"Kucing hitam itu begitu menyeramkan. Matanya tajam seperti mata setan. Suaranya memilukan dan menyayat hati, seperti lolongan alam baka."
        Aku menatap Nona Missy dengan skeptis. Dan ia menyadarinya, "Anak muda, jangan menganggap aku berhalusinasi! Kucing hitam itu sungguh ada."
        Nona Missy mendengus dan melanjutkan, "Hingga sekarang bulu romaku merinding jika membayangkan kucing itu berada begitu dekat denganku. Aku bisa merasakan hawa kejahatan yang muncul dari kedua mata yang bersinar kelabu." Tiba-tiba Nona Missy tersentak, "Anehnya, warna matanya kelabu persis matamu! Apakah mata kirimu juga dikutuk setan?"
        Senyumku berhasil menenangkan hati Nona Missy yang resah. "Apakah Nona pernah merasa terhipnotis jika kucing hitam itu muncul?"
        "Tubuhku kaku dan perasaanku seperti mati. Ya, kau benar. Pasti aku terhipnotis karena tubuhku bergerak sendiri. Aku tak bisa mengendalikan diriku jika ia ada di hadapanku."
        "Biasanya, ia menampakkan diri jam berapa?"
        "Sebentar lagi."
***
        Aku terbangun ketika jam kuno berdentang 12 kali. Untuk sesaat, aku lupa berada di mana. Ternyata aku tertidur di rumah Nona Missy. Aku harus pamit pulang sekarang. Tak patut seorang pria tidur di rumah perempuan, walaupun usia kami berdua terpaut jauh.
        Di mana Nona Missy? Ah, itu dia. Apa yang sedang ia lakukan? Ia menghadap tembok sehingga aku tak bisa melihat mimiknya. Dari belakang, bahunya terlihat begitu kaku, persis seperti kawat besi yang direntang paksa.
        "Nona Missy, Nona baik-baik saja?"