Mohon tunggu...
Ika Wulandari
Ika Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa/Universitas PGRI Wiranegara

saya adalah seorang mahasiswi aktif dari perguruan tinggi swasta di pasuruan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gelombang Protes 2025: Refleksi Krisis Demokrasi dan Ketimpangan Sosial di Indonesia

22 Mei 2025   18:55 Diperbarui: 22 Mei 2025   19:02 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 2025 ditandai dengan adanya babak baru dalam dinamika sosial dan politik di Indonesia. Sejak Februari, berbagai kota besar di Indonesia telah diguncang oleh gelombang protes nasional yang dikenal dengan tagar #IndonesiaGelap. Aksi demonstrasi ini merupakan bentuk akumulasi ketidakpuasan masyarakat terhadap isu-isu yang ada seperti ketimpangan sosial, kebijakan ekonomi yang kontroversial, serta kekhawatiran terhadap kemunduran demokrasi. Fenomena ini tidak hanya menjadi perhatian di dalam negeri, melainkan juga menarik perhatian di skala internasional karena pengaruhnya terhadap stabilitas politik dan sosial di kawasan Asia Tenggara. Banyak pengamat menilai bahwa protes ini merupakan salah satu yang terbesar sejak reformasi 1998, dengan partisipasi berbagai lintas elemen mulai dari mahasiswa, buruh, organisasi sipil, hingga tokoh agama.

1. Ketimpangan Sosial dan Krisis Ekonomi

Salah satu faktor utama yang memicu aksi protes ini adalah tingginya angka pengangguran dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Data resmi, yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa hingga bulan Mei 2025, lebih dari 24.000 pekerja mengalami PHK, hampir sepertiga dari total PHK tahun sebelumnya. Situasi ini lebih diperburuk lagi oleh adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang pada kuartal pertama 2025 hanya mencapai 4,87% turun dibandingkan 5,11% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ini telah memberikan tekanan yang cukup besar pada daya beli masyarakat serta meningkatnya angka kemiskinan di berbagai daerah.

Selain itu, dalam lima tahun terakhir, sekitar 9,48 juta masyarakat kelas menengah telah mengalami penurunan status sosial-ekonomi, yang mana menunjukkan bahwa terbukti adanya perburukan kesejahteraan masyarakat secara umum. Kenaikan harga kebutuhan pokok, kesenjangan dalam akses layanan dasar, serta lemahnya jaminan sosial semakin memperparah kondisi tersebut. Bahkan, di beberapa wilayah terpencil, akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan masih mengalami kesulitan karena akibat keterbatasan anggaran dan prioritas pembangunan yang dinilai masih belum merata.

2. Kebijakan Pemerintah yang Kontroversial

Pemangkasan anggaran sebesar 19 miliar dolar oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menjadi salah satu penyebab keresahan publik. Meskipun dana tersebut dialokasikan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi pelajar, pemotongan ini dikhawatirkan akan berdampak negatif pada sektor pendidikan dan kesejahteraan sosial lainnya, seperti pengurangan beasiswa, tunjangan dosen, serta kenaikan biaya pendidikan perguruan tinggi.

Selain itu, rencana evakuasi warga Gaza ke Indonesia yang diumumkan Presiden Prabowo Subianto mendapat penolakan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Mereka menilai kebijakan tersebut akan berpotensi dimanfaatkan untuk kepentingan politik jangka pendek serta akan menimbulkan dampak sosial di dalam negeri nantinya, mengingat tingginya angka pengangguran dan keterbatasan fasilitas sosial yang ada. Beberapa organisasi masyarakat juga mengkhawatirkan akan berpotensi gesekan sosial di tengah situasi ekonomi yang krisis dan sulit.

3. Ancaman terhadap Demokrasi dan Supermasi Sipil

Isu yang paling sensitif dalam gelombang protes 2025 adalah revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang disahkan secara tertutup. Revisi ini memperluas peran militer dalam urusan sipil, termasuk pengelolaan proyek strategis nasional dan pengamanan objek vital. Kebijakan tersebut dianggap sebagai kemunduran dari prinsip reformasi 1998 dan supremasi sipil dalam pemerintahan. Mahasiswa, aktivis HAM, dan akademisi menilai bahwa langkah ini akan berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi ABRI era Orde Baru, yang selama ini menjadi ancaman dalam sejarah politik Indonesia.

Selain itu, kebebasan pers semakin terancam dengan adanya gelombang PHK di media massa, yang berkontribusi pada penurunan kualitas pers. Berdasarkan laporan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), lebih dari 600 jurnalis kehilangan pekerjaan dalam enam bulan terakhir, sementara kriminalisasi terhadap aktivis dan pembungkaman kritik pemerintah terus terjadi. Isu tersebut menjadi salah satu pemicu utama dalam berbagai aksi demonstrasi di berbagai kota sepanjang 2025. 

4. Krisis Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat.

Isu lingkungan menjadi salah satu perhatian publik dalam gelombang protes 2025 kali ini. Di Tropodo, Jawa Timur, sekitar 60 pabrik tahu menggunakan bahan limbah plastik impor sebagai bahan produksinya. Praktik ini menghasilkan emisi yang berbahaya serta akan mencemari lingkungan sekitar. Studi menemukan adanya mikroplastik dalam produk tahu yang dikonsumsi masyarakat serta kadar dioksin yang tinggi dalam telur ayam di sekitar pabrik, yang mana dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius, mulai dari gangguan pernapasan hingga risiko kanker. Organisasi lingkungan mendesak pemerintah untuk bertindak tegas, tetapi masih mendapatkan respons yang lambat sehingga dapat memicu kekecawaan di masyarakat.

 

https://youtu.be/5Dh_qG8BaCY?si=lBz2ajvzHPd68bag

Gelombang protes yang terjadi di Indonesia pada tahun 2025 mencerminkan terjadinya krisis demokrasi dan ketimpangan sosial yang semakin dalam. Berbagai kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat, kemunduran demokrasi, serta memburuknya kondisi sosial-ekonomi dan lingkungan menjadi pemicu utama ketidakpuasan publik. Protes ini juga sangat memperlihatkan bahwa masyarakat masih memiliki semangat kolektif untuk menyuarakan aspirasi dan menolak ketidakadilan yang terjadi.

Untuk meredam ketegangan dan memulihkan kepercayaan masyarakat, pemerintahan perlu mengambil langkah nyata untuk merevisi kebijakan kontroversial, menjamin transparansi program sosial, serta memperkuat supremasi sipil dalam pemerintahan. Dialog terbuka dengan berbagai elemen masyarakat juga sangat penting untuk dilakukan karena dapat membangun kembali kepercayaan dan menjaga stabilitas nasional. Selain itu, peran media dan lembaga swadaya masyarakat harus diperkuat lagi agar dapat menjadi jembatan antara pemerintah dengan rakyatnya.

Dengan pendekatan yang inklusif, responsif terhadap aspirasi rakyat, serta komitmen pada demokrasi dan keadilan sosial, Indonesia dapat berpeluang untuk keluar dari krisis ini serta melanjutkan perjalanan menuju negara yang lebih demokratis, adil, dan sejahtera. Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa ini dapat bangkit dari berbagai krisis, asalkan semua elemen bersatu dalam semangat reformasi dan kepentingan bersama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun