Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Diary

Maka Nikmat Tuhanku yang Manakah yang Kudustakan, Ry?

24 Januari 2021   11:48 Diperbarui: 24 Januari 2021   11:53 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangis haru penuh syukur (Ilustrasi gambar http://embunsayang.blogspot.com)

Assalamu'alaikum, Diary.
Empat hari lamanya kita taksua.
Kau tak kedinginan di sudut ruangan kamarku, kan?
Belakangan hari hujan terus mengguyur.
Semoga kau tetap hangat diantara kawan buku.

Diary, beberapa waktu lalu aku sempat melow, karena perasaan dan pikiran yang campur aduk, jelang kontrol kesehatan mata. Itu karena ketakutanku sendiri, membayangkan tahapan saat pengecekan detail pada retina.

Sabtu sore kemarin, adalah kontrol kedua pada dokter di klinik yang kudatangi. Paramedis menyambut dengan ramah, seperti biasa melakukan prosedur kesehatan dan administrasi. Lalu sesuai surat kontrol sebelumnya, mereka melakukan tahap pertama yaitu meneteskan obat pada kedua mataku, tujuan agar pupil mataku membesar.

"Ibu, seperti yang kita sampaikan sebelumnya, nanti akan terasa agak kebas, ya. Perlahan-lahan kemungkinan akan silau pada cahaya dan lebih buram penglihatannya."


Aku mengangguk, berusaha tenang dengan prosedur yang kujalani, sembari menggegam tangan suami, ia senantiasa menemaniku, Ry.
Semoga romantisnya gak cuma saat aku sedang begini.


Buram penglihatan? 

Aih, sudah dua pekan aku tak melihatmu dengan jelas, apalagi ditambah dengan obat tetes yang baru saja membasahi netraku? Aku hanya bisa terdiam dan menyulut dzikir di hati.

Oh, rupanya momen keterdiaman menunggu jeda reaksi obat, kami manfaatkan berbincang dari hati ke hati, Ry. Belahan jiwaku berbagi rasa dan kecemasan, tentang dirinya, diriku, dan anak semata wayang kami.
Tumben, sore itu aku menjadi pendengar yang baik untuknya. Taksepatah kata meluncur dari bibirku, selain linang airmata haru, plus memang obat tetesnya pedih, Ry!

Diary, hampir dua jam kami menunggu panggilan ke ruang dokter, dan tiga kali mataku di tetes oleh paramedis.
Saat sholat maghrib berjamaah, kupanjatkan doa pada Rabb-ku, agar kiranya Ia perkenankan harpan kami, dan dimudahkan segala urusan hari itu. Apapun keputusannya, semua adalah atas izin-Nya.

Aku baper, Ry, rasa haru menyelimuti, retina dan korneaku baik-baik saja. Alhamdulillah. Dokter mantap mengizinkan aku menggunakan alat bantu penglihatan, Ry. Rasa syukur meluncur, tangis bahagia pecah.

Selama dua pekan pengobatan di rumah melalui resep dokter, mataku sembuh dari infeksi. Namun tetap menorehkan sejarah, ada sedikit baret-baretnya, nih. Aku harus lebih berhati-hati dalam menggunakan lensa korektif lembut yang biasa kukenakan.

Diary, aku bilang ke dokter dengan sedikit terisak,

 "Dok, terima kasih atas dukungannya. Keinginan saya yang utama hanya satu, Dok. Allah mengizinkan saya utk tetap bisa bertilawah. Rindu mengaji dengan tatapan mata yang lebih jelas dan tajam, dan bisa kembali mengajar dan menulis lagi. Saya belum tentu sanggup membaca menggunakan huruf Braille, semoga Allah takmencabut nikmat penglihatan ini."


Ry, Bu Dokter baik banget. Beliau menguatkanku. Aku akan mempertimbangkan saran-sarannya untuk tindakan berikutnya bagi kesehatan mataku. Butuh mental lebih kuat untuk pengobatan berikutnya.

Sepanjang perjalan pulang, sungguh aku sadar, nikmat mana lagi yang kudustakan dari penglihatan ini? Bibir berucap taubat, mohon ampun kepada Allah, atas lalaiku selama ini. Dia masih sayang padaku dengan cara-Nya, Ry.

Di atas motor kupeluk kekasihku, Ia menggenggam jemariku ditengah menstabilkan laju kendaraan. Kami sempatkan makan malam  berdua. Meski takjelas memandang semangkuk Coto Makassar di hadapan, tapi sedapnya kusyukuri di setiap kecapan lidah.


Diary, doakan aku ya.
Agar aku bisa selalu bersapa denganmu, berbagi kisah dan cerita. Sampai disini dulu. Adzan Zuhur sejenak lagi berkumandang. Izinkan aku menyambut panggilan Rabb-ku.

Wassalamu'alaikum, Diary.
Harap sua denganmu lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun