Mohon tunggu...
Susilawati
Susilawati Mohon Tunggu... Dosen - Penggiat Medsos. Sadar Berbangsa dan Bernegara. Jadilah pemersatu.

Penggiat Medsos. Sadar Berbangsa dan Bernegara. Jadilah pemersatu.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Polisi Berasal dan Bagian dari Rakyat

11 Oktober 2020   13:00 Diperbarui: 11 Oktober 2020   13:04 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Mengikuti perjalanan negri yang sangat dinamis khususnya memasuki masa reformasi tahun 1998 saat kejadian demo besar-besaran yang menurunkan pemerintahan orde baru.

Jika sudah turun rakyat ke jalan untuk memprotes pemerintah yang dianggap sudah tidak bisa menjalankan pemerintahan dengan baik, maka tugas polisi terdepan untuk mengawal gelombang massa yang terus mengalir agar tidak berkembang dan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti membakar fasilitas umum atau gedung perkantoran maupun penjarahan serta perilaku lainnya yang merugikan masyarakat umum.

Polisi yang memiliki tupoksi sebagai penjaga keamanan publik dan ketertiban umum dengan bekal yang mumpuni bergerak untuk menghalau para demonstran yang terus melakukan penyerangan terhadap gedung DPR/MPR saat itu.

Dengan perlengkapan utuh melindungi diri bagi mereka agar tidak terkena pukulan atau lemparan batu dari para demonstran seperti, helm, tameng, alat pentung, gas air mata, water canon dan lain-lain.

Jika sepanjang para pendemo dapat melakukan demo dengan tidak anarkis tentu polisi tidak akan melakukan upaya represif. Umumnya jika sudah berkumpul orang dalam jumlah besar di waktu dan tempat yang sama, apalagi jika orang-orang tersebut usia muda maka akan sulit mengendalikan keadaan/lingkungan untuk tidak melakukan perusakan jika terjadi gesekan antara pendemo dan polisi

 Dalam tayangan televisi yang disiarkan langsung terlihat para demonstran sudah keluar dari nilai/spirit perjuangan awalnya, secara membabi buta justru menyerang polisi dan menganggap polisi lah musuh mereka karena menghalangi upaya mereka untuk menyerang dengan sangat berani, menghancurkan mobil polisi, membakar pos-pos dan kantor polisi.

Begitu juga saat kejadian di depan gedung badan pengawas pemilu (Bawaslu) lalu saat diumumkannya pemenang pemilihan presiden (pilpres) tahun 2019, massa bergerak sangat banyak karena menganggap keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu curang.

Polisi menghadang gerakkan massa agar tidak lebih banyak lagi berkumpul yang dikhawatirkan akan menyulitkan untuk terhindar jika terjadi gesekan massa dan polisi. Pola yang sama seperti tahun 1998 terjadi lagi, massa justru menyerang polisi saat mereka dihalau karena jam demo sesuai izin sudah berakhir.

Begitu pula saat terjadi demo massa baru-baru ini akibat keputusan Undang-Undang (UU) omnibus law yang tidak mencerminkan aspirasi buruh/tenaga kerja/masyarakat. Akibatnya terjadi gejolak masyarakat yang merasa tergerus haknya dan dirasakan dalam situasi sulit akibat wabah pemerintah tidak menunjukkan sikap empati kepada rakyat.

Kaum buruh turun ke jalan dalam jumlah besar untuk melakukan aksi protes dengan berdemo, dalam keadaan seperti ini sulit tidak disusupi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab karena banyak terlihat dan tertangkap oleh polisi anak-anak usia muda antara 15-19 yang melakukan pembakaran dan pengrusakan fasilitas umum dan bangunan di area publik selain itu mereka juga menyerang polisi.

Anak-anak SMP dan SMA yang tidak begitu mengerti dan paham apa yang diperjuangkan dalam aksi demo tersebut ternyata hanya ikut dengan ajakan teman dan dari media sosial.

Akibatnya kerusakan yang dilakukan para anarko tersebut sangat merugikan, seperti yang terjadi di DKI Jakarta terbakarnya beberapa halte dan fasum lainnya diperkirakan kerugian mencapai Rp. 65 milyar belum termasuk kerugian immaterial seperti korban luka dari pihak pendemo dan petugas kepolisian.

Rangkaian kejadian demo seperti ini selalu menjadikan polisi sebagai sasaran mereka, padahal polisi harus menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai penjaga keamanan publik/masyarakat, agar terminimalisir dampak buruk lebih besar dan demo anarkis dapat berhenti.

Namun karena polisi yang memiliki tugas berhadapan langsung dengan para pendemo agar terhenti tindakkan yang merusak dengan cara menghalau mereka dengan gas air mata atau menyemprot air dengan water canon agar terpecah kumpulan mereka dan mundur. Upaya ini kadang berdampak luka pada para demonstran dan disinilah polisi sering disalahkan oleh masyarakat yang dianggap bukan melindungi tetapi justru melukai rakyat.

Polisi itu juga rakyat, jika semua sadar dan mau membuka pikiran, pada akhirnya rakyat dengan rakyatlah yang diadu/dibenturkan sebenarnya (para pendemo dengan polisi).

Saat terjadinya kerusuhan atau bentrok sulit menghindari sikap tidak agresif dan saling pukul atau menendang walau itu tidak diharapkan karena terpancing suasana. Sebaiknya menjauh dari kondisi seperti ini daripada jadi sasaran ketidak sengajaan dari keadaan yang tak terkendali.

Menjadi pertanyaan berikutnya, mengapa hingga kini pola berdemo belum mengalami perubahan lebih damai, tertib agar dapat fokus pada apa yang diperjuangkan. Dulu Demo identik dengan kekerasan seharusnya saat ini lebih memiliki kesadaran sebagai warga negara yang memiliki peran dan tanggung jawab sama harus menjaga sikap dan perilaku.

Apakah menyenangkan melakukan tindakkan demikian seolah-olah dalam keadaan perang melawan musuh sehingga sikap heroik mereka muncul dan mereka sangat menikmati suasana tersebut tetapi dengan mengorbankan pihak-pihak lain.

Dalam hal ini para buruh/tenaga kerja yang demo juga keberatan jika demo mereka disusupi hal demikian, secara tidak langsung memalukan mereka padahal mereka sudah tertib dalam melakukan aksi demo.

Wajar saat ini jika para pelaku perusakan tersebut ditangkap polisi serta ditahan dan diberikan sanksi tegas serta untuk mengetahui motivasi mereka ikut demo dan siapa yang menggerakkan mereka, hampir merata jawaban mereka tidak paham dengan apa yang diperjuangkan.

Jika sudah begini seringkali polisi jadi sasaran kemarahan masyarakat karena terlihat polisi memukuli para  pendemo, masyarakat hanya melihat sepihak bahwa polisi tidak akan melakukan tindakkan demikian jika tidak dimulai dari pendemo.

Polisi juga rakyat, mereka memiliki rasa kebatinan yang sama dengan masyarakat umumnya oleh karena itu yang dilakukan polisi dalam batas wajar atau SOP, tapi jika ada korban luka berat sulit terhindar dalam situasi riskan begini biasanya ada satu dua kejadian, secara umum sudah tepat.

Tupoksi yang berbeda dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI), TNI menjaga keamanan nasional (lebih luas dan menyeluruh), yaitu menjaga dan melindungi kedaulatan bangsa dan negara, keutuhan wilayah serta keselamatan bangsa dari serangan yang muncul dari luar negeri seperti invasi militer maupun dari dalam negeri seperti separatis, teroris dan radikalisme.

Selama polisi sebagai penjaga keamanan publik masih bisa mengatasi keadaan maka TNI tidak diturunkan, namun jika diperlukan atas beberapa pertimbangan maka akan diturunkan untuk memback-up polisi. Kemunculan TNI sejauh mback-up itu terlihat baik karena mereka belum melakukan upaya gerakan yang dibutuhkan, sehingga kadang masyarakat mengatakan mereka berpihak pada TNI.

Prinsipnya polisi dalam posisi bertahan tergantung dari sikap para pendemo, jika mereka bisa tertib maka polisi hanya berjaga-jaga, namun jika sudah mulai anarkis maka polisi bergerak untuk menghalau dan menindak mereka, dan jika keadaan semakin genting maka TNI akan ambil alih, jika sudah TNI yang ambil alih maka keadaan bisa makin mengkhawatirkan, ini yang harus dipahami masyarakat Indonesia untuk dihindari.

Bagi masyarakat Indonesia saatnya membuka pikiran agar tidak mudah terprovokasi dan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, agar jika melakukan demo lakukan dengan tertib dan bagi anak-anak sekolah jika memang tidak mengerti apa maksud dan tujuan demo sebaiknya tidak usah ikut jika hanya bermaksud merusak.

Para orangtua juga harus peduli dan memiliki tanggung jawab terbesar untuk mengawasi anak seusia mereka jika ada tanda-tanda akan terjadi demo untuk mengingatkan putra-putranya agar tidak terlibat dalam aksi yang akan merugikan mereka sendiri dalam arti bisa saja mereka jadi korban luka dari kondisi tersebut.

Jika sudah demikian sulit mencari dan menentukan siapa yang salah dan benar dan cukup merepotkan serta memalukan orangtua akhirnya. Sangat perlu mengapresiasi dan menaruh hormat besar kepada Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) karena selalu mampu menunjukkan kinerja terbaiknya dalam menghadapi kericuhan di ruang publik masyarakat.

Tidak perlu berkecil hati atas penilaian mereka yang sering menyakitkan setelah kerja keras tersebut, karena secara umum masyarakat belum memahami fungsi dan peran polisi. Dukungan besar harus diberikan kepada polisi agar lingkungan keamanan publik terus terjaga baik sehingga kerusuhan tidak meluas dan berlarut-larut.

Terpenting spirit polisi dalam penegakkan hukum, menjaga ketertiban umum, sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat tetap tinggi dan baik dirasakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

TNI dan POLRI adalah sebagai komponen utama dalam pertahanan negara Indonesia, mereka terdepan sebagai penjaga perdamaian. Tulisan ini sebagai bentuk apresiasi dan simpati kepada POLRI khususnya atas upaya dan pengorbanan mereka dalam menjaga keamanan di ruang publik sehingga masyarakat dapat menjalankan aktivitasnya masing-masing dan produktif.
Bangga !!!

Jakarta, 11 Oktober 2020
Dr. SusiLawati M.Han
Wakadep Luar Negeri dan Keamanan Nasional DPP PD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun