Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Kejujuran, Mata Uang yang Tetap Berlaku hingga Akhir Zaman

9 Desember 2021   14:09 Diperbarui: 19 Desember 2021   11:45 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi catatan belanja (sumber gambar: https://m.dream.co.id)

Setelah Bapak tiada, usiaku mulai bertambah, dan belajar mencerna serta memahami tentang kegiatan beliau dan mengapa ibu tak berjualan es seperti tetangga, barulah saya mengerti maksud dan pembelajaran untuk mengatakan tidak pada korupsi.

Saat itu, pada masa kami masih tinggal di komplek perumahan pabrik gula, Bapak menjabat sebagai Kepala Masinis. Bukan pegawai penggerak lokomotif kereta api, melainkan istilah untuk menyebut pimpinan yang mengatur urusan kelistrikan di Pabrik Gula. Baik untuk operasional mesin pabrik, maupun suplai kelistrikan ke rumah-rumah karyawan dan lampu jalan. Kami tidak menggunakan listrik dari Perusahan Listrik Negara (PLN).

"Bapakmu patroli pagi, untuk memastikan bahwa semua warga di komplek rumah kita, disiplin memadamkan lampu di sekitarnya. Kenapa? Supaya hemat, awet, dan tidak digunakan semaunya, mentang-mentang listrik dari pabrik, gak bayar. Kan kalau boros, Bapak juga yang kena tegur dari pimpinan di atasnya." Demikian ibu pernah menjelaskan.

Baiklah, saya paham soal hemat energi dan awet, menjaga lingkungan yang takbisa tergantikan dengan energi lain. Kadang Pak Guru di sekolah juga mengajarkan hal itu.

Lalu, soal jualan es?

Sebenarnya, ibu pernah mengajukan keinginan tersebut kepada Bapak, karena mendengar pendapatan dari berjualan tersebut cukup lumayan di masa itu. "Kamu tahu apa jawaban Bapakmu?" Aku menggeleng.

"Jangan mentang-mentang Bapak ini Kepala Masinis yang pegang urusan listrik terus Ibu sebagai istri malah mau pake fasilitas pabrik buat kepentingan sendiri. Emangnya mau, hasil jualan es pake listrik pabrik, kamu setorkan ke bendahara kantor?"

Say terdiam mendengar cerita Ibu. "Bapakmu gak mau korupsi, Nduk. Meski hal sepele dan dianggap wajar bagi orang lain, tapi tidak bagi Bapak. Beliau gak mau kita mendapatkan uang dari hasil mencuri. Iku podho wae nyolong fasilitas yang bukan kepentingan kita." Kami pun berpelukan mengenang obrolan itu di masa remaja.

Selebihnya, saya sering mendengar dari obrolan ibu dan kakak, mengapa jabatan Bapak hanya sampai di situ dan jarang mendapatkan promosi atau pergiliran tempat bertugas di pabrik gula lainnya, itu karena Bapak memegang teguh prinsipnya pada kejujuran kerja, yang belum tentu di terima baik oleh kawan sejawat kala itu.

***

Ilustrasi catatan belanja (sumber gambar: https://m.dream.co.id)
Ilustrasi catatan belanja (sumber gambar: https://m.dream.co.id)

Saya sangat terkesan dengan kebiasaan ibu, yang dilakukannya sejak saya balita hingga kuliah. Mencatat masuk-keluar uang di buku khusus. Ya, catatan belanjaan harian dan catatan keperluan sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun