Saat ini sedang ada kontroversi panas terkait kebijakan baru dimana anggota DPR pada periode ini  mendapatkan uang  tunjangan rumah  jabatan yang tentunya membuat penghasilan DPR  meningkat. Penghasilan anggota DPR bervariasi tergantung posisi dan jabatan yang dimiliki ( wakil dan ketua ). Pada periode ini DPR memiliki gaji pokok sebesar 4,2 juta sampai 5jt, tentunya ditambah dengan biaya tunjangan, biaya bantuan listrik dan telepon yang jika dijumlahkan total gaji perbulannya dapat sekitar 51 juta sampai 65 juta rupiah. Angka yang sangat besar tentunya, belum ditambah tunjangan rumah jabatan yang totalnya mencapai 50 juta.
   Disaat gaji DPR yang dapat tembus 100juta perbulan, di sisi lain ada rakyat yang bergaji UMR dan diberatkan dengan adanya kebijakan- kebijakan baru mengenai potongan pajak oleh ibu Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan RI yang seringkali memberatkan dan bahkan tidak berpihak kepada kondisi masyarakat. Di saat krisis lapangan kerja, pengangguran bertambah, kemiskinan belum teratasi dengan adil, merata dan menyeluruh, jelas dapat memberatkan masyarakat yang berbanding terbalik dengan anggota DPR. Kabar terkini melansir dari berita yang di tayangkan oleh Metro TV dimana  diisukan bahwa gaji pekerja di atas UMR wajib di potong sebesar 3% untuk  iuran TAPERA ( Tabungan Perumahan Rakyat).Â
  Terkait berita tersebut Deddy Sitorus selaku anggota DPR RI F-PDIP memberi tanggapan bahwa " Membandingkan Gaji saya, Gaji DPR dengan Gaji UMR atau biasa di sebut tukang becak, buruh, itu berarti anda mengalami  sesat logika." Ucap Deddy pada acara berita diskusi metro. Deddy membantah bahwasanya tunjangan rumah yang diberikan kepada anggota DPR itu sebagai penghasilan. " Hampir 80% anggota DPR itu berasal dari luar daerah,sehingga dengan tidak adanya rumah dinas mereka harus mencari rumah, maka anda berhentilah menyesatkan rakyat dan membandingkan gaji DPR dengan UMR sehingga seolah-olah tidak pantas." Ujar Deddy.
    Pernyataan tersebut jelas menggambarkan bahwasanya Deddy merasa keberatan dengan pemberian biaya tunjangan rumah dianggap sebagai penambah penghasilan belaka. Menurut Deddy mengkontraskan masalah ini dengan masyarakat itu adalah bentuk adu domba, Deddy mengatakan rumah DPR sudah berumur hampir 40 tahun dan setiap tahun menelan biaya ratusan milyar untuk pemeliharaan dan pemugaran renovasi dan belum termasuk maintenance yang bersifat bulanan, dan wajar menurutnya  untuk mendapatkan 50 juta sebagai tunjangan rumah, dan Deddy pun sempat me-nyentil BUMN  terkait rumah dinas ini, dengan menyatakan bahwa dirinya atau DPR pantas mendapatkan itu,  justru yang harus di cek lebih lanjut adalah pihak BUMN sebagai pengelola sumber daya pekerja seperti Bank, Pertamina dan pekerja ASN di dalamnyaÂ
    Menurut Bapak Lusius, jika kebijakan penambahan biaya tunjangan rumah DPR ini di setujui, ini adalah modus anggota DPR untuk mendapatkan penghasilan lebih. Penjelasan lebih lanjut beliau mengatakan bahwa dana dan uang biaya tunjangan rumah tersebut dikirim dan diterima oleh anggota DPR secara lamsam, tidak perlu melakukan pelaporan atau detail penggunaan terlebih dahulu, dan pada akhirnya apabila ada anggota DPR yang sudah memiliki rumah tidak mungkin beliaunakan menggunakan uang tersebut untuk kontrak rumah kembali, sehingga dapat menggunakan biaya tunjangan tersebut ke hal-hal lain. Penjelasan bapak Lusius tersebut pun langsung dibantah oleh Deddy, " Saya  selaku wakil rakyat akan menggunakan  dana tersebut untuk anak rakyat apabila ada anak yang sakit atau berobat maka saya menggunakan uang itu. Saya mengganti biaya hotelnya pak, untuk biaya 1 bulan apalagi di Kalimantan Utara bisa mencapai 100 juta loh ya untuk orang datang dan mengurus sesuatu, maka saya tidak setuju bahwa biaya tersebut disebut sebagai penghasilan, malah kadang saya tekor dan kita ngutang." Ucap Deddy.
    Perkataan Deddy itupun di dukung oleh Dede Yusuf selaku anggota DPR RI F-DEMOKRAT, Dede berkata bahwa memang benar banyak anggota DPR yang berasal dari luar daerah dan harus tinggal di jakarta beserta keluarganya, dan biaya sebesar 50 juta itupun untuk satu keluarga dan atas keputusan Kementrian Keuangan itu sudah pasti pas dan sudah efisiensi.Namun pernyataan 2 orang terebut di bantah oleh Direktur Eksekutif PPI, Adi Prayitno. Menurut Adi saat ini banyak perspektif bahwa anggota DPR itu dimanjakan oleh negara, anggota DPR tidak perlu berlagak orang susah di depan masyarakat.  Memang sudah betul bahwa setiap pejabat negara diberi fasilitas dan sudah tercatat dan diatur di undang-undang, namun Adi merasa bahwa hampir semua anggota DPR secara latar belakang mampu secara ekonomi dan mapan sehingga menurutnya 50 juta ini sedikit berlebihan, Adi juga berkata bahwa dengan tidak adanya kebijakan tunjangan ini sekalipun anggota DPR mampu mandiri untuk membeli hunian pribadi, dan terkait anggota yang berada di luar daerah, Adi  mengatakan bahwa daerah tersebut memiliki sumber daya alam yang cukup tinggi.Â
    Lalu Adi juga menyinggung terkait disparitas anggota DPR antara fasilitas yang didapat dengan kinerja yang dilakukan, dimana seharusnya DPR pro-rakyat dan tidak asal ketok palu saat membuat kebijakan, sehingga kebijakan tersebut tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat. Adi tidak masalah dengan fasilitas yang diberikan kepada anggota DPR asalkan kinerja dan fasilitas seimbang, sehingga layak untuk didapatkan. Khabiburrahman menyauti pernyataan Adi dengan mengatakan bahwa tidak ada sangkut pautnya antara latar belakang seseorang dahulu sebelum menjabat sebegai DPR, entah itu seorang pengusaha, crazy rich atau sebagainya. Namun Khabiiburrahman setuju terkait kinerja, dan meliau menyampaikan bahwa Anggota DPR siap menerima kritik, saran dan aspirasi masyarakat dan terus berkemang, menurutnya pak Deddy atau pak Dede yang menjabat dan terpilih terus menerus bukan tanpa sebab apalagi jika tidak memilki kinerja yang bagus dan sebagai penyampai aspirasi masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI