Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

100 Keping Koin MangPe, Salam Tempel dalam Balutan Dompet Plastik Toko Emas

9 Mei 2021   07:47 Diperbarui: 9 Mei 2021   18:12 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setumpuk koin (ilustrasi gambar: tirto.id)

Waaaaah, begitu ada topik pilihan SALAM TEMPEL, saya langsung teringat kenangan yang sungguh takkan pernah saya lupakan. Salam tempel lebaran yang membuat saya berasa 'kaya mendadak'.

Masa kecil yang menyenangkan, sebagai anak bungsu yang berlimpah perhatian. Pun saat lebaran, ada saja kado berhampiran menyapa saya. Entah dari kawan ayah, sahabat ibu, juga tante, oom, pakde, bude dan pastinya dari Mbah Putri, ibu dari ayah saya.

Saat itu kami sekeluarga tinggal di desa industri Pabrik Gula. Keluarga besar ayah berada di ibukota Jawa Tengah. Sudah pasti setiap lebaran pada hari kedua atau ketiga, kami bersilaturahim ke rumah Mbah Putri, tempat berkumpul seluruh saudara ayah, ipar beliau dan pastinya saya bertemu dengan sepupu-sepupu.

Suka cita dan kegembiraan terpancar dari wajah-wajah keluarga eyang. Tradisi sungkeman kepada beliau pun turut memeriahkan suasana. Haru meliputi dengan saling memaafkan, berpelukan erat meleburkan rindu dan pengobat lara yang mungkin pernah dirasa. Juga berbaur tawa karena leburnya kesedihan dan saling cerita kelucuan lainnya.

Pun kami para cucu mendapat giliran yang sama untuk sungkeman dengan Mbah Putri. Kami antri panjang bagai kereta api. Maklum, keluarga ayah ada sepuluh bersaudara, jadi keponakan beliau juga cukup banyak. Mbah Putri dengan senang hati menerima sungkem dan salam kami. Takbosan mencium satu per satu cucu-cucunya.

Setelah sungkeman selesai, berbaurlah seluruh keluarga menikmati hidangan. Saya pun bermain dengan sesama sepupu yang seumuran. Kala itu saya umur 7 tahun, kelas dua sekolah dasar. Mbah Putri yang anggun dengan sanggul dan kebayanya, tiba-tiba memanggil saya.

"Sis, sini, Nduk!" Beliau berseru riang sambil melambai ajakan. "Dalem, Mbah?"*) sahut saya sopan dan mengikuti langkah beliau menuju ruang makan yang penuh sesak dengan keluarga yang sedang menikmati suguhan makanan.

"Iki nggo kowe ya, Nduk**). Simpen, ditabung." Beliau mengambil telapak tangan saya, meletakkan dompet plastik merah jambu ukuran sedang. Berkancing tempel, sampulnya bercetakkan nama toko emas. Lalu beliau mengatupkan telapak tangan saya satunya pada dompet tersebut. "Ojo ilang, soko Mbah.". Rona wajah sepuhnya berseri, tangannya yang lembut mengusap rambut. Saya pun mengiyakan, tanda bahwa pemberiannya harus disimpan baik-baik.

Sedikit mengernyitkan dahi, saya berlalu dari si Mbah. 'Kok berat, ya. Opo tho isine?' 

Saya mampir salah satu kamar, duduk di tepi ranjang. Membuka dompet tersebut, dan... olalaaaa! Mata saya terbelalak saking takjubnya!

Puluhan koin mangpe' yang begitu banyak!

Waah, saya belum pernah punya uang sebanyak itu. Sehari-hari sekolah pun belum tentu punya uang jajan. Karena lebih sering bawa bekal sendiri dari rumah. Senyum saya mengembang lebar. Senang bukan kepalang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun