Mohon tunggu...
Siti Shofia Latifah Azzahra
Siti Shofia Latifah Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Communication Science

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga (20107030013)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Lika-liku Penjual Tekwan, Rollercoaster Kehidupan

29 Juni 2021   19:40 Diperbarui: 29 Juni 2021   19:51 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kedai Tekwan Macik dan Dawet Shushu. (dokpri)

"Ya mau bagaimana lagi ya mbak? Saya pun memahami karena kondisi pandemi seperti ini semua lapisan masyarakat pasti sedang sama-sama mengalami penurunan dalam hal ekonomi. Jangankan untuk pesan makanan lewat aplikasi, lebih baik bagi mereka menghemat dengan masak sendiri." tutur Pak Tomi.

"Kalo awal-awal kondisi pandemi perhari paling cuma 7 porsi. Omzet saat pandemi sangat memprihatinkan, mbak. Karena ya itu tadi, daya beli masyarakat pun tidak ada walaupun Kami sering bikin promo hemat," Bu Yufi menimpali.

Hingga akhirnya pada pertengahan tahun 2020, Pak Tomi mengambil tindakan untuk menutup saja kedainya yang ada di Jalan Cendrawasih dan dengan berat hati memberhentikan karyawannya. Hal ini tentunya untuk menekan pengeluaran, karena omzet pun menjadi turun akibat pandemi. Pak Tomi dan Bu Yufi fokus mengembangkan kembali usaha tekwan macik yang ada di teras rumahnya.

Memang benar, akan berbeda orang yang sudah ada jiwa wirausaha dalam dirinya dan mana yang tidak. Beberapa kawan Pak Tomi yang sesama mempunyai UMKM di antara mereka ada yang tumbang karena tidak konsisten dan kurang menekuni usahanya. Berbeda dengan Pak Tomi dan Bu Yufi keduanya memang gemar dalam mempelajari kuliner. Mereka harus terus memutar otak agar usahanya terus berjalan.

Untuk menarik konsumen pada penghujung tahun 2020 sekitar bulan Oktober, Pak Tomi dan Bu Yufi mengeluarkan menu baru. Mereka berdua menambahkan menu tekwan yang lebih variatif dan menambahkan minuman segar berisi dawet dengan campuran nangka, nanas, dan freshmilk, bukan santan. Yang kemudian diberi nama "dawet shushu". Menu baru tersebut antara lain: tekwan mi samyang (tekwan dengan mi yang super pedas), es dawet shushu original, es dawet shushu topping oreo, es dawet shushu topping boba.

Menu tekwan original, tekwan isi telur puyuh, dan dawet shushu. (dokpri)
Menu tekwan original, tekwan isi telur puyuh, dan dawet shushu. (dokpri)


"Karena memang tujuan pemasaran Kami adalah para kaum milenial, mbak. Jadi Kami juga harus mengikuti selera mereka dan apa yang lagi hits di kalangannya. Seperti memadukan tekwan dengan cita rasa pedas dari mi samyang serta menghadirkan minuman ngetrend seperti boba yang sudah banyak di pasaran. Dan menu baru Kami yang berupa dawet susu ini masih jarang sekali ditemukan apalagi di Kota Tegal. Insya Allah ini merupakan ladang rejeki yang baru bagi Kami sekeluarga," ucap Bu Yufi.

"Terkadang istri saya juga promosi dagangan lewat instastory whatsapp kalo engga gitu lewat postingan instagramnya, mbak. Ya di era yang serba digital ini, kita sebagai wirausaha juga tidak boleh tutup mata. Harus bisa memanfaatkan kecanggihan hp dan maraknya sosmed di sekitar kita. Supaya kita tidak tertinggal," tutur Pak Tomi menambahi.

Memang belum ada lonjakan pendapatan dalam usahanya akibat pandemi. Namun Pak Tomi dan Bu Yufi selalu semangat dalam menjalani usaha ini. Dengan harapan badai segera berlalu dan mentari bersinar kembali. Pandemi berakhir dan perekonomian pulih kembali. Daya beli masyarakat ada dan pedagang pun akan terpengaruh omzetnya. Aamiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun