Mohon tunggu...
Poloria Sitorus
Poloria Sitorus Mohon Tunggu... Novelis - Mantan Jurnalis yang ingin terus menulis. Pecinta Novel, Dongeng dan Puisi. Hobi nulis, baking cake dan berkebun.

https://dapurpenadeardomoms.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wajibkah Bawa Kado Saat Hari Guru?

26 November 2022   01:15 Diperbarui: 26 November 2022   01:27 1272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pertama sekali, saya sebagai orangtua murid mengucapkan:

"Selamat Hari Guru untuk seluruh Guru yang mengabdikan dirinya sebagai pendidik di Negeri tercinta ini."


Hari ini saya memantau beberapa status orangtua murid yang curhat betapa mereka merasa terbebani atas permintaan guru-guru dimana anak mereka sekolah. Sebagian oknum Guru ada yang terang-terangan minta dibawakan kado atau bingkisan pada perayaan Hari Guru yang bertepatan pada 25 November setiap tahunnya. Tidak sedikit pula oknum Guru yang terang-terangan meminta dihadiahi ini-itu dan sebagainya.


Ada juga sebagian orangtua murid yang bangga dan ber-pamer ria, ya memamerkan apa yang telah mereka berikan kepada guru-guru dari anak mereka. Gayung bersambut, ramai pula oknum Guru yang memamerkan kebahagiaannya di berbagai media sosial seperti Facebook dan/atau Instagram ketika si Guru tersebut mendapatkan bingkisan atau kado dari murid-muridnya.

Ada kesan para oknum Guru itu berlomba-lomba ingin terlihat paling disayangi muridnya dari banyaknya KADO/BINGKISAN yang diterimanya dari para murid pada moment Hari GURU Nasional Tahun  ini.


Sementara itu, seorang teman lama se-angkatan saya di Kampus dulu, curhat tentang anaknya yang masih T.K dimintai Miss-nya untuk membawa hadiah pada moment Hari Guru. Saat itu teman saya ini sedang berada di rumah sakit karena anak bungsunya sedang dalam masa perawatan intensif dan telah beberapa hari harus opname.


Dalam keadaan serba salah, teman saya yang merupakan ibu dari si anak TK ini, menolak permintaan anaknya agar tidak memberikan hadiah kepada gurunya karena saat itu semua kondisi sedang tidak memungkinkan. Tapi si anak TK tersebut ngotot harus membawa kado kepada gurunya sebab dia akan merasa malu jika tidak membawa hadiah seperti teman-teman yang lain. Lagi pun gurunya sudah berpesan untuk membawa sebuah kado atau bingkisan pada moment Hari Guru ini.


Si Ibu dari anak T.K ini merasa dilema. "Bukan maksud untuk tidak berterima kasih kepada para Guru yang telah berjasa mendidik anak-anak kita yang dititipkan ke sekolah. Tapi apakah iya setiap Hari Guru anak-anak harus diwajibkan membawa KADO atau BINGKISAN sebagai ucapan terima kasih kepada Guru-gurunya?"---tanyanya pada saya.

Tentu saja saya tidak bisa menjawab pertanyaan ini.


Mungkin bagi keluarga orang-orang kaya, orang-orang berpenghasilan besar, memberikan kado kepada guru itu sesuatu yang biasa dan wajar. Memang ada yang niatnya ingin memberi dengan tulus, mungkin bagi mereka itu sangat wajar dan sah-sah saja. Tapi bagaimana pasalnya jika itu terjadi kepada keluarga miskin atau orang-orang yang masih ada di bawah garis kemiskinan. 

Jika anaknya ada 2, atau 3 atau bahkan 4. Misalnya satu anak sulung duduk di Kelas X, anak ke-2 duduk di Kelas VIII, anak ke-3 duduk di Kelas V, dan satu lagi duduk di TK. Bagaimana kalau setiap moment Hari Guru ke-4 anak ini minta untuk dibelikan kado kepada guru-gurunya dengan memaksakan keadaan orangtuanya. Apa yang akan terjadi?


Mengucapkan "Selamat Hari Guru" setiap tahun kepada para guru yang telah mengajar anak-anak kita di sekolah apakah harus dengan memberikan kado atau bingkisan? Apa yang sedang diajarkan kepada anak-anak kita di sekolah? Bukankah ini sama seperti menghalalkan budaya gratifikasi?

**
Di zaman saya masih SD sekitar tahun 1994, seingat saya memperingati Hari Guru sangatlah sakral meski dengan perayaan-perayaan yang sangat sederhana. Saat itu kami diajarkan untuk menghormati para guru kami bahkan melebihi rasa hormat kami kepada orangtua kami sendiri. Didikan demikian juga kami dapatkan dari orangtua kami di rumah. 

Tatakrama dan sifat sopan santun kepada para guru, saat bertemu di mana pun dan kapan pun, itu terlihat nyata sebagai didikan moral yang terpatri di pada masa-masa kami sekolah dulu. Bahkan hingga sekarang, komunikasi kami dengan para guru kami masih tetap baik. Itu bukti dan tanda bahwa kita sangat menghormati dan selalu berterimakasih atas jasa-jasa beliau. Tidak semua guru memang. Tentu saja hanya bebarapa guru yang biasanya paling berkesan di hati muridnya.

Dulu, biasanya pada moment Hari Guru Nasional yang selalu diperingati setiap 25 November, seluruh murid dan para guru akan berbaris di Lapangan Sekolah untuk melakukan serangkaian Upacara Memperingati Hari Guru Nasional. Kami akan menyanyikan lagu Himne Guru dengan sangat khimat dan kyusyu'.

**

Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku

Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
S'bagai prasasti t'rima kasihku 'tuk pengabdianmu

Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Pembangun insan cendekia

**

Hymne Guru ini dinyanyikan dengan syahdu dan khimat oleh seluruh peserta upacara baik murid maupun guru. Dengan penuh pengkhayatan yang dalam. Selanjutnya akan ada acara Menyematkan Bunga di kantong baju/seragam PGRI yang biasanya dikenakan para Guru pada hari bersejarah itu.

Pada sehari sebelumnya, Guru Kelas telah mengingatkan kami untuk membawa sekumtum bunga yang dipetik dari pekarangan rumah agar esok harinya dibawa ke sekolah. Bunga-bunga yang dibawa para murid itulah yang akan dirangkai untuk disematkan kepada para Guru sebagai ungkapan rasa terima kasih murid untuk gurunya. Budaya menyematkan bunga ini masih berlaku hingga saya di SMP dan SMA sekitar tahun 2002 sampai 2005.

**

Namun di tahun 2022 ini, agaknya budaya Menyematkan Bunga kepada para Guru sepertinya telah berbeda. 

Pemaknaan ucapan terimakasih para murid kepada gurunya, pun telah berbeda arti. Ucapan terimakasih kini terkesan dan seolah-olah harus dengan sebuah KADO atau BINGKISAN. Pro dan kontra orangtua murid akan fenomena yang dimulai oleh saiapa dan entah sejak kapan ini pun ramai menjadi perbincangan di berbagai Group Whattshap dan/atau Facebook beberapa hari ini.


Selain teman lama yang tadi curhat dari Kota Medan, ada juga adik sepupu saya yang saat ini berdomisili di Jabodetabek curhat perihal budaya gratifikasi ini. Mengapa saya simpulkan ini sebagai Budaya Gratifikasi, sebab sebagian orangtua murid yang merasa berada "kaya" sering menghadiahi guru-guru kelas anaknya dengan barang-barang mahal bahkan ada juga yang memberi amplop. Hahaha...sudah ditiru pula sifat SAMBO/PC yang ingin selalu menyogok itu.

Seorang teman penulis dari Bali hari ini bercerita, puterinya Pelita (nama inisial) yang masih duduk di Sekolah Dasar, menghadiahi gurunya dengan sebuah lukisan yang dilukis oleh Pelita sendiri sebagai ucapan terima kasih yang tulus ikhlas kepada sang guru. 

Namun saat sudah di dalam Kelas, ternyata Pelita yang hanya membawa lukisan itu pun merasa sedikit minder terhadap teman-temannya yang lain yang memberikan bingkisan kado pada gurunya. 

Dan salah seorang anak, teman sekelas Pelita menangis sesenggukan di pojok kelas, karena merasa sedih dan malu sebab tidak membawa kado pada hari itu. Kebetulan si anak itu berasal dari keluarga yang sangat pas-pasan. Pelita bercerita pada ibunya setelah pulang ke rumah. Dan yang lebih mengharukan lagi, Pelita bercerita bagaimana dia menenangkan temannya yang menangis sedih karena tidak bisa membawa kado untuk gurunya itu.

"Nggak apa-apa kalau tidak bawa kado. Yang penting bisa sekolah," begitulah kalimat Pelita membesarkan hati temannya itu.

Mental dan perasaan Pelita dan satu temannya yang menangis di pojokan kelas, menjadi diabaikan sang guru karena sedang sibuk dan girang menerima hadiah dari murid-murid lainnya. Apakah perihal seperti itu tidak patut kita pertimbangkan?!

Dan satu hal yang menjadi pertanyaan saya; di jaman ini apakah untuk mengucapkan selamat hari guru harus dengan sebuah bingkisan atau kado?

**

Di satu sisi, saya secara pribadi sangat memaklumi bagaimana perasaan bahagia para guru saat mendapatkan hadiah dari murid-muridnya. Belum lagi, maaf, nasib guru honorer di Negeri kit aini masih sangat memprihatinkan. Namun jika oknum guru yang meminta kepada para murid, bahkan tidak sedikit oknum yang secara terang-terangan meminta harus dihadiahi ini-itu kepada muridnya, saya pikir ini harus dihentikan.

Guru adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Memberi dan menerima HADIAH seharusnya ditegaskan untuk dilarang. Demi terciptanya integritas dan pendidikan karakter yang ANTI-KORUPSI. Menghargai dan menghormati guru tidak seharusnya diukur dengan sebuah bingkisan/kado.

Kakak sulung kami juga adalah seorang guru. Darinya kami adik-adiknya banyak belajar perihal integritas, menjunjung tinggi kejujuran dan martabat seorang manusia. Kakak tertua kami ini mengajar di salah satu SMA di kota kecil kelahiran kami, di Porsea, sebut saja panggilan akrabnya Bang Marsito. Beliau dikenal guru yang sangat jujur, tegas, dan berintegritas. 

Pernah suatu kali saya ingat, saat itu saya masih SMP, seorang muridnya datang bersama ayahnya saat kenaikan kelas dengan maksud dan tujuang ingin memohon perbaikan nilai. Dan mereka membawakan hadiah. Saat itu, Bang Marsito menolak dengan tegas. Dan meminta muridnya itu untuk belajar lebih tekun lagi. "Tahun depan pasti bisa lulus dengan nilai baik kalau tekun belajarnya," jawab Bang Marsito ketika itu.

Peristiwa itu menjadi begitu berkesan bagi saya sebagai adiknya. Sejak itu saya faham, bahwa memberikan hadiah kepada guru tidak boleh. Malamnya saya tanyakan kepada Bang Marsito; "Bagaimana cara saya memberikan hadiah kepada guru kesayanganku yang sangat baik jika saya ingin mengucapkan terimakasih yang tulus atas semua jasanya?"---tanyakau suatu hari.

"Jika memang guru itu sangat berkesan di hatimu, ingatlah semua ajaran baiknya. Jadikan semua sifat baiknya sebagai panutan di hidupmu. Dan kunjungi dia ke rumahnya setelah kau tamat dari sekolah nanti. Misalnya saat kau sudah jadi dokter, atau setelah kau jadi seorang perwira, atau setelah kau menjadi artis terkenal. Kunjungilah gurumu itu, itu sudah cukup membuatnya bahagia dan merasa sangat berharga,"---itulah pesan Bang Marsito kepada kami, adik-adiknya.

**

Seharusnya yang perlu ditingkatkan adalah gaji dan insetif bagi guru agar mereka tak lagi harus mengharapkan gratifikasi berupa bingkisan/hadiah dari orangtua murid yang tentu saja menjadi sangat memberatkan bagi para orangtua khususnya para orangtua yang kehidupan ekonominya masih pas-pasan. Kita, para orangtua murid juga harus menyadari hal ini, bahwa mengucapkan terimakasih kepada guru tidak harus dengan memberi hadiah/bingkisan atau amplop.

**

Salam waras dari seorang ibu rumahtangga yang juga mantan jurnalis dan ingin terus menulis menyuarakan kebenaran.

Saat ini berdomisili di Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

(Poloria Sitorus, S.Pd)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun