Kekeliruan Edy Rahmayadi
Sebelumnya penulis menuliskan bahwa Edy Rahmayadi selaku Gubernur Sumatera Utara salah mempersepsikan tindakan pertamina mengenai kenaikan harga BBM non subsidi dikarenakan menurut Edy Rahmayadi selaku Gubernur Sumatera Utara bahwa pertamina menyalahi aturan atas kenaikan harga BBM non subsidi di daerah yang dipimpinnya. Padahal melalui Pergubsu No.1/2021 Edy Rahmayadi selaku Gubernur Sumatera Utara telah merubah tarif PBBKB khusus BBM nonsubsidi dari 5 % menjadi 7,5 % sehingga terjadi kenaikan harga BBM nonsubsidi didaerah yang dipimpinnya. Disisi lain, dalam pasal 2 ayat (1) huruf c UU No.28/2009 dijelaskan bahwa PBBKB merupakan salah satu jenis pajak yang merupakan kewenangan pemerintah provinsi atau jenis pajak yang termasuk didalam pajak provinsi.
Sejarah Perkembangan Kebijakan PBBKB
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) merupakan jenis pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Tingkat I atau Pemerintah Provinsi. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU No.18/1997 tentang PDRD sebagaimana telah diubah terakhir dalam UU No.28/2009. Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan PBBKB adalah pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor. Meski merupakan penerimaan bagi Pemerintah Daerah Tingkat I (Pemprov), namun dalam Pasal 2 ayat (5) UU No.18/1997 ditegaskan bahwa hasil penerimaan PBBKB diserahkan kepada Pemerintah daerah Tingkat II setelah dikurangi 10 % untuk daerah tingkat I yang bersangkutan. Ketentuan ini kemudian diubah dalam UU No. 34/2000 menjadi: “hasil penerimaan PBBKB yang diserahkan kepada daerah kabupaten/kota paling sedikit 70 %.” Dalam UU No.18/1997 ini juga disebutkan bahwa tarif PBBKB ditetapkan paling tinggi sebesar 5 %. Begitu juga dalam UU No.34/2000 yang merupakan perubahan atas UU No.18/1997 disebutkan bahwa tarif PBBKB ditetapkan sebesar 5 %. Kemudian UU No.34/2000 pun diubah menjadi UU No.28/2009. Dalam pasal 19 ayat 1 UU No.28/2009, tarif PBBKB ini mengalami perubahan menjadi paling tinggi sebesar 10 %. Namun demikian Pemerintah lalu menurunkan tarif PBBKB menjadi 5 % flat untuk semua daerah melalui Perpres No.36/2011.
Dampak Perubahan Tarif PBBKB Di Sumatera Utara
A. Dampak Negatif
Masa Pandemi Covid 19
Dimasa pandemi covid 19 kita menyadari bahwa daya beli masyarakat Sumatera Utara sangat lemah hal ini dapat dilihat dalam laporan perekonomian Sumatera Utara November 2020 yang disajikan oleh Bank Indonesia dimana dalam laporan tersebut dijelaskan bahwa konsumsi rumah tangga Sumatera Utara pada triwulan ketiga berada dilevel minus 5,76 % (yoy). Dengan terjadinya kenaikan harga BBM nonsubsidi akibat Pergubsu No.1/2021 maka semakin sangat memperlemah daya beli masyarakat kedepannya, dikarenakan pengeluaran masyarakat Sumatera Utara menjadi bertambah akibat kenaikan harga BBM Non Subsidi.
Menurunnya Minat Konsumen Atas BBM Non Subsidi Di Sumut Dan Bakal Terjadi Kelangkaan BBM Jenis Premium atau Solar
Kenaikan PBBKB yang 7,5 % di Sumatera Utara dibebankan kepada konsumen, dikhawatirkan akan berdampak pada menurunnya minat masyarakat terhadap BBM nonsubsidi pertamina. Dengan menurunnya minat masyarakat tersebut dikhawatirkan masyarakat akan beralih ke premium atau solar sehingga terjadi kelangkaan atas premium atau solar dan naiknya harga premium atau solar.
B. Dampak Positif