Mohon tunggu...
Hasna A Fadhilah
Hasna A Fadhilah Mohon Tunggu... Administrasi - Tim rebahan

Saya (moody) writer. Disini untuk menuangkan unek-unek biar otak tidak lagi sumpek.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lebih Baik Nambah daripada Menyisakan

26 Juni 2018   15:51 Diperbarui: 26 Juni 2018   18:07 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemandangan di atas adalah hal yang jamak ditemui di sebuah tempat makan besar di daerah Pantura. Rumah makan ini bukanlah restauran biasa.

Disini mereka tidak hanya melayani pengunjung yang datang untuk makan, tetapi juga penumpang bus antar kota dan antar provinsi. Dengan ribuan orang yang harus dilayani, tak heran kita akan mudah menemukan tumpukan piring dan gelas di berbagai sudut, termasuk di atas meja-meja makan yang ditinggalkan oleh penumpang.

Selain jumlah karyawan yang tidak seimbang dengan banyaknya pengunjung yang datang. Hal lain yang menurut saya agak menyedihkan adalah banyaknya makanan yang terbuang oleh restoran ini tiap harinya. Sebagian besar penumpang, saya lihat, kerap kali mengambil begitu banyak nasi dan sayur, namun akhirnya mereka yang terlalu kenyang, ujung-ujungnya membuang apa yang sudah mereka taruh di atas piring.

Menyisakan makanan di warung, pesta pernikahan, dan tempat lain, bagi kita bukanlah hal yang baru. Maraknya makanan yang terbuang percuma bahkan menempatkan Indonesia sebagai negara kedua setelah Arab Saudi yang dijuluki 'food waster'. Alih-alih fakta ini membuat banyak orang mengubah kebiasaannya, di berbagai acara justru banyak orang yang memang sengaja menyisakan makanan agar tidak terlihat 'gragas' atau rakus di mata orang lain. 

Tradisi tersebut, dianggap sebagai upaya untuk menjaga harga diri, dan (katanya) agar terpandang lebih elegan saat makan bersama. Justifikasi yang akan membuat banyak orang kurang beruntung geleng-geleng kepala. Dibandingkan dengan kita yang masih bisa makan dengan lahap tiga kali sehari, orang-orang miskin di Indonesia berjibaku untuk dapat memenuhi gizi sesuai standar. Berdasarkan data dari International Food Policy Research Institute (IFPRI), Global Hunger Index kita mencapai angka 22 atau di level serius yang memerlukan perhatian lebih dari pemerintah. Indikator tersebut dinilai dari kondisi kekurangan gizi seluruh penduduk, berat badan dan tinggi anak di bawah lima tahun, dan angka kematian anak sebelum mencapai usia lima tahun.

Meski Angka GHI Indonesia terus mengalami penurunan, namun harus dilihat secara spesifik bahwa lebih dari 19 juta penduduk Indonesia masih kekurangan gizi. Bahkan 2 hingga 3 anak dari setiap 100 anak, meninggal sebelum berusia 5 tahun. Hal yang ironis, mengingat bahwa sebagian dari penduduk kita terus membuang-buang makanan dengan entengnya.

Nah, melihat kondisi yang memprihatinkan tersebut, upaya 'A blessing to share', sebuah organisasi nirlaba yang mendistribusikan makanan lebih dari pesta pernikahan, patut untuk diapresiasi. Tidak hanya membantu mengurangi sampah makanan ibukota, mereka juga membantu kaum papa untuk mendapatkan makanan bergizi yang biasanya hanya dinikmati golongan kaya. Bagi Kompasianer yang berencana mengadakan acara dan tidak ingin membuang-buang santapan dengan percuma, silakan kontak mereka di link berikut: https://ablessingtoshare.bridestory.com/contribute. 

Harapan ke depannya, semoga gerakan seperti ini bukan hanya terpusat di ibukota saja, tapi juga di daerah lain. Kalaupun kita belum mampu berbagi, paling tidak kita perlu mulai membiasakan untuk tidak menyisakan makanan yang kita ambil. Bukankah lebih baik nambah makanan dan dihabiskan, daripada membuangnya dengan sia-sia?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun