Mohon tunggu...
Siswo Budi Utomo
Siswo Budi Utomo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memberi Manfaat untuk Bekal Akhirat

Never stop dreaming

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apa yang Bisa Kita Harapkan dari Kebijakan Merdeka Belajar?

29 Desember 2019   08:34 Diperbarui: 21 Januari 2020   08:29 3671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam sebuah proyek pembangungan gedung diperkirakan memakan waktu sekian hari, dengan pekerja yang tersedia sekian orang, dengan beban kerja yang ada diperkirakan akan selesai dalam waktu sekian hari, tetapi karena hujan pekerjaan terhenti selama 2 hari, berapa tenaga kerja tambahan yang dibutuhkan untuk mengerjakan proyek tersebut? (soal matematika dalam latihan persiapan menghadapi Ujian Nasional, materi perbandingan, kelas VII SMP)

Disini penulis menyoroti bagaimana guru dalam mengajarkan materi dan latihan soal yang seringkali terjadi. Biasanya guru menyampaikan materi perbandingan dan memberikan variasi latihan soal, umumnya pembelajaran matematika seperti itu.

Tanpa guru sadari seolah sudah terbentuk sebuah pakem bahwa siswa diberikan materi, latihan soal yang banyak, nantinya dengan banyaknya latihan soal tersebut siswa menjadi terbiasa, hapal di luar kepala pola - polanya.

Entah berapa jumlah dan model kasus yang harus dipepersiapkan guru. (contoh di atas hanyalah salah satu model kasus yang pernah ada). Saking banyaknya materi (BAB), jumlah soal, dan model model soal, maka jalan menyampaikan dan memberi latihan soal yang banyak seolah menjadi praktik yang dibenarkan.

Aspek tersebut yang menurut kacamata penulis, ada hal - hal detail yang perlu diperhatikan oleh guru namun luput dari pengamatan guru.

Misalnya aspek mental image.  Mental image meliputi sampai seberapa jauh siswa bersinggungan dengan obyeknya, pernah melihat pemandangan atau kejadiannya, pernah terlibat dalam pengalaman menghitung gaji karena ayahnya seorang pemborong mungkin, sehingga perlu menghitung dana dan tenaga yang diperlukan.

Aspek aspek semacam itu sangat penting agar siswa seolah hadir, terlibat dalam kasus yang sedang dipelajarinya. Namun jika hal itu luput dari pengamatan guru maka bagi siswa kebanyakan, aspek konasinya menjadi belum terlatih, seolah soal tersebut hanya berlalu begitu saja, tidak menggelitik siswa untuk mencari tau latihan soal atau studi kasus dalam dunia nyata yang dia alami. Urusan siswa hanya soal -soal terkerjakan, mengerjakan tidak salah, nilai bagus, beres.

Bagaimana jika penulis mengusulkan ide metode kepengajaran guru, bagi anak anak yang masa masa perkembangan berpikir abstraknya belum seperti orang dewasa diperbanyak di aspek praktik?, mengenal lapangan secara langsung dan menemukan berbagai konsep dari sana, "mestinya menyenangkan bukan?" Dari lapangan mereka menemukan sesuatu yang baru, bahkan menemukan sesuatu yang tidak pernah terpikirkan oleh gurunya.

Namun pada praktiknya siswa - siswa tersebut mengenal konsep dari konsep yang sudah jadi. penulis tidak menafikkan adanya konsep yang tidak bisa menjadi studi lapangan, tetapi yang penulis jadikan penekanan disini adalah, mengapa harus dipukul rata dengan metode pembelajaran yang tidak membuat siswa terinternalisasi, sehingga hilang kemauan untuk mempelajari secara mandiri.

Yang siswa dapatkan di sekolah dengan model pembelajaran seperti yang lazim terjadi adalah aspek kognitif. Lalu bagaimana dengan potensi siswa pada asepek afeksi dan konasi? Jika metode pembelajaran pada level anak - anak yang belum terlalu mahir dalam analisis, lebih banyak praktik, dari metode studi lapangan, siswa akan mengetahui hal baru.

Kadang melalui pengalaman itu bisa menghadirkan kesan positif pada level afeksi dan konasi. Kesan bahwa meskipun belajar itu susah, tapi ada hal yang baru yang didapatkan oleh siswa, sehingga hal itu akan mendidik siswa untuk semangat menemukan konsep - konsep baru lewat kasus kasus baru yang ia dapatkan lewat pengalaman belajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun