Di beberapa kalangan masyarakat, khususnya keluarga dengan kondisi ekonomi kurang mampu, fenomena memiliki banyak anak masih sering ditemui. Namun, memiliki banyak anak bagi keluarga miskin seringkali menjadi tantangan besar, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Artikel ini akan membahas bagaimana keterbatasan ekonomi berdampak pada anak-anak di keluarga miskin yang memiliki banyak anak, serta berbagai faktor yang mempengaruhi kondisi ini.
Â
Keluar dari jerat kemiskinan tidak semudah yang banyak orang kira karena kemiskinan yang terjadi pada anak-anak berkaitan dengan kondisi kemiskinan keluarganya. Kemiskinan keluarga akan membatasi akses anak-anak mereka terhadap berbagai kesempatan (misalnya untuk mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan) yang sebenarnya diperlukan untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka.
Â
Â
Keterbatasan Ekonomi dalam Menghidupi Banyak Anak
Â
Keluarga miskin yang memiliki banyak anak sering kali kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Anak-anak yang orang tuanya bekerja sebagai buruh petani sering kali diberi tugas seperti berjalan untuk mengambil air, berkebun, bekerja di ladang, dan merawat hewan, bahkan saat mereka masih sangat kecil. Mereka mau tidak mau ikut bekerja membantu orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Terkadang anak-anak tersebut sampai putus sekolah agar dapat membantu orang tuanya bekerja dan menghasilkan uang. Penghasilan yang terbatas membuat orang tua tak mampu menyediakan makanan yang bergizi, tempat tinggal yang layak, serta akses yang memadai terhadap pendidikan dan layanan kesehatan. Anak-anak dalam situasi ini sering kali tumbuh dalam kondisi lingkungan yang penuh keterbatasan dan minim dukungan.
Â
1. Pendidikan yang Terabaikan
Pendidikan adalah salah satu aspek yang paling terdampak dalam keluarga besar dengan kondisi ekonomi sulit. Biaya sekolah, perlengkapan belajar, seragam, dan kebutuhan lainnya sering kali tak bisa dipenuhi oleh orang tua. Akibatnya, banyak anak dari keluarga miskin yang terpaksa putus sekolah atau tidak mendapatkan pendidikan yang memadai. Hal ini memperparah siklus kemiskinan karena kurangnya pendidikan membatasi kesempatan anak-anak untuk meningkatkan taraf hidup mereka di masa depan. Mereka juga cenderung memiliki lebih banyak anak, sehingga sulit untuk membiayai pendidikan setiap anak. Di sisi lain, perempuan yang melanjutkan pendidikan cenderung memiliki lebih sedikit anak.
Â
2. Kesehatan yang Rentan
Kemiskinan juga berpengaruh besar terhadap kesehatan anak-anak. Dengan penghasilan yang minim, keluarga miskin kesulitan untuk memberikan makanan yang bergizi, sehingga banyak anak tumbuh dalam kondisi malnutrisi atau kekurangan gizi. Selain itu, keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan membuat anak-anak rentan terhadap berbagai penyakit yang seharusnya dapat dicegah atau diobati sejak dini. Bagi sebagian orang, klinik kesehatan terletak jauh dari rumah dan desa mereka, sehingga sulit untuk bepergian guna mendapatkan dukungan yang dibutuhkan. Terutama di daerah pedesaan, kurangnya infrastruktur, jalan, dan transportasi juga dapat menjadi penghalang untuk menerima layanan medis profesional.
Â
3. Kondisi Psikologis Anak
Tantangan ekonomi sering kali menimbulkan tekanan emosional pada anak-anak. Mereka mungkin merasakan beban tanggung jawab yang terlalu besar pada usia yang terlalu dini, terutama jika mereka harus membantu orang tua bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Selain itu, rasa rendah diri dan keterasingan sosial juga dapat muncul karena mereka tidak dapat menikmati fasilitas yang sama seperti anak-anak dari keluarga yang lebih mampu. Sehingga anak-anak tersebut terkadang terkesan seperti merasa dirinya tidak mampu dan berdampak pada kondisi psikisnya.
Â
Â
Faktor Penyebab Banyak Anak di Keluarga Miskin
Â
Ada beberapa faktor yang menyebabkan keluarga miskin memiliki banyak anak, meskipun kondisi ekonomi mereka terbatas.
Â
1. Kurangnya Akses pada Pendidikan Keluarga Berencana
Salah satu alasan utama adalah kurangnya pemahaman dan akses terhadap program keluarga berencana (KB). Di beberapa daerah, terutama di pedesaan atau wilayah terpencil, informasi tentang kontrasepsi dan perencanaan keluarga masih sangat terbatas. Hal ini membuat pasangan suami istri, terutama dari kalangan miskin, kurang mampu mengontrol jumlah anak yang mereka miliki. Hal ini berkontribusi pada tumbuhnya rasa takut dan kebingungan tentang penggunaan metode keluarga berencana tertentu.
