Penumpukan sampah merupakan masalah serius yang dihadapi oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Dengan jumlah sampah yang terus meningkat, memberikan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Setiap tahun, Indonesia menyumbang sekitar 66 juta ton sampah plastik, menjadikannya sebagai penyumbang terbesar kedua sampah plastik di laut. Menurut data 37,3% sampah di Indonesia berasal dari limbah rumah tangga. Banyak dari sampah ini berakhir di sungai dan laut yang akhirnya mencemari sumber air. Seharusnya, masyarakat perlu didorong untuk lebih sadar akan dampak dari penggunaan plastik sekali pakai, penggunaan plastik sekali pakai dapat diganti dengan menggunakan  tas belanja dari kain dan botol minum yang bisa digunakan kembali.
Sampah yang menumpuk dapat menjadi sarang bagi berbagai mikroorganisme patogen seperti bakteri dan virus. Hal ini dapat meningkatkan resiko penyakit menular seperti diare, tifus, infeksi kulit, demam berdarah, malaria, dan lain-lain.
Pembuangan sampah ke sungai sering mengakibatkan penyumbatan aliran air, dan dapat memicu terjadinya banjir. Penumpukan sampah pada tanah juga dapat mencemari tanah yang berdampak pada lingkungan. Sampah anorganik yang sulit terurai seperti plastik dapat mengganggu jalur air ke tanah.
Untuk menangani penumpukan sampah harus dilakukan secara koperatif oleh kepala desa setempat seperti memilih dan memilah sampah, menggunakan tas belanja yang dapat digunakan berulang kali seperti, totebag.
Dalam konteks ini, perlu diingat bahwa kita harus bisa memilih dan memilah pengklasifikasian sampah dengan baik dan benar, sebagai masyarakat yang baik kita harus memanfaatkan sampah menggunakan teknik 3R ( Reduce, Reuce, Recycle)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI