Dalam rangka menyambut perhelatan Festival Film Indonesia ( FFI ) tahun 2016, selalu akan diadakan beberapa event terlebih dahulu.
FFI itu merupakan ajang penghargaan tertinggi perfilman Indonesia, dan yang sudah ada semenjak tahun 1955.
Tetapi pada tahun 1992 terhenti, kemudian baru pada tahun 2004 diselenggarakan lagi,
Pada tahun 2016 ini bakal diadakan lagi pada bulan November di Jakarta, tema yang diusung adalah Restorasi dan Masalah Sensor.
Setiap gelaran FFI pasti tidak bisa sempurna terselenggara, ada saja kekurangan ini dan itu yang terjadi., hal itu biasa disebut sebagai setititk nila dalam susu sebelanga.
Suatu kesalahan kecil yang bisa mempengaruhi upaya hasil kerja keras selama ini.
Insan film selalu berusaha untuk menghilangkan “ setitik nila “ itu.
Dan sebagai gebrakan atau bisa juga disebut dengan istilah upaya untuk menghilangkan “ Setitik nila dalam susu sebelanga”, maka di tayangkan kembali film jadoel “ TIGA – DARA “ yang sudah di restorasi dengan apik.
I. CERITA KLASIK YANG SUKSES BESAR
Film Tiga Dara yang diproduksi tahun 1957 yang dibintangi oleh bintang film Indonesia terkenal masa itu, yaitu : Chitra Dewi, Mieke Wijaya, dan Indriati Isksebagai pemeran utama.
Disutradarai dan diproduksi oleh Usmar Ismail dari Perusahaan Film Nasional, yang lebih dikenal sebagai Perfini
Cerita yang dihasilkan, terinspirasi oleh film komedi musikal 1936 Three SmartGirls alias Tiga Gadis Cerdas
Ceriteranya klasik meskipun tetap langgeng sampai sekarang :
Suatu upaya perjodohan atau cari jodoh karena diburu umur banyak terjadi dan menjadi tema sebuah ceritera film, sudah merupakan hal yang lumrah
Juga adanya perbedaan pandangan dan prilaku antara yang konsevatif versus modern. Tiga Dara juga mempunyai alur cerita seperti itu :
Seorang nenek ( Fifi Young ) punya anak laki-laki yang sudah duda (Hasan Sanusi ) dan punya tiga orang puteri. ( Chitra Dewi – Mieke Wijaya dan Indriati Iskak )
Si Nenek mulai was-was karena si cucu sulung – yang sudah berumur 29 tahun belum juga ada tanda ingin menikah ataupun punya pacar,
Terjadi berbagai upaya sang ayah untuk menjodohkan puteri sulungnya itu. Tetapi akhirnya, meskipun tampak berbelit lucu dan konyol, ditambah juga ada adegan penuh trik yang cerdas – akhirnya happy end dan masing-masing bisa ketemu jodohnya.
Para pemeran pendukungnya diperankan oleh Fifi Young, Rendra Karno, Hassan Sanusi, Bambang Irawan, dan Roosilawaty.
Putera Usmar Ismail dikehidupan nyatanya - Irwan Usmar Ismail -memerankan putra Usmar Ismail difilm sebagai si-kecil tokoh kunci yang menarik
Karena waktu itu film-film musikal populer di kalangan penonton Indonesia, Tiga Dara dibuat dalam genre ini.
Film tersebut menampilkan tujuh lagu karya Sjaiful Bachri ( bertugas sebagai penyunting suara) serta oleh Ismail Marzuki dan Oetjin Noerhasjim.
Hanya Mieke Wijaya yang menyediakan vokalnya sendiri; aktor-aktor lainnya di-isi suara-nya oleh Sam Saimun, Elly Sri Kudus, Bing Slamet, Djuita, S. Effendy, dan Sitti Nurochma.
Tiga Dara lawas tayang perdana pada 24 Agustus 1957 di Capitol Theatre, Jakarta.
Didistribusikan oleh Perfini, dan berhasil meraih popularitas yang sangat tinggi .
Kemudian disusul tayang selama delapan minggu berturut-turut di bioskop di hampir seluruh Indonesia.
Karya tersebut masuk dibeberapa bioskop kelas satu yang berafiliasi dengan American Motion Picture Association of Indonesia (AMPAI), yang selama itu sebagian besar
,menampilkan film-film impor.
Sesudah itu demam Tiga Dara mulai melanda dan mewabah, serta meledak dipersada Indonesia
Kompetisi ala "Tiga Dara" diantara kelompok tiga bersaudari menjadi trend dan marak diadakan di seluruh Jawa,
Dan istilahnya menjadi banyak digunakan berbagai nama produk – termasuk juga produk batik, toko-toko sampai dengan minuman dan makanan.
Film ini berhasil juga memenangkan penghargaan di Festival Film Indonesia tahun 1960 untuk tata musik terbaik (Sjaiful Bachri).
Pada akhir 1950an, film tersebut ditayangkan di beberapa kota Italia, termausk Roma, serta di Yugoslavia.
Setelah Floris Ammannati melihat penayangan di- Roma, ia mengundang Usmar Ismail
Untuk menampilkan Tiga Dara di Festival Film Venesia 1959;
Tiga Dara juga ditayangkan di Nugini Belanda pada Agustus 1960 dan di Suriname pada
Agustus 1963.
II. UPAYA RESTORASI
Tiga Dara yang telah diakui sebagai karya klasik menyatakan bahwa bahwa film tersebut
masih menampilkan pesona kejujuran dan kenyataan umum seperti karya Usmar
Ismail pada umumnya.
Dalam sebuah buku memorial 1991 untuk Usman Ismail, Rosihan Anwar menyatakan bahwa tema-tema Tiga Dara masih sejalan bagi bangsa Indonesia.
Pendapat yang sama diutarakan oleh sutradara film Nia Dinata pada 2016.
Amat disayangkan bahwa pada tahun 2015, negatif-negatif selulosa asetat untuk Tiga Dara, yang disimpan di SinematekIndonesia, mengalami rusak berat.
Negatif-negatif tersebut ada yang dalam keadaan rusak, robek, dan dinodai oleh jamur atau bahkan hilang.
Untuk memperbaiki penyajian film tersebut untuk generasi mendatang, SA Films memutuskan agar Tiga Dara direstorasi oleh Laboratorium L'immagine Ritrovata yang berbasis di Bologna.
Film tersebut merupakan karya Usmar Ismail kedua yang direstorasi, setelah Lewat Djam Malam (1954) pada 2012.
Pengerjaan restorasi, yang meliputi reinsersi adegan-adegan yang hilang menggunakan sisa-sisa salinan dari film tersebut dan penghilangan debu dan jamur, dimulai pada awal 2015 dan terselesaikan pada 8 Oktober 2015.
Terdapat 150.000 frame dengan durasi 120 menit yang harus diperbaiki satu demi satu.
Kendalanya amat parah dalam kerusakan setiap framenya, sehingga membutuhkan ketelitian, ketelatenan, dalam meneliti dan memperbaiki masing-masing ftame.
Restorasi tersebut—yang dialihkan ke digital 4K—ditayangkan di Indonesia pada permulaan 11 Agustus 2016, dengan perilisan DVD dan Blu-ray pada tahun berikutnya.
Konon untuk restorasi itu diperlukan waktu 17 bulan dengan seluruh beaya EUR 260.000 atau sekitar 3,76 milyar.
Dengan hasil yang nyaris sempurna, baik tentang kwalitas gambar, suara lebih tajam dan bening, menjadi bersih serta jernih.
Ini juga merupakan iktikad semangat berbenah dalam perbaikan serta pengarsipan yang lebih sempurna dalam perfilman Indonesia.
Pada tahun 2016, sutradara Nia Dinata berhasil me-remake film ini dengan judul Ini Kisah Tiga Dara, yang mengambil gambar antara 23 Februari dan 27 Maret 2016 di Maumere, Flores.
Film yang rencananya akan tayang bulan September 2016 ini akan tetap mengambil basis di tema yang sama seperti film aslinya, namun disesuaikan dengan konteks kehidupan masa kini.
Bintang film pemerannya juga dipilih pendatang baru yang cantik, pandai berakting juga bisa mengolah vokal.
III. DAMPAK
Tiga Dara adalah film Perfini paling menguntungkan yang meraih keuntungan sebesar Rp 10 juta dalam penjualan tiket, atau profit sebesar Rp 3,080,000. pada masa itu.
Meskipun kesuksesan tersebut berdampak kecil bagi situasi keuangan Perfini.
Pada tahun-tahun berikutnya, Perfini merilis sejumlah film yang berorientasi komersial, seperti Delapan Pendjuru Angin (1957) dan Asrama Dara (1958).
Tetapi tidak ada yang menandingi dan yang melampaui kesuksesan dan keuangan Tiga Dara.
Usmar Ismail – sang bapak Perfilman Indonesia ini berupaya untuk membangun dirinya sebagai sutradara film berkualitas non-profit, juga melalui film Pedjuang (1960),yang ditayangkan dalam kompetisi di Festival Film Internasional Moskwa ke-2 pada 1961.
Bintang-bintang Tiga Dara yang lain, yaitu Chitra Dewi dan Mieke Wijaya menjadi
tenar setelah kesuksesan Tiga Dara.
Chitra Dewi melanjutkan akting untuk empat dekade berikutnya, muncul dalam film fitur terakhirnya, Pedang Ulung, pada 1993, lima belas tahun sebelum kematiannya.
Film paling terbaru Mieke Wijaya muncul dalam Ayat-Ayat Cinta (2008).
Juga Indriati Iskak dipuji karena memiliki gaya akting paling naturalistik ketimbang aktor-aktor sejawatnya, menjadi semakin berkibar.
Ia membuat vokal wanita yaitu : Baby Dolls, bersama dengan Rima Melati, dan GabyMambo , serta Babt Huwae.
Mereka berakting dalam delapan film berikutnya sebelum pensiun dari perfilman pada Tahun 1963.
IV. PENASARAN NONTON FILM “TIGA-DARA” YANG BARU
Makna lain dari Restorasi, yaitu disamping melestarikan film lama yang berkwalitas dan sempat booming pada eranya
Diharapkan berupaya bisa menghilangkan “ Nila setitik dalam susu sebelanga “ yang selalu terjadi pada event-event perhelatan dan gelaran festivel film yang lalu,
Diusahakan selalu ada perbaikan dan berupaya untuk menghilangkan nila setitik itu dari perhelatan dan perfilman di Indonesia pada masa depan sehingga menjadi lebih sempurna dan cemerlang
Menurut Lukman Sardi, ketua Penyelenggara Festivel Film Indonesia tahun 2016, diupayakan bisa meningkatkan antusias penoton bagi film Indinesia dan dengan adanya perbaikan kwalitas film Indonesia, diharapkan bisa menarik kerjasama dan investasi asing untuk lebih memajukan perfilman Indonesia.
Kalau pekerja film bisa menghasilkan film bagus seperti itu dijaman yang masih serba sulit, serba terbatas pada masa enam dekade yang lalu seperti “Tiga Dara “.
Maka pada jaman yang lebih maju ini , dengan insan yang lebih profesional dan peralatan tehnologi lebih canggih, maka pasti dan harusnya bisa dihasilkan film yang jauh lebih bagus dan lebih bermutu.
Penasaran juga menonton film Tiga-Dara baru dengan bintang-bintang baru dan suasana yang baru pula
Saya sendiri ingin menyaksikan lagi film klasik dengan suasana baru itu, terlebih disitu ada Titiek Puspa, bintang sepuh kesayangan dengan gayanya yang unik dan suara apik.
Membayangkan Titiel Puspa sebagai nenek bawel cerewet pasti menarik, ngakak bikin geli.
Semoga Tiga Dara versi baru ini bisa sukses bahkan bisa melebihi kesuksesan dan keberhasilan Tiga Dara jadoel yang spektakuler pada tempo doeloe itu….
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI