Mohon tunggu...
Silvia Fibrianti
Silvia Fibrianti Mohon Tunggu... Hamba Allah SWT

Kuliner dan Traveling

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Hotel Reverie: Masa Depan Industri Hiburan dan Konsep Emotional Artificial Intelligence

12 April 2025   09:19 Diperbarui: 20 April 2025   22:40 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar poster Episode Hotel Reverie Black Mirror Season 7 (Sumber: Netflix)

1. Aktor Digital dan Replika Virtual

Sudah banyak film yang menggunakan teknologi deepfake dan CGI untuk menciptakan kembali aktor yang telah tiada atau membuat aktor tampil lebih muda. Serial Disney dan film seperti The Irishman menggunakan teknologi de-aging, dan Star Wars menghadirkan kembali karakter lama dengan wajah yang disintesis oleh AI.

Bahkan lebih jauh, perusahaan seperti Soul Machines dan Digital Domain telah menciptakan avatar digital yang dapat berbicara dan berekspresi layaknya manusia. Bayangkan ketika sebuah studio bisa membuat serial penuh tanpa satu pun aktor manusia.

2. Otomatisasi Penulisan dan Skenario

Perangkat berbasis AI generatif seperti ChatGPT dan Sudowrite kini dapat membantu penulisan cerita, dialog, hingga skenario penuh. Beberapa rumah produksi mulai menggunakan teknologi ini sebagai alat bantu brainstorming hingga revisi naskah.

3. Realitas Imersif dan Pengalaman Interaktif

Kombinasi antara virtual reality (VR), augmented reality (AR), dan AI memungkinkan penonton tidak hanya menonton film, tetapi masuk ke dalamnya. Film interaktif seperti Bandersnatch adalah langkah awal dari pengalaman sinematik yang sepenuhnya imersif seperti yang terjadi di dunia ReDream.

Isu Etika dan Filosofi: Apakah Emosi Digital Layak Diakui?

Episode ini juga menyentuh ranah yang lebih filosofis: tentang kesadaran dan emosi dalam dunia digital. Clara mulai mempertanyakan eksistensinya, menolak alur cerita, bahkan menyatakan cintanya. Jika karakter digital bisa mencintai, apakah mereka juga bisa tersakiti?

Kita belum berada di titik itu namun langkah-langkah ke sana telah dimulai. Muncul pertanyaan:

  • Apakah etis menciptakan karakter digital yang sadar hanya untuk menghibur kita?
  • Bagaimana jika AI memiliki memori dan pengalaman? Apakah mereka berhak memiliki "hak"?

Dalam konteks industri hiburan, ini menjadi penting karena menyangkut cara kita memperlakukan entitas digital sebagai bagian dari narasi. Apakah mereka sekadar alat produksi, atau suatu hari akan dianggap sebagai "pemeran" yang setara?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun