Mohon tunggu...
Silvi Enggar Budiarti
Silvi Enggar Budiarti Mohon Tunggu... Lainnya - Staff

Badminton lovers | Korean enthusiast | Love traveling, sight seeing, and wandering

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Revolusi Pesantren dan Santri Millennial yang Berdaya Saing

28 November 2017   01:11 Diperbarui: 28 November 2017   01:25 2748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu booth pesantren di IIEE 2017 (dokpri)

Pertumbuhan pesantren di Indonesia semakin berkembang dari waktu ke waktu. Minat orang tua terhadap pendidikan agama (dalam hal ini agama Islam) pun semakin meningkat.

Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan agama sebagai pembentuk akhlak menjadi pendorong para orang tua untuk mempercayakan pendidikan anak-anak mereka di pondok pesantren.  Ajaran agama yang lebih mendalam di ponpes dapat menguatkan fondasi keimanan, membentuk akhlak yang baik, dan sebagai  bekal serta pegangan dalam setiap perbuatan di kehidupan sehari-hari.

Semakin maraknya permasalahan dan perbuatan negatif yang rentan di kalangan anak dan remaja seperti merokok, tindak kekerasan, tawuran, narkoba, miras, dan seks bebas juga menjadi alasan orang tua memilih menyekolahkan anaknya di pesantren.  Penerapan aturan yang ketat di pondok pesantren diharapkan dapat menghindarkan anak bertindak negatif.

Revolusi Pesantren

Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia maka tidak heran jika pendidikan Islam semakin banyak dan berkembang. Dahulu kebanyakan pondok pesantren berlokasi di daerah yang jauh dari perkotaan, namun saat ini pesantren dapat kita temukan di kota-kota besar.

Pesantren sebagai tempat mayoritas santri dalam mendapatkan ajaran agama dan pendidikan umum harus sadar dan mau terbuka dengan perkembangan zaman dan iptek. Realisasi perkembangan pesantren terlihat dari kurikulum pengajaran dan fasilitas-fasilitas yang lebih maju dan cenderung modern sehingga mampu bersaing dengan sekolah umum.

Booth ponpes Al Ittifaq Bandung (dokpri)
Booth ponpes Al Ittifaq Bandung (dokpri)
Dahulu kebanyakan pondok pesantren mengajarkan pendidikan agama secara tradisional yaitu dengan kurikulum salafi (pondok pesantren salafi) yang pembelajarannya murni mengaji dan mengkaji Kitab Kuning. Saat ini makin banyak pondok pesantren yang mengombinasikan secara imbang antara pembelajaran ilmu agama dengan kurikulum nasional. Pembelajaran pada pondok pesantren modern yaitu mengombinasikan antara mengkaji Kitab Kuning dan ilmu sains serta ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pada tanggal 21 November kemarin, saya dan 19 kompasianer lainnya mengunjungi pameran Pendidikan Islