Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Agar Anda Menjadi Pendengar yang Baik dan Menyenangkan Orang Lain

23 Februari 2017   16:53 Diperbarui: 24 Februari 2017   18:00 4222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Florida Medical Hearing Centers

Apakah Anda masih bersedia mendengar pembicaraan orang lain? Apalagi di tengah popularitas media informasi dan teknologi gadgetyang melengketi dan melengkapi.

 Lalu, bagaimana Anda sebagai orangtua misalnya menyampaikan pesan kepada anak, sedangkanheadsethandphone tersumbat di telinga remaja Anda?

Nah, marilah sejenak saling mendengar sepenuh jiwa-raga, jasmani-rohani, bahasa tubuh-bahasa lisan, dan isyarat tubuh-isyarat kata. Tinggalkanlah dulu alat komunikasi dan media sosial agar kita kembali saling mendengar silih berganti. Atau mendengar, mendengar, dan mendengar saja.

Beginilah pesanDr. Dj. Schwartz (1927- 1987) dalam bukunya, “The Magic of Thinking Big.” Berdasarkan interviewnya dengan ratusan orang dari berbagai golongan, Dr Dj Schwartz menyatakan,

“Makin besar seseorang, makin ia memberi kesempatan dan semangat kepada orang lain berbicara. Sebaliknya, kian kerdil seseorang itu, kian cenderung ia menceramahi Anda.”

Biar lebih ringkas, Schwartz menyimpulkan orang besar memonopoli kesempatan untuk mendengar, sedangkan orang kecil memonopoli kesempatan untuk berbicara.

Besar kecil yang dimaksudkan Schwartz bukanlah lantaran ukuran fisik, melainkan lebih pada pengaruh kepemimpinan atau kapasitas kemampuan seseorang.

Pendahulu Dr Dj Schawartz, Dale Carnegie (1888-1955) pada bukunya, “How to Win Friends and Influence People” dengan mengutip ucapan Dr. NM Butler, Presiden Universitas Columbia–orang yang selalu berbicara tentang dirinya dan hanya memikirkan dirinya sendiri merupakan orang yang kurang adab.

Lebih jauh lagi, tokoh sufi Hasan Al-Basri (w. 110 H atau 728 M) mengamalkan nasihat, “Temanilah orang yang amalnya menasihatimu dan tinggalkanlah orang yang kata-katanya mengkhotbahimu.”

Dengan demikian, pendapat tokoh di atas, cukuplah menjadi alasan agar kita menutup mulut, mendiamkan diri, dan mendengarkan orang lain sepenuh jasmani dan rohani. Meskipun kemudian, kita tidak harus sependapat dengan pembicara. Yang utama, tolong dengar!

Teknik Mendengar

Mendengar yang baik, bukanlah soal teknik, taktik, kiat, dan cara instan. Mendengar yang baik lebih berlandaskan karakter, sikap, dan perbuatan ketulusan. Jadi, untuk menjadi pendengar yang baik berarti kita perlu membangun karakter yang sangat baik, rasa berharga dan rasa hormat terhadap kemanusiaan. Meski berbeda pandangan, tolonglah tetap dengarkan!

Meski teknik atau kiat tidak permanen dalam komunikasi, cara tertentu dapat dipelajari guna menjadi pendengar yang baik. Di antara cara mendengar baik yang bisa dilakukan, sebagai berikut:

1. Mengulangi persis perkataan orang lain. Misalnya, pembicara menyebut, "Saya ingin mobil." Anda sebagai pendengar ulangi saja kalimat pembicara, "kamu ingin mobil."

2. Merasakan dan menyesuaikan dengan emosi orang lain, lewat bahasa tubuh, isyarat, dan ucapan. Jika orang lain bernada emosi marah, silakan rasakan perasaan marahnya melalui cara pandangnya.

3. Memberikan umpan-balik. Tingkat ini tercapai kalau tahapan 1 dan 2 mendengar baik dilakukan. Dipetik dari pendapat, Gay Hendricks dan Kate Ludeman.

Lebih dalam lagi, Stephen R Covey motivator Amerika Serikat menekankan prinsip komunikasi, "Seek First to Understand, Then to be Understood". Berusahalah mengerti lebih dulu, baru dimengerti. Maksudnya, berupayalah mendengar orang lain secara empatik, berdasarkan kerangka atau acuan orang lain. Bukan langsung menyodongkan pendapat, persepsi kita yang autobiografis. Pembacaan biografi pribadi yang dipenuhi unsur pamer dan angkuh. Mengerti lebih dulu baru dimengerti. Semacam dokter yang mendiagnosa klien secara empatik baru menuliskan resep. Kesalahan kita dalam mendengar umumnya, meresep pembicaraan orang lain sebelum orang lain menyudahi kalimatnya. Sampai akhirnya, kita salah persepsi dan sulit berkomunikasi.

Jadi, agar Anda atau kita dapat menjadi pendengar baik yang menyenangkan orang lain, gunakanlah kerangka atau acuan orang lain saat mendengar. Upayakan pahami dari sudut pandang lain, bukan cara pandang Anda. Ulangi, rasakan, dan empatikan jasmani-rohani Anda mendengar omongan orang lain. Anda atau kita perlu lebih banyak diam tanpa bermaksud menyusun tanggapan, diam saja. Beri dukungan agar ia terus berbicara dengan bahasa tubuh, isyarat yang tepat, seperti anggukan kepala tanda setuju.

Apabila, Anda, saya, dan kita mahir menjadi pendengar yang empati, merasakan perasaan dan cara pandang orang lain berdasarkan kerangka orang lain. Mungkin itulah yang dikatakan Stephen R Covey udara psikologis, semangat psikologis, dan hadiah terindah bagi orang lain, yakni merasa dipamahami dan diperhatikan.

Hasrat diperhatikan dan dianggap penting kata Dale Carnagie membuat separuh orang di sebuah rumah sakit Amerika Serikat menjadi gila. Sekali, biar diperhatikan dan dianggap penting ada banyak orang rela "gila?" Sebab, dalam ambang "kegilaan" itu, mereka menjadi pusat perhatian orang lain?

Mungkin, sebelum anggota keluarga, saudara, pasangan, anak, kerabat, dan tetangga Anda menjadi seperti itu. Marilah sisihkan sedikit-banyak waktu menjadi pendengar yang baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun