"Ini negaraku dan saat ini kesempatan negara ini berubah," jawab Tuanku," Aku tidak bisa hanya duduk diam," lanjutnya.
      "I know it. But promise me, no curse!" ujar Mrs. M.
      Tuanku mengangguk mengiyakan sekalipun hati kecilnya berkata lain ketika teringat umpatan-umpatan yang ia ucapkan kepada aparat yang memblokade kampus.
      Guyuran air hangat shower menenangkan dan menyegarkan aku.
      "Ironis bahwa aku hidup dalam kemewahan seperti ini." Aku mendengar gumaman Tuanku ketika ia mengeringkan badannya. Menatap kembaranku, aku menghela nafas. Ia balas memandangku, memahami arti tatapanku. Bisa kami pahami kalau Tuanku berpikiran seperti itu. Bukankah hal itu semata dikarenakan peran-perannya yang hanya disekat sebutan nama dengan bauran batas yang tidak jelas? Mahasiswa dan pekerja paruh waktu namun juga bagian dari keluarga Mr. W.
      "Bertahan, Tuanku," bisikku, "Engkau pasti bisa melaluinya." (Cimahi, 13 Juni 2021)