Usianya belumlah tepat genap lima tahun.
Pagi yang cerah dengan udara yang segar, mentari baru saja menapak sedikit demi sedikit dari peraduannya di ufuk timur. Sinarnya yang menghangati bumi, mulai merambah ke rerumputan dan dedaunan yang berembun. Bahkan menyeruak diantara kisi-kisi jendela kamar dan teras belakang rumah. Kicau burung dan suara kokok ayam makin menyemarakkan suasana. Nyanyian riuh rendah diantara mereka bersautan adalah ritual  pagi yang mengawali aktivitas kami.
Sedari usai subuh Daniar sudah bangun. Semangat melihat semua kakaknya sudah rapi mengenakan seragam sekolah. Ayahnya pun demikian, sudah tampil necis dengan balutan seragam kantor. Mereka duduk bersama untuk sarapan pagi.
"Nduk, cepet mandi ya! Biar wangi. Ingat, gosok gigi yang bersih! Sabunnya jangan buat mainan lagi di ember, malah kotor. Airnya sudah Ibu siapkan, tuh." Suara lembut pada anak bungsunya di seberang ruangan, mengiringi cekatan tangannya ketika menuangkan teh hangat ke dalam gelas-gelas di meja makan.
Daniar mengacungkan jempolnya. Dengan lincah segera ia mandi dengan riang. Rambut panjang sedikit ikal di bagian bawah, dikucirnya agar tak ikut basah.
Benar, Ibu sudah menyiapkan keperluan mandinya. Ia belum bisa menggapai air dalam bak. Maklumlah, tubuhnya yang masih imut dan mungil ini, mana bisa mengambil sesuatu yang posisinya sangat tinggi menurut ukurannya. Daripada malah teriak-teriak minta tolong ambilkan ini dan itu.
Sekilas dari kamar, ia mendengar suara kakak-kakak berpamitan kepada Ibu dan Bapak. Mereka harus segera berangkat karena bis sekolah sudah menunggu. Mbak Laras dan Mbak Tiya bersekolah di kota yang jaraknya setengah jam perjalanan dengan moda transportasi itu. Sedangkan Mbak Widi bersiap menyambut kawan-kawan yang ditemuinya diperjalanan dengan sepeda kesayangannya. Jarak sekolah dekat saja, bersebelahan dengan lapangan sepakbola milik Pabrik Gula. Ya, keluarga bersahaja ini tinggal di sebuah rumah dinas perkebunan tebu.
Daniar juga mendengar Bapak mulai menyalakan vespa-nya, siap dipanaskan dulu sebelum digunakannya menuju kantor.
Usai mandi dan mengenakan pakaian yang bagus, bocah periang ini pun bergegas sarapan dengan lauk telur dadar masakan Ibunya. Ditambah dengan sayur sop yang hangat, mengunyah irisan wortel dan kentang di dalam mulut, rasanya sedap sekali. Daniar makan dengan lahap. Sesekali mengigit kerupuk bersamaan.
Bapak menghampirinya, mengecup kening, "Sing pinter ya, Nduk! (Yang pinter ya, Nak)" pesan Bapak. Si Bungsu tertawa senang dengan ritual yang dilakukan setiap kali bapaknya berangkat kerja. "Nggeh, Pak. Nanti malam mendongeng lagi ya!" pintanya manja sembari mengacungkan jempol. Bapak hanya tersenyum, lalu menerima salam cium tangan dari istrinya.