Lahirnya kebijakan merdeka belajar berarti sebelumnya ada fenomena siswa dan guru tidak merdeka dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar, sederhananya demikian. Baik, mari kita amati sejenak praktik pembelajaran yang menggunakan pola lama.
Dalam tradisi pendidikan di Indonesia, tolak ukur siswa dianggap berprestasi saat SD sampai SMA adalah berdasarkan hasil Ujian Nasional (UN), sedangkan untuk kenaikan kelas adalah Penilaian Tengah Semester (PTS) dan Penilaian Akhir Semester  (PAS).
Nadiem mengakui bahwa sistim penilaian Ujian Nasional yang selama ini diterapkan, semua materi masuk, sehingga dengan banyaknya materi, jalan yang dilakukan siswa adalah dengan menghapal. Merujuk pada istilah'Merdeka belajar' jika dipahami secara makna kebahasaan menurut KBBI adalah:
1. Bebas (dari perhambaan, penjajahan dan sebagainya), berdiri sendiri.
2. Tidak terkena atau lepas dari tuntutan.
3. Tidak terikat, bergantung kepada orang atau pihak tertentu, leluasa.
Sedangkan makna belajar menurut KBBI adalah:
1. Berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu.
2. Berubah tingkah atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Makna merdeka yang relevan untuk konteks pembahasan ini adalah makna no.2 dan no.3. Dengan sistim Ujian Nasional, siswa sudah dinyatakan tidak merdeka dalam belajar menurut tinjauan bahasa.
Karena prestasinya diukur dari tuntutan nilai ujian, jalannya dengan menghapal materi. Guru juga tidak merdeka karena tuntutan itu membuat guru harus saklek sesuai tuntutan, memberikan materi dan soal yang banyak.