Mohon tunggu...
Simon Sutono
Simon Sutono Mohon Tunggu... Guru - Impian bekaskan jejak untuk sua Sang Pemberi Asa

Nada impian Rajut kata bermakna Mengasah rasa

Selanjutnya

Tutup

Diary

Demo!

13 Juni 2021   23:51 Diperbarui: 13 Juni 2021   23:51 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://jateng.idntimes.com/

                          Situasi kampus akhir-akhir ini menegang sebagaimana situasi di luaran  kampus. Dari sehari sebelumnya beredar kabar akan ada aksi unjuk rasa. Kabar selentingan itu menjadi kenyataan ketika dosen-dosen memutuskan untuk meniadakan perkuliahan. Bukan untuk memulangkan para mahasiswa tetapi mendorong mereka bergabung dengan senat mahasiswa mengikuti aksi unjuk rasa mahasiswa yang dipusatkan di lapangan Gasibu. Mei 1998. Krisis moneter global memicu dan mamacu gerakan sipil menjatuhkan pemerintahan otoriter. Dari berita dan kejadian yang kualami sendiri, para mahasiswa menjadi motor gerakan-gerakan di berbagai kota di Indonesia untuk jatuhnya rezim ini.

            Aku dan kembaranku menjejak lantai truk menyeimbangkan tubuh Tuanku yang oleng sesuai dengan gerak truk. Berjejal dengan mahasiswa dan mahasiswi lainnya dan tidak memiliki pegangan maka kekuatan kamilah yang membantu Tuanku tetap berdiri seimbang. Bersama dengan mahasiswa-mahasiswa yang lain Tuanku diangkut dengan truk dan bus yang beriringan menuju lapang Gasibu. Situasi tegang meningkatkan adrenalin ini tak sepenuhnya kusukai. Situasi ini selalu memungkinkan hal-hal yang tidak diduga yang menyebabkan aku dan kembaranku menjadi penentu keselamatan Tuanku. Dan itu terjadi di hari berikutnya.

          Hari-hari selanjutnya suasana kampus sudah tidak lagi kondusif untuk perkuliahan. Hari ini misalkan. Tuanku sudah bergabung dengan kelompok mahasiswa lainnya dan berbekalkan poster dan spanduk  berkeliling kampus mengajak mahasiswa-mahasiswa lainnya untuk mengikuti demo. Alhasil semakin banyak mahasiswa yang bergabung dan mengarah ke pintu gerbang. Gejolak darah muda manasiswa untuk menyalurkan aspirasi meningkat meledak. Namun, rencana unjuk rasa mahasiswa UPI untuk bergabung kembali dengan para mahasiswa lainnya di depan Gedung Sate terkendala barisan rapat polisi dan tentara. Mereka memblokade tiga pintu masuk kampus. Suasana memanas tidak bisa dicegah saat mahasiswa memaksa menjebol barisan namun aparat tetap bertahan dengan tugas mereka. Tuanku berada dalam kumpulan mahasiswa ini.

            "Balik kanan! Jalur belakang!" Seruan itu terdengar keras dari toa dan seolah menjadi komando berdaya magis. Kerumunan mahasiswa berbalik arah dan belingsatan berlari menuju ke arah yang dimaksudkan pemegang toa. Situasi cukup chaos karena dari arah gerbang yang lain para mahasiswa berlarian  juga berlari untuk keluar kampus tanpa hasil. UPI sudah dibarikade. Mahasiswa dipaksa untuk tidak keluar kampus agar tidak bergabung dengan mahasiswa dari perguruan tinggi lainnya.

            "Jalan belakang!" Seru pemegang toa. Maka berlarianlah para mahasiswa. Paham dengan komando dimaksud.

            Aku dan kembaranku mengerahkan kekuatan kami. Situasi inilah yang kukhawatirkan. Dalam emosi massa yang tidak terkendali, akan sehat menjadi tumpul dan apapun tidak terkendali. Adrenalin tuanku melesat dan memaksa kami untuk bergerak lebih cepat menuju pintu masuk di belakang kampus. Berlari. Namun di tengah jalan Tuanku berubah pikiran. Tuanku memaksa kami untuk berganti arah.

            "Lewat klinik!" serunya pada beberapa mahasiswa yang ada di dekatnya yang lantas mengikuti Tuanku. Aku dan kembaranku memompa kecepatan kami bergerak. Sebagaimana yang diduga, jalan kecil melewati perumahan dosen dan berakhir di klinik kesehatan kampus tidak terjaga oleh polisi. Tuanku pun keluar dari kampus dan membaur dengan mahasiswa-mahasiswa yang sudah memenuhi Jalan Setiabudi dan bergerak menuju ke pertigaan Jalan Gerlong Hilir sebagai titik kumpul menunggu pergerakan mahasiswa dari arah Ciwaruga. Kedatangan massa mahasiswa ini ternyata bersamaan dengan datangnya aparat dari arah Setiabudi bawah dilengkapi dua water cannon. Aparat berlapis memblokade pergerakan mahasiswa ke  Gasibu Bandung. Praktis massa mahasiswa dari perguruan tinggi di Bandung Utara tertahan di Jalan Setiabudi.

            Aku bergetar. Demikian juga kembaranku. Otot-otot kami menegang. Tulang-tulang kami terasa ngilu. Belum juga kami pulih dari keikutsertaan Tuanku dalam demonstrasi beberapa hari sebelumnya, hari ini kami dipaksa untuk bergerak, berlari dalam ketidakpastian semata untuk mendapatkan jalan keluar. Untungnya Tuanku memilih untuk duduk selonjor di jalan dan memberi kami kesempatan untuk istirahat.

            Menjelang pukul dua siang, ribuan mahasiswa yang berkumpul di Jalan Setiabudi membubarkan diri. Termasuk Tuanku. Aparat tetap bertahan dengan barikadenya sehingga tidak ada peluang untuk bergabung dengan kelompok mahasiswa lainnya. Aku dan kembarankku mengikut keputusan Tuanku untuk berjalan kaki ke Setrasari. Situasi jalanan tidak memungkinkan kami untuk mencari angkot. Menguatkan diri, aku dan kembaranku menyangga Tuanku untuk tiba di rumah Mrs. M.

            "What's happened? Another rally?" tanya Mrs. M. Wajahnya tampak cemas. Tuanku mengiyakan.

            "Mengapa tidak tinggal saja di rumah?" tanya Mrs. M lagi.

            "Ini negaraku dan saat ini kesempatan negara ini berubah," jawab Tuanku," Aku tidak bisa hanya duduk diam," lanjutnya.

            "I know it. But promise me, no curse!" ujar Mrs. M.

            Tuanku mengangguk mengiyakan sekalipun hati kecilnya berkata lain ketika teringat umpatan-umpatan yang ia ucapkan kepada aparat yang memblokade kampus.

            Guyuran air hangat shower menenangkan dan menyegarkan aku.

            "Ironis bahwa aku hidup dalam kemewahan seperti ini." Aku mendengar gumaman Tuanku ketika ia mengeringkan badannya. Menatap kembaranku, aku menghela nafas. Ia balas memandangku, memahami arti tatapanku. Bisa kami pahami kalau Tuanku berpikiran seperti itu. Bukankah hal itu semata dikarenakan peran-perannya yang hanya disekat sebutan nama dengan bauran batas yang tidak jelas? Mahasiswa dan pekerja paruh waktu namun juga bagian dari keluarga Mr. W.

            "Bertahan, Tuanku," bisikku, "Engkau pasti bisa melaluinya." (Cimahi, 13 Juni 2021)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun