Mohon tunggu...
Sista Safitri Laksanawati
Sista Safitri Laksanawati Mohon Tunggu... Guru - Khusus

Menulis untuk memuaskan jiwa dan menuangkan isi kepala...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Elegi Bocah Pesisir

1 November 2020   09:47 Diperbarui: 1 November 2020   10:18 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah Cerpen karangan Sista Safitri. L

Written since 30th September 'til 3rd October 2020

                                                                                  ELEGI BOCAH PESISIR


Desir ombak pantai riuh rendah pagi ini. Bergulung-gulung ombak menari-nari bersamaan dengan burung-burung yang terbang rendah, mentari masih malu-malu belum menampakkan gagahnya. Angin berhembus sangat bersahabat. Sebuah pagi yang damai.

Samin duduk sendiri dibibir pantai. Menunggu bapaknya kembali pulang dari melaut sejak semalam. Hanya beberapa orang yang mulai beraktifitas, beberapa ibu-ibu menjemur ikan didepan rumah, beberapa yang lain terlihat sedang mengobrol. Dari arah laut, beberapa perahu nelayan terlihat bergerak menuju ke tepian pantai. Mata Samin terus memperhatikan, namun belum terlihat olehnya perahu sang bapak. Samin masih duduk diatas pasir pantai, sendirian dengan sorot mata tertuju ke ujung lautan. Tak tau dia sekarang sudah pukul berapa. Yang dia tau hanyalah rutinitasnya tiap pagi selepas sholat subuh, pergi menuju ke tepian pantai, menanti bapaknya pulang melaut.

Sinar mentari sudah cukup terang, sudah sekitar sejam lebih Samin duduk sendiri. Kemudian, dari ujung tepian laut terlihat sebuah perahu berwarna merah-putih dengan bendera yang juga merah-putih berkibar dari kejauhan mendekati tepian pantai. Semakin lama semakin mendekat. Samin terhenyak dari lamunannya. "Ah, itu bapak pulang!", gumam bocah 12 tahun berperawakan tinggi kurus dan berkulit gelap itu sembari berlari menuju ke perahu milik mereka.

Seorang laki-laki paruh baya dengan topi caping dikepala serta baju usang penuh noda dimana-mana tersenyum, beliau bernama Pak Berkah, bapak Samin. "Samin, cepat sini bantu bapak", ujar laki-laki tersebut dari atas perahunya. Samin pun menjawab, "baik pak, apakah tangkapan bapak semalam banyak?", ucap Samin sembari naik ke atas perahu. "Ya, alhamdulillah cukup nak", jawab sang bapak dengan wajahnya yang tetap terlihat bersahaja meski menahan lelah.

Itulah gambaran kegiatan bapak dan anak tersebut hampir di setiap hari mereka. Pak Berkah akan pergi melaut pada malam hari, kemudian akan kembali pada pagi hari. Samin akan pergi ke pantai menunggu bapaknya selepas sholat subuh, duduk menunggu kedatangan bapak, kemudian akan membantu sang bapak menurunkan ikan dari perahu. Selanjutnya, mereka akan bergegas menuju ke pasar ikan atau tempat pelelangan ikan tak jauh dari bibir pantai untuk menjual hasil tangkapan Pak Berkah. Jika beruntung mendapatkan cukup uang, mereka akan segera pulang ke rumah, memberikan uang kepada Ibu untuk dibelikan beras ataupun keperluan lainnya. Jika tidak sampai laku semua, mereka akan membawa pulang ikan-ikan untuk nantinya bisa dimasak sendiri atau akan dikeringkan.

Beberapa ekor cakalang gemuk-gemuk, adapula tuna dan nampak beberapa ekor kakap merah serta makarel yang berhasil bapak tangkap semalam.

"Bapak, makarelnya jangan dijual ya, buat makan saja. Boleh kan?", tanya Samin sambil berjalan membopong keranjang ikan.

"Iya, makarelnya untuk kita makan saja", jawab bapak. "Asik, aku sangat suka makarel goreng, aku jadi lapar mau sarapan pak, hehe", guyon Samin. Bapak tersenyum. Ikan makarel memang ikan kesukaan Samin. Biasanya hanya digoreng dengan sedikit taburan garam saja, namun sudah mampu membuat anak itu makan dengan lahap. Jangan membayangkan ikan makarel dimasak dengan aneka bumbu seperti yang ada di restoran. Kehidupan nelayan pesisir sangat jauh dari kemewahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun