"Kamu akan lebih terlihat cantik kalau pakai kerudung."
Pak Yunus tertegun mendengar perkataan Tara. Gadis berseragam SMA itu menangkap ketertegunan mantan gurunya.
"It's not a big deal, Pak," ujarnya, "Ada yang lebih parah dari itu."
"Terus kamu jawab apa ke gurumu?" tanya Pak Yunus ingin tahu.
"Ya... yang pasti saya tidak mungkin lah mendebat guru. Saya hanya tersenyum. Mungkin guru itu sedang menjalankan kewajibannya," jawabnya ringan. Dalam pakaian rok abu-abu panjang dan hem lengan panjang, tampilan Tara menandakan dia bersekolah di sekolah negeri.
Perasaan bangga, kagum tapi juga menyesal bercampur mengiringi obrolan Pak Yunus dan Tara.
Penyesalan Pak Yunus dikarenakan dialah salah satu yang mendorong Tara melanjutkan sekolah ke SMA Negeri. Ada beberapa alasan yang mendasarinya melakukan hal tersebut. Bukan semata prestasi yang membuatnya bisa melenggang masuk sistem PPDB, tapi juga kondisi keluarga yang tidak memberinya pilihan untuk melanjutkan di sekolah swasta sesuai harapannya. Pak Yunus masih ingat anak didiknya itu meluapkan air matanya saat menyampaikan kabar bahwa tulang punggung keluarga terkena stroke. Untungnya, yayasan sekolah memberikan potongan biaya sekolah sehingga ia masih mampu melanjutkan pendidikan. Namun, untuk melanjutkan ke SMA pilihan situasi menjadi sulit karena dibutuhkan uang yang cukup besar. Belum lagi SPP setiap bulannya yang memang tidak mungkin gratis kalau bersekolah di sekolah swasta. Beasiswa prestasi yang ditawarkan yayasan yang sama untuk jenjang SMA tetap saja menyisakan sejumlah uang cukup besar yang harus ia bayarkan setiap bulannya.
Semenjak keputusan untuk melanjutkan sekolah di SMA negeri membulat, Pak Yunus mengajak Tara berdiskusi tentang situasi dan kemungkinan-kemungkinan yang akan dialami Tara. Termasuk hal yang satu itu. Dan itu juga yang terjadi.
"Dari awal Bapak percaya kamu bisa mengatasi hal seperti itu. Itu alasan Bapak mendukungmu melanjutkan sekolah ke negeri," ungkap Pak Yunus mengingkari pikirannya yang berkecamuk.
"Ya, saya akan selalu ingat nasihat Bapak, jadilah garam dimanapun saya berada. Seujung sendok garam bisa memberikan rasa pada makanan. Sekalipun garam itu tidak kelihatan tapi keberadaannya dirasakan."
Pak Yunus tersenyum. Ia mengacungkan jempolnya.