Komunikasi merupakan suatu proses di mana individu saling bertukar informasi dan menciptakan pemahaman bersama. Komunikasi akan menjadikan seseorang dapat menjalin hubungan, berbagi informasi, serta memperkuat atau bahkan berupaya mengubah persepsi dan perilaku orang lain. Dalam ranah kebijakan publik, komunikasi berfungsi sebagai sarana untuk menyuarakan isu atau masalah yang dirasakan oleh masyarakat kepada pihak pemerintah sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan.
Secara umum, terdapat beberapa implementor kebijakan yang juga merupakan komunikator kebijakan. Aktor komunikasi kebijakan terdiri dari aktor resmi dan tidak resmi. Aktor resmi terdiri dari lembaga birokrasi, eksekutif (presiden, gubernur/bupati/walikota), legislatif, dan yudikatif. Sementara aktor tidak resmi terdiri dari kelompok-kelompok kepentingan, partai politik, warga negara secara individu.
Advokasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu advocaat atau advocateur yang berarti pengacara atau pembela. Oleh karena itu, istilah advokasi ini sangat lekat sekali dengan profesi hukum. Adapun kata advokasi dalam bahasa Inggris mempunyai definisi sebagai to advocate yang mempunyai definisi tidak hanya membela (to defend); melainkan juga dapat berarti mengemukakan atau memajukan (to promote), menciptakan (to create), dan melakukan perubahan (to change).
Advokasi merupakan sebuah proses yang melibatkan berbagai tindakan yang dilakukan oleh warga negara yang terorganissasi untuk mentrasformasikan hubungan-hubungan kekuasaan. Advokasi kebijakan juga dapat diartikan sebagai upaya untuk memperbaiki atau mengubah kebijakan publik sesuai dengan kehendak atau kepentingan mereka yang mendesakkan terjadinya perbaikan atau perubahan tersebut (Topatimasang: 2016).
Advokasi kebijakan bertujuan untuk memengaruhi para pembuat kebijakan agar selalu berlandaskan pada transparansi dan responsifitas dalam setiap keputusan yang diambil. Dengan adanya advokasi, diharapkan kebijakan yang dihasilkan tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga mencerminkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.
Menurut Mustika (2013: 27), menyebutkan aktor atau pelaku dalam advokasi kebijakan, sebagai berikut : 1. Mahasiswa sebagai individu, kelompok, maupun lembaga kemahasiswaan. 2. Organisasi sosial dan politik. 3. Lembaga nonpemerintah (seperti lembaga swadaya masyarakat). 4. Kelompok masyarakat khusus (seperti petani, buruh, dan nelayan). 5. Entitas atau organisasi yang memiliki pengaruh signifikan di masyarakat. 6. Organisasi berbasis agama. 7. Fraksi bisnis. 8. Media dalam berbagai bentuk. 9. Struktur komunitas (seperti RT, dukuh, dan lurah). 10. Setiap kelompok yang berkomitmen pada perubahan untuk kesejahteraan yang lebih baik.
Dalam melakukan advokasi terkait kebijakan publik, Sharma (2004: 18---20) menyuguhkan enam langkah krusial berikut yang harus diperhatikan, yaitu 1) Memahami inti dari kebijakan. 2) Mengakui risiko dan keuntungan dari kebijakan serta mengetahui pihak yang diuntungkan. 3) Mengenali pihak yang terpengaruh oleh kebijakan dan bagaimana dampaknya bagi mereka. 4) Mengidentifikasi siapa saja yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. 5) Menyusun jaringan dalam kerangka formal seperti lembaga legislatif maupun nonformal yang meliputi individu dalam proses kebijakan. 6) Memahami alasan di balik dukungan jaringan terhadap kebijakan yang telah dirumuskan.
Sharma (2004) menekankan enam langkah yang bisa dijadikan sebagai panduan dalam beradvokasi. Langkah pertama hingga ketiga berkaitan erat dengan pemahaman mendalam tentang kebijakan: apa isinya, siapa yang berpotensi diuntungkan atau dirugikan, dan bagaimana dampaknya bagi mereka. Adapun langkah keempat dan kelima berkaitan dengan identifikasi dan pembentukan jaringan. Selain itu, mengenali semua pihak yang terlibat juga sangat penting karena memengaruhi strategi advokasi yang akan diambil. Terakhir, langkah keenam membahas tentang pemahaman alasan atau motif di balik dukungan dari jaringan terhadap kebijakan tertentu.
Perkembangan teknologi memberikan warna baru pada taktik advokasi kebijakan, yaitu melalui media. Media adalah saluran komunikasi yang memungkinkan informasi disebarkan ke khalayak luas. Dalam konteks advokasi, media memiliki peran untuk membawa isu ke permukaan dan memastikan bahwa isu tersebut dikenali dan dipahami oleh masyarakat umum serta pemangku keputusan. Media mempunyai peranan penting dalam melakukan advokasi masyarakat. Media adalah salah satu alat strategis untuk mengungkap suatu masalah masyarakat. Media bukan hanya media cetak dan elektronik yang terkenal dan sah yang dapat mengadvokasi masalah masyarakat. Poster, spanduk, pamflet, pamflet, twiter, jejaring sosial facebook dan film pendek juga media yang praktis untuk mengadvokasi dan menyebarkan luaskan suatu masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
Dari sisi pembuat kebijakan, media juga memiliki pengaruh yang signifikan. Media dapat menyoroti isu-isu tertentu, memberikan tekanan publik, atau bahkan menentukan agenda publik. Ketika suatu isu mendapatkan sorotan khusus dari media, pembuat kebijakan cenderung merespons lebih cepat terutama jika isu tersebut menimbulkan reaksi besar dari masyarakat. Sebagai contoh, isu lingkungan yang diangkat oleh media dengan intens dapat mendorong pembuat kebijakan untuk merumuskan aturan atau kebijakan baru yang berpihak pada perlindungan lingkungan. Dalam hal ini, media tidak hanya berperan sebagai pemberi informasi, tetapi juga sebagai pengawal dan pendorong kebijakan publik.