Mohon tunggu...
Pendekar Syair Berdarah
Pendekar Syair Berdarah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jancuker's, Penutur Basa Ngapak Tegalan, Cinta Wayang, Lebih Cinta Keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sintren dan Mistisnya, Kesenian Rakyat Paling Indonesia? (4 Habis)

19 Mei 2011   09:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:28 1065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cinta dua manusia itu diabadikan dalam tarian sintren.

Sintren sendiri menurut cerita yang berkembang di masyarakat di tempat tinggal penulis adalah berasal dari kisah kasih antara Raden Sulanjana/Sulandono dan Sulanjana. Nama mereka pun diabadikan dalam lagu kedua setelah lagu pertama “turun sintren” lirik kurang lebih seperti ini :

“Sulasih sulanjana… menyan putih pangundang dewa… ana dewa ganti sukma… bidadari temuruna…” (Sulasih dan sulanjana, semerbak kemenyan putih pemanggil para dewa, ada sang dewa yang berganti sukma turunlah sang bidadari…)

Alkisah,Sulanjana anak dari Ki Baurekso dan Dewi Rantamsari, Dewi Rantamsari sendiri konon adalah salah satu menteri/anak buah dari kanjeng ratu laut kidul yang diberi tugas menjaga daerah pesisir pantai utara. Sedangkan Sulasih berasal dari desa kalisalakdari keluarga sederhana.

Namun malang, Ki Baurekso menolak mentah-mentah permintaan Sulanjana untuk menikahi sulasih, rasa cinta yang begitu besar terpaksa harus diredam dan dibuang jauh.

Sulanjana kemudian diasingkan oleh ayahnya agar tak bisa lagi menemui sulasih, dalam pengasinganya sulanjana memutuskan untuk bertapa sampai moksa (menghilang masuk ke alam gaib), sedangkan sulasih memilih menjadi penari.

Tapi hubungan cinta mereka tidak berakhir, Sang Ibu dari Sulanjana Dewi Rantamsari mengatur pertemuan mereka melalui dunia gaib.

Setiap, pertunjukan tarian jasad sulasih dirasuki roh sang dewi rantamsari, dan roh sulasih bertemu dengan roh sulanjana, begitu seterusnya.

Sejak saat itulah pada setiap pertunjukan sintren sang penari bisa dirasuki roh dewi atau bidadari oleh pawangnya / dalangnya, dengan syarat si penari haruslah masih suci/perawan.

Begitulah kisahnya, tergantung dari sisi mana kita kan mulai melihat dan menilai sebuah kebudayaan. Kalau tak ingin kebudayaan sintren ini berpindah ke negeri sebelah dan lebih diapresiasi, tentulah kita tak akan membentur-benturkanya dengan isme lain diluar kebudayaan itu sendiri, cukup menghargai saja apabila keterbatasan membuat kita tak mampu mempelajari dan menjaga kebudayaan.

Biarlah orang-orang yang peduli menjaga dan melestarikan semuanya dan melakukan tugasnya dengan tenang dan aman. Kalau mau jadi pendukung jadilah pendukung yang baik, yang mau jadi penonton jadilah penonton yang baik.

Jayalah kesenian dan kebudayaan Indonesia. Tulisan Sebelumnya : 1. Sintren dan Mistisnya, Kesenian Rakyat Paling Indonesia (1) 2. Sintren dan Mistisnya, Kesenian Rakyat Paling Indonesia (2) 3. Sintren dan Mistisnya, Kesenian Rakyat Paling Indonesia (3)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun