Memori Digital dan Kesehatan Mental
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat berdampak negatif pada kesehatan mental. Sebuah studi oleh University College London menemukan bahwa paparan konten negatif secara online secara signifikan memperburuk suasana hati, dan individu yang merasa sedih cenderung terus mencari konten negatif, menciptakan lingkaran umpan balik yang merugikan. (The Sun, 2024)
Selain itu, sebuah studi yang diterbitkan di Nature Human Behaviour menemukan bahwa 'doomscrolling'—kebiasaan terus-menerus membaca konten negatif di internet dapat memperburuk kesehatan mental, menciptakan lingkaran umpan balik di mana emosi negatif dan kebiasaan membaca saling memperkuat. (The Times, 2024)
Baca juga:Â 5 Fenomena Digital yang Tanpa Disadari Mengubah Cara Kita Berpikir
Internet bisa menjadi pengingat kolektif, tetapi juga bisa berubah menjadi penjara digital.
Algoritma media sosial sering memunculkan kembali konten-konten lama demi klik dan emosi. Kita jadi terus terpapar versi lama dari seseorang, bahkan ketika mereka sudah menjadi pribadi baru.
Kita yang Tak Mau Move On
Menariknya, dunia digital yang tidak lupa ini juga dipelihara oleh kita sendiri. Kita senang scrolling masa lalu orang lain. Kita diam-diam stalk mantan. Kita tertawa atas aib lawas publik figur. Kita ikut-ikutan menghakimi dari jejak lama yang mungkin sudah tidak relevan.
Pertanyaannya bukan hanya soal teknologi, tetapi juga: apakah kita sebagai masyarakat mau memberi kesempatan kedua?
Lupa adalah Hak Asasi
Di dunia digital, lupa adalah kemewahan. Tetapi seharusnya bukan begitu. Lupa adalah bagian dari kemanusiaan dan dalam beberapa hal, ia adalah keadilan.