Mohon tunggu...
Siti Fatimah
Siti Fatimah Mohon Tunggu... Guru - Bunda Fatim

Bismillah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rindu yang Meradang

4 Desember 2020   05:39 Diperbarui: 4 Desember 2020   05:43 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kusambut pagi dengan senyuman untuk mengiringi  tugas di Jakarta. Semalam panitia mengumkan acara dimulai pukul 07.30 ditambah lagi informasi jadwal penerbanganku di ajukan yang asalnya 15.00 menjadi 13.40. Kurasa ini sudah biasa dalam jadwal penerbangan. 

Jadwal penerbangan mundur bagiku tidak masalah. Namun jika jadwal maju justru membuat saya lumayan bermasalah. Bisa jadi saya harus mengundurkan diri sebelum waktunya. Lantaran jarak hotel dengan bandara Sukarno Hatta lumayan jauh.

Tepat pukul 07.00 kaki melangkah ke tempat sarapan. Entah kenapa Ketika melihat sajian makanan rasanya kurang menggugah selera. Setiap hari disuguhi ayam, olahan ikan serta daging. Tiba-tiba teringat pada emakku yang tersayang. Beliau super mantap dengan sambel tempe penyetnya. 

Bagiku tiada makanan lezat kecuali makanan yang di sulap dari tangan yang trampil emakku. Makanan yang diramu dengan cinta dan kasih sayang akan memunculkan cita rasa tersendiri.

Rindu menyelinap dari dalam hati, sosok dengan wajah yang mulai berubah karena usia namun kecantikannya masih tetap terpancar jelas dimataku. Wajah yang teduh berbalut senyum selalu menghiasi disetiap tatapannya. 

Rasa rindu ini mengusik hati hingga tanpa terasa mata ini berlinang dan berkata dalam hati "Emak ...kangen". Cintanya telah membuatku tetap kuat menjalani hidup hingga saat ini.

Kasih sayangnya tak mampu kutebus meskipun dengan nyawaku. Betapa seorang ibuk tak akan sanggup meski sesuap nasi masuk dalam mulutnya jika anaknya belum makan. 

Ia sanggup tidak tidur 3 hari 3 malam hanya untuk sang buah hati. Ia selalu berkata semua baik-baik saja meski terlihat matanya sembab karena abis menangis. Pernahkah kita sedikit saja mengingat itu. Agar kita dapat bersyukur telah memiliki seorang ibu yang luar biasa.

Ibu adalah guru dari segala guru, Tanpa ibu tak akan pernah ada guru, tanpa guru tak akan pernah ada prestasi. Hanya keikhlasan dan cinta yang mampu membuat kita berdiri tegak dengan segudang keberhasilan. Hingga Alloh menempatkan sang ibu pada yang tempat begitu tinggi. 

Surga ditepak kaki ibu, Kedalaman makna dari kata itu tentu kita mampu berfikir dengan bijak. Semua tak akan pernah ada artinya selama ibu kita tidak meridloinya. Pangkat , derajat, tahta , harta semua hanya akan menjadi sebatas pakain yang membalut tubuh manusia. 

Cinta seorang ibu selamanya tak akan mampu tergantikan dengan apapun. Hanya perhatian dan kasih sayanglah yang akan membuat ibuk mampu tetap tersenyum menjalani sisa hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun