Konflik yang pelik dimulai dengan pembangunan alur yang nyaris sempurna. Dimulai dengan sebuah adegah sederhana, berebut kamar mandi di pagi hari. Belum sempat membersihkan sekujur tubuhnya, Moko sudah harus menghentikan aktivitas mandinya karena para keponakannya sudah antre mandi untuk berangkat sekolah. Semua itu ia lalui dengan tawa. Penuh keterbatasan tak selalu menyedihkan.Â
Keterbatasan Moko ditampilkan secara detail. Seperti sepatu tak layak pakai yang ia gunakan jelang sidang skripsi dan baju kucel bin robek-robek yang menemaninya di depan leptop. Namun lagi-lagi, visual itu tidak membuat Moko merasa sedih atau susah. Justru kebersamaan dengan keluarga yang membuat hari-harinya begitu sempurna.
Sebenarnya film ini tidak memberikan kesan mewah dalam semua sisi. Justru kesederhanaan dengan menampilkan keseluruhan secara natural membuat film ini terasa menghangatkan hati. Tidak perlu menyematkan efek suara yang berlebihan untuk mendukung cerita.Â
Mulanya di awal adegan, saya merasa film ini terlalu sepi dan hening. Hanya ada dialog para tokoh saja. Padahal, konflik yang dialami Moko begitu membuat hati dan pikirannya berisik. Namun saya mengartikannya lain. Keheningan yang ditampilkan adalah cerminan dari keputusan Moko untuk tidak membuat kebisingan di hati dan pikirannya mengambil alih.Â
Lebih spesial lagi karena menggunakan original soundtrack dari lagu-lagu milik Sal Priadi. Lirik yang puitis dan indah didengarkan. Penempatan pada setiap adegannya pas. Semakin membawa penonton terhanyut pada alur cerita.
Kesederhanaan dari dialog antar tokoh saja sudah membuat film ini terasa kaya. Misalnya saja hubungan yang dijalin antara Moko dengan Maurin. Tidak ada adegan sentuhan fisik yang berarti. Hanya dialog saling mendukung. Lalu bagaimana respons Maurin untuk ikut peduli dengan kondisi Moko. Itu semua sudah menunjukkan keromantisan pasangan ini. Maurin yang berusaha ikut terlibat untuk menyelesaikan masalah Moko. Dan Moko yang tidak mau menghambat mimpi-mimpi Maurin.
Lagi-lagi, Chicco Kurniawan memang selalu berhasil memerankan karakternya. Kini ia berhasil menjadi seorang kakak yang begitu banyak beban dalam hidupnya tetapi tak sedikitpun terlihat raut wajah merasa terbebani. Ia benar-benar menikmati dan ikhlas menjalani semuanya.
Diimbangi dengan karakter Maurin yang dibawakan oleh Amanda Rawles. Bak seperti malaikat tak bersayap yang membantu dan mewarnai kehidupan Moko. Amanda Rawles tampil cantik, anggun, dengan porsi yang pas. Seperti menyaksikan pasangan yang saling melengkapi.Â
Sebenarnya sosok Mas Eka, kakak ipar Moko, bikin geregetan sekaligus menampar semua orang. Diperankan oleh Ringgo Agus yang tampil dengan gaya songong khas Om-om menyebalkan di keluarga. Entah mengapa dalam satu keluarga, selalu saja ada sosok seperti Mas Eka. Tong kosong nyaring bunyinya. Seperti orang paling benar sendiri dengan segudang pencapaian dalam hidup.