Apa yang terbayang di benak kita kalau mendengar tentang Aceh? Yang pasti dulu bayangan saya Aceh itu tidak aman, karena adanya konflik  antara TNI dengan GAM. Tetapi saat saya liburan ke Banda Aceh-Sabang, tanggal 17-20 November 2018 kemarin, semua bayangan yang saya rasakan tersebut sirna. Orang-orangnya begitu bersahabat.
Tanggal 17 November 2018, jam 10.35 kami menginjakkan kaki di Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda. Perjalanan dari Jakarta ke Banda Aceh, memakan waktu 2jam 50 menit. Â Udara begitu menggigit saat kami keluar dari tempat ber AC yang ada di bandara.Â
Sampai di depan bandara sudah ada teman kami, Wibendi, yang memang tinggal di Aceh & Wiwi yang sudah sampai dari Medan jam 09.00.Â
Sambil menunggu mobil yang akan mengantar kami keliling Banda Aceh, kami melepaskan penat di depan bandara sambil memesan minuman dan kebetulan sehari sebelumnya ada teman kami, Nova, yang ulang tahun dan ada teman kami, Vanessa, yang membawakan bolu.Â
Jadinya kami merayakan sebentar pertemuan kami ini sambil berfoto dengan yang berulang tahun
Setelah mobil jemputan datang, kami pun beranjak ke "Mie & Nasi Goreng Bardi" untuk makan siang. Pesanan kami adalah Mie udang kepiting yang sudah tersohor kenikmatannya.
Setelah perut kenyang, maka kami pun beranjak untuk segera menuju tempat-tempat wisata yang ada di Banda Aceh ini. Tempat-tempat di Banda Aceh yang telah kami datangi adalah:
Masjid Raya Baiturrahman
Bangunan utama masjid ini berwarna putih dengan kubah berwarna hitam. Bangunan utama masjid ini dikelilingi oleh tujuh menara yang juga memiliki kubah hitam diatasnya.Â
Masjid Raya Baiturrahman ini sudah menjadi ikon wisata yang sayang untuk dilewatkan. Â Dari yang saya baca, Â bagi yang bukan beragama Islam, boleh masuk ke Masjid Raya Baiturrahman, hanya harus memakai kerudung dan untuk yang laki-laki harus memakai celana panjang.
Kami hanya mengambil foto di depan gerbang Masjid Raya Baiturrahman. Kesan saya terhadap Masjid Raya Baiturrahman adalah keren dan megah. Jujur saya ikut bangga dengan kemegahan Masjid Raya Baiturrahman ini.
Museum Tsunami
Tidak jauh dari Masjid Raya Baiturrahman adalah Museum Tsunami. Museum ini dibuat untuk mengenang peristiwa tsunami 2004 yang telah menewaskan ratusan ribu orang dan merusak banyak rumah, sekolah dan fasilitas umum.Â
Museum ini tidak hanya berfungsi sebagai monumen peringatan, tetapi juga sebagai tempat perlindungan dari bencana tsunami.
Museum Tsunami ini dirancang oleh H. Mochamad Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat sejak 5 September 2018. Bila diperhatikan dari atas, museum ini merefleksikan gelombang tsunami, tapi bila dilihat dari samping (bawah) tampak seperti kapal penyelamat dengan geladak yang luas.
Berikut penampakan museum Tsunami:
Pantai Lampu'uk
Pasirnya putih halus. Dibagian sebelah kanan dan kiri terdapat pepohonan hijau, dengan ombak yang menggulung ke tepi pantai. Â
Terdapat banyak pondokan yang bisa dijadikan tempat berteduh untuk menikmati hempasan ombak dan aroma air laut. Tidak perlu membayar untuk duduk di pondokan tersebut.Â
Dan kita juga bisa memesan kelapa sebagai pelepas dahaga sambil menikmati pemandangan yang indah di depan kita..Diatas  pondokan  ada  dipasang  jaring  hitam  sehingga  tidak  terasa  panas.  Recommended  untuk  beach  lover!
Sangat sulit memang membayangkan betapa kapal seberat dan sebesar tersebut dapat terseret sampai ketengah kota, tetapi memang demikian kenyataannya. Bencana alam memang tidak dapat kita prediksi kekuatannya.
Dari yang saya baca, hanya 1 orang yang selamat dari 11 awak kapal dan beberapa warga yang berada diatas kapal. Menurut cerita orang yang selamat tersebut, waktu tsunami terjadi dia lagi tidur.Â
Ia baru sadar setelah kapal sudah terombang ambing dibawa gelombang sampai ke tengah kota.
Sekarang kapal PLTD Apung ini dijadikan sebagai museum. Di dalam kapal tersebut ber AC. Di dalam kapal pengunjung dapat melihat video dan membaca tentang seluk beluk kapal dan penyebab terjadinya tsunami.Â
Kapal kayu 30meter tetap dibiarkan bertengger di atas atap sebuah rumah. Â Daerah ini menjadi lokasi wisata bagi mereka yang ingin melihat kedahsyatan tsunami 26 Desember 2004 tersebut.Â
Sebanyak 59 orang selamat dalam boat kayu tersebut sewaktu tsunami menerjang. Nama-nama mereka dipajang dalam bentuk plakat di bawah boat.
Kalau ke Aceh tentu tidak luput untuk sekalian wisata kuliner. Untuk tulisan kulinernya akan di sambung di artikel berikutnya.
 Apakah ada yang tertarik untuk wisata ke Banda Aceh?
Jakarta, 26 November 2018
Salam,
Sisca Dewi
Â