1. Aktor Digital dan Replika Virtual
Sudah banyak film yang menggunakan teknologi deepfake dan CGI untuk menciptakan kembali aktor yang telah tiada atau membuat aktor tampil lebih muda. Serial Disney dan film seperti The Irishman menggunakan teknologi de-aging, dan Star Wars menghadirkan kembali karakter lama dengan wajah yang disintesis oleh AI.
Bahkan lebih jauh, perusahaan seperti Soul Machines dan Digital Domain telah menciptakan avatar digital yang dapat berbicara dan berekspresi layaknya manusia. Bayangkan ketika sebuah studio bisa membuat serial penuh tanpa satu pun aktor manusia.
2. Otomatisasi Penulisan dan Skenario
Perangkat berbasis AI generatif seperti ChatGPT dan Sudowrite kini dapat membantu penulisan cerita, dialog, hingga skenario penuh. Beberapa rumah produksi mulai menggunakan teknologi ini sebagai alat bantu brainstorming hingga revisi naskah.
3. Realitas Imersif dan Pengalaman Interaktif
Kombinasi antara virtual reality (VR), augmented reality (AR), dan AI memungkinkan penonton tidak hanya menonton film, tetapi masuk ke dalamnya. Film interaktif seperti Bandersnatch adalah langkah awal dari pengalaman sinematik yang sepenuhnya imersif seperti yang terjadi di dunia ReDream.
Isu Etika dan Filosofi: Apakah Emosi Digital Layak Diakui?
Episode ini juga menyentuh ranah yang lebih filosofis: tentang kesadaran dan emosi dalam dunia digital. Clara mulai mempertanyakan eksistensinya, menolak alur cerita, bahkan menyatakan cintanya. Jika karakter digital bisa mencintai, apakah mereka juga bisa tersakiti?
Kita belum berada di titik itu namun langkah-langkah ke sana telah dimulai. Muncul pertanyaan:
- Apakah etis menciptakan karakter digital yang sadar hanya untuk menghibur kita?
- Bagaimana jika AI memiliki memori dan pengalaman? Apakah mereka berhak memiliki "hak"?
Dalam konteks industri hiburan, ini menjadi penting karena menyangkut cara kita memperlakukan entitas digital sebagai bagian dari narasi. Apakah mereka sekadar alat produksi, atau suatu hari akan dianggap sebagai "pemeran" yang setara?