Mohon tunggu...
V.L. Sinta Herindrasti
V.L. Sinta Herindrasti Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Kristen Indonesia, Jakarta - INDONESIA

V.L. Sinta Herindrasti adalah lulusan sarjana Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Master of Arts International Studies: Asia Pacific Region School of Politics Nottingham University UK. Pengajar pada Program Studi Hubungan Internasional Universitas Kristen Indonesia sejak 2007 setelah sebelumnya bekerja pada jaringan NGO Asia (AsiaDHHRAs) dan FAO-UN. Sejak 2014 menjabat sebagai Ketua Program Studi Hubungan Internasional Fisipol UKI dan Editor Jurnal “Sociae Polites” serta Chief Editor Jurnal Asia Pacific Studies (APS). Penelitian dan kajian yang dilakukan terkait studi kawasan Eropa, Asia Tenggara, Asia Pasifik serta Geopolitik.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pakta Aukus Asia Pasifik: Perang Dingin Babak Baru?

7 Oktober 2021   08:01 Diperbarui: 9 Oktober 2021   02:20 1713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | sumber: Envato Elements (edval)

Fenomena AUKUS bukan hal baru. Kepentingan ekstra regional sudah lama hadir dan mengejawantah dalam berbagai bentuk kerja sama di Asia Pasifik, seperti FPDA (Five Power Defence Arrangement) beranggotakan Inggris, Australia, Selandia Baru, Malaysia dan Singapura atau Quad 2007 beranggota AS, Australia, India, Jepang.

Tentu hal ini dimungkinkan karena teater Asia Pasifik tidak seperti Eropa. Di Asia Pasifik tidak ada struktur pengaturan keamanan (security arrangement) yang jelas seperti kehadiran NATO di Eropa. 

Aliansi keamanan dibangun lebih kepada basis bilateral. Kompetisi rivalitas negara besar memunculkan kebutuhan baru akan aliansi yang lebih kuat -- meskipun dibangun dengan ramuan motif ekonomi, politik, keamanan, pengaruh bagi masing-masing anggotanya.

Munculnya jalinan aliansi multilateral yang berjejaring barangkali bisa menunjukkan bahwa masyarakat internasional sekarang memang tumbuh sebagai "network society". Bilateralisme tidak memadai. Satu jenis multilateralisme juga tidak mencukupi. Keterlibatan negara dalam beragam jaringan menunjukkan pencarian akan pemenuhan kebutuhan yang "pas". 

Mengapa Inggris sampai hadir di Asia Pasifik? 

Pemenuhan kebutuhan lapangan kerja di bidang pertahanan kah melalui AUKUS? Pemenuhan pasar ekonominya setelah Brexit? Demikian juga dengan negara-negara Eropa. 

Bagi UE misalnya sejumlah kebutuhan dipenuhi oleh China meskipun dalam beberapa hal lain mereka tetap berbeda prinsip; sementara sejumlah kebutuhan lain dipenuhi oleh negara-negara Asia Tenggara. Itulah yang menjelaskan mengapa UE juga terlibat dalam BRI (Belt and Road Initiative) tapi juga ASEAN atau ASEM.

Gradasi sikap aktor ekstra regional ketika hadir di Asia Pasifik juga beragam. Bagi Uni Eropa misalnya yang ditawarkan adalah kerja sama bukan konfrontasi. 

Seperti yang dinyatakan Duta Besar UE untuk Indonesia Vincent Piket, "... We are offering mutual engagement, very comprehensively covering all sectors of policy. We want to be a trusted partner; a partner that does not bring surprises to others and we are pursuing a long-term strategy..". (JP, 2 Oktober 2021, hal 2)

Perang Dingin Baru?

Jadi apakah AUKUS akan menciptakan perang dingin babak baru? Jawabannya tentu tidak hitam putih. Jika regionalisme baru yang berkembang dengan sifatnya yang inklusif, cair dan terbuka maka regionalisme lama tidak akan kondusif untuk perang dingin gaya lama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun