infografis diatas menggambarkan beberapa point sejarah akan kerajaan banten, yang merupakan salah satu kerajaan islam tertua diindonesia. kita dapat mengetahui akan sejarah berdirinya kerajaan ini, yang meliputi: siapa pendirinya, bagaimana peristiwa sejarah didalamnya juga peninggalan-peninggalan bersejarah dari kerajaan banten ini.
1. Lokasi Kerajaan Banten
Kerajaan Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa, tepatnya di wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Banten, Indonesia. Pusat kekuasaan kerajaan ini berada di pesisir pantai utara, dekat dengan kota Cilegon dan Pelabuhan Merak. Posisi geografisnya yang strategis di sekitar Selat Sunda-jalur pelayaran penting yang memisahkan Pulau Jawa dan Sumatra-memberikan keuntungan besar bagi Banten sebagai pusat perdagangan dan pelabuhan utama yang menghubungkan perdagangan antara Asia Timur, Asia Selatan, dan Eropa. Letak ini lah yang memungkinkan Kerajaan Banten menguasai jalur perdagangan rempah-rempah dan menjadi pusat ekonomi dan politik yang berpengaruh di Nusantara pada masa kejayaannya.
2. Tokoh Pendiri Kerajaan Banten
Pendiri Kerajaan banten atau kesultanan banten adalah sultan maulana hasannudin. Sultan Maulana Hasanuddin merupakan putra dari Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah), salah satu Wali Songo dan penguasa Kesultanan Cirebon. Ia mendirikan Kesultanan Banten pada tahun 1527 setelah berhasil merebut wilayah Banten Girang dari penguasa setempat, Pucuk Umun. Setelah itu, Banten Girang menjadi wilayah pertama Kesultanan Banten. Maulana Hasanuddin dikenal juga dengan gelar Pangeran Sabakingking. Ia memerintah dari tahun 1552 hingga 1570 M, dan setelah wafat dimakamkan di kompleks Masjid Agung Banten.
3. Masa-Masa Kejayaan Kerajaan Banten
Masa kejayaan Kerajaan Banten berlangsung pada abad ke-17, terutama di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651–1683). Sultan Banten keenam yang memerintah pada periode 1651 hingga 1683. Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Banten mencapai puncak kejayaan baik dari segi politik, ekonomi, maupun keagamaan. Banten berkembang menjadi salah satu pusat perdagangan maritim terbesar di Asia Tenggara, menjalin hubungan dagang dengan berbagai negara di Asia, Timur Tengah, dan Eropa. Pelabuhan Banten menjadi pelabuhan internasional yang sangat ramai, didukung oleh letaknya yang strategis di Selat Sunda, sehingga menarik banyak pedagang dari berbagai bangsa. Selain itu, Banten juga menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa Barat dan sekitarnya. Sultan Ageng Tirtayasa memperluas wilayah kekuasaan hingga hampir separuh Jawa Barat, Lampung, dan Selat Sunda, serta memperkuat angkatan perang untuk melawan dominasi dan monopoli perdagangan VOC Belanda. Kemajuan ekonomi, politik, dan sosial pada masa ini membuat kehidupan masyarakat Banten makmur dan toleran, bahkan Cornelis de Houtman menyebut Banten sebagai “Amsterdam van Java” karena kemajuan dan kemakmurannya.
4. Masa-Masa Keruntuhan Kerajaan Banten
Masa keruntuhan Kerajaan Banten terjadi pada akhir abad ke-17 hingga awal abad ke-19 setelah masa kejayaan di bawah Sultan Ageng Tirtayasa. Setelah Sultan Ageng Tirtayasa memimpin perlawanan sengit melawan monopoli perdagangan VOC Belanda, konflik internal dan tekanan kolonial semakin melemahkan kerajaan. Perpecahan politik antara Sultan Ageng Tirtayasa dan putranya, Sultan Haji, yang didukung VOC, menyebabkan konflik saudara yang melemahkan kekuatan Banten. Selanjutnya, VOC melakukan intervensi dan blokade pelabuhan Banten, menghancurkan simbol kekuasaan seperti Istana Surosowan di Kota Intan. Pada tahun 1813, Kesultanan Banten secara resmi dianeksasi oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, dan para sultan Banten menjadi raja bawahan tanpa kedaulatan politik. Faktor-faktor seperti perang saudara, persaingan perdagangan global, dan ketergantungan pada persenjataan asing turut mempercepat kemunduran dan akhirnya keruntuhan Kesultanan Banten sebagai kerajaan maritim yang pernah berjaya di Asia Tenggara.
5. Peninggalan-Peninggalan Sejarah Dari Kerajaan Banten