa berkenalan dengannya.”
“Wah senang sekali ada teman di sini... Dia kelas berapa Prof? Apakah perempuan juga?” sambar Sena penuh semangat.
“Kelas 7, Sena, iya perempuan juga,” jawab profesor sembari tersenyum.
Sena berlari-lari kecil menaiki tangga menuju rumah utama profesor. Dia melongok ke ruang keluarga yang berada di dekat perpustakaan mini dan akhirnya matanya tertuju ke sebuah kamar yang bertuliskan nama “Fleuve”.
‘Itu bahasa apa ya?’ Anak perempuan 9 tahun itu berpikir keras sembari berdiri di depan pintu. Tok tok tok. “Boleh aku masuk?” tanya Sena.
Tak lama kemudian ada anak perempuan berhijab yang membuka pintu tersebut. Dia pun bertanya pada Sena, “Siapa kamu?”
“Kenalkan Kak, namaku Sena, ayahku sepertinya murid kakekmu,” jawab Sena sambil tersenyum manis dan mengulurkan tangannya mengajak bersalaman.
“Ooh, hai,” balas gadis remaja itu. “Panggil saja aku Lumi, nama lengkapku Fleuve Lumiere.”
“Oh, jadi itu nama Kakak. Namaku Mycena Hikari. Ngomong-ngomong, nama kakeknya siapa ya Kak, maaf aku lupa padahal kemarin sudah dikasih tahu ayah,” ujar Sena sembari berbisik dan tersenyum malu.