Dua hari berlalu tanpa kegiatan yang pasti untuk Raid. Jangankan untuk bermain game, untuk meet pelajaran yang kerap ia abaikan saja sudah tidak ada perangkat yang bisa ia gunakan. Sempat ia meminta ibunya  meminjamkan telepon genggam untuk alasan belajar. Namun ucapan ibunya membungkam dia.
     "Boleh kamu pakai HP Ibu, tapi kamu siap-siap tidak makan. Itu HP  dipakai untuk terima pesanan. Mau dapat pesanan dari mana kalau HP itupun kamu pakai. Mending kalau untuk belajar!" ujar ibunya tajam
     Di hari ketiga, datanglah Suster Yasinta dan Pak Yanuar. Kedatangan yang tidak Raid duga. Ibunya tidak mengatakan apa-apa tentang kunjungan mereka. Raid sekarang mengerti mengapa tadi pagi ibunya memaksanya bangun dan mandi.
     "Sekarang pilihanmu tinggal satu Raid," kata Suster Yasinta, "Besok pagi karyawan sekolah akan menjemputmu. Kebetulan rumahnya satu arah dengan rumahmu ke sekolah."
     "Kamu sudah mandi, sudah sarapan. Seragam sekolah kamu simpan di tas. Nanti ganti baju di sekolah," ujarnya lagi.
     "Ibumu setuju bahwa selama HP mu dalam perbaikan kamu akan belajar di sekolah. Kamu akan pakai komputer sekolah dan mengejar ketertinggalan tugas-tugas yang belum dikerjakan. Ibumu akan menyiapkan bekal dan minumnya. Pulang nanti kamu ikut karyawan yang sama.  Cukup jelaskah, Raid?"
     Raid mengangguk.
     "Dari tadi Suster tidak dengar suaramu. Cukup jelas?" tanyanya lagi.
     "Jelas," jawab Raid pendek.
     "Yang baru kamu tonton barusan tidak mengada-ada. Tempatnya di Cisarua Lembang. Setengah jam dari sekolah. Rumah Sakit Jiwa. Kamu lihat sendiri, mereka yang kecanduan main game terpaksa dirawat di sana. Kamu lihat sendiri bagaimana kondisi mereka. Dan penjelasan dokter tadi semoga membuatmu berpikir ulang."
     "Sayangi dirimu," timpal Pak Yanuar, "Sayangi mamamu. Pasti Yanuar bisa berubah. Suster, Bapak, dan guru-guru siap bantu kamu. Besok kita buktikan, ya, bahwa kamu bisa berubah," lanjutnya.