Â
2. Faktor Budaya dan Norma Sosial
Budaya dan norma sosial juga memainkan peran penting.
Di beberapa komunitas, memiliki banyak anak masih dianggap sebagai simbol kebahagiaan atau prestise, terutama jika anak-anak tersebut adalah laki-laki. Selain itu, ada anggapan bahwa banyak anak akan menjadi penopang ekonomi keluarga di masa depan. Beberapa orang juga sering menganggap bahwa banyak anak akan mendatangkan rezeki yang banyak, meskipun kenyataannya tidak selalu demikian.
Â
3. Keterbatasan Ekonomi
Ironisnya, kemiskinan itu sendiri bisa menjadi penyebab dan akibat dari tingginya angka kelahiran. Keluarga miskin sering kali terjebak dalam siklus di mana kurangnya akses terhadap pendidikan dan peluang ekonomi menyebabkan mereka memiliki lebih banyak anak, yang kemudian semakin memperberat beban ekonomi keluarga.
Â
4. Pernikahan Dini
Pernikahan dini biasanya terjadi di desa yang menganggap bahwa gadis remaja yang usianya sudah 18 tahun itu sudah harus menikah. Hal ini terjadi karena berbagai alasan dan gadis remaja adalah yang paling rentan. Ketika seorang gadis menikah muda, tahun-tahun suburnya dimulai jauh lebih awal, yang berarti di antara komplikasi lainnya dia cenderung memiliki lebih banyak anak.
Â
Â
Dampak Jangka Panjang pada Anak
Â
Kondisi anak-anak yang tumbuh dalam keluarga besar dengan latar belakang ekonomi miskin membawa dampak jangka panjang yang signifikan, baik dari segi sosial, pendidikan, maupun kesehatan. Anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan memadai sering kali berakhir dengan pekerjaan informal atau tidak memiliki keterampilan yang dapat diandalkan. Hal ini memperpanjang siklus kemiskinan antar generasi.
Â
Selain itu, kesehatan yang buruk di masa kanak-kanak bisa mempengaruhi kualitas hidup mereka di masa dewasa. Anak-anak yang malnutrisi atau sakit-sakitan selama masa tumbuh kembang sering kali mengalami keterlambatan fisik dan mental yang mempengaruhi kemampuan mereka dalam mencapai potensi maksimal. Saat anak-anak tumbuh dewasa, mereka tidak hanya meneruskan warisan keluarga mereka, tetapi juga bertanggung jawab untuk menafkahi dan melindungi orang tua dan saudara kandung mereka.
Â
Â
Solusi untuk Mengatasi Masalah Ini
Â
Untuk memutus siklus ini, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun organisasi non-pemerintah. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:
Â
1. Edukasi tentang Keluarga Berencana
Pemerintah dan lembaga terkait perlu meningkatkan edukasi tentang pentingnya keluarga berencana, terutama di kalangan masyarakat miskin. Penyuluhan dan program KB yang lebih mudah diakses bisa membantu pasangan untuk merencanakan jumlah anak sesuai dengan kemampuan ekonomi mereka. Sehingga anak-anak bisa mendapatkan pendidikan seperti anak-anak pada umumnya.
Â
2. Bantuan Sosial dan Subsidi Pendidikan
Memberikan bantuan sosial yang tepat sasaran, seperti beasiswa atau subsidi pendidikan, dapat meringankan beban keluarga miskin dalam menyekolahkan anak-anak mereka. Ini juga dapat membantu meningkatkan taraf pendidikan dan memberikan anak-anak peluang yang lebih baik di masa depan.
3. Program Pemberdayaan Ekonomi
Pemberdayaan ekonomi melalui pelatihan keterampilan dan akses ke pekerjaan formal dapat membantu keluarga miskin meningkatkan pendapatan mereka, sehingga mereka bisa lebih mampu mendukung kebutuhan anak-anaknya. Program pemberdayaan perempuan juga sangat penting, karena ibu yang mandiri secara ekonomi cenderung lebih mampu mengontrol jumlah anak yang mereka miliki.
Â
Â
Â
Memiliki banyak anak di keluarga miskin sering kali membawa tantangan yang besar, baik bagi orang tua maupun anak-anak itu sendiri. Keterbatasan ekonomi menyebabkan anak-anak tidak mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang layak, yang pada akhirnya memperpanjang siklus kemiskinan. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan komprehensif melalui pendidikan keluarga berencana, bantuan sosial, serta pemberdayaan ekonomi. Hanya dengan begitu, anak-anak dari keluarga miskin dapat memiliki kesempatan pendidikan yang lebih baik untuk masa depan yang lebih cerah seperti anak-anak pada umumnya.
Referensi : World Vision Canada
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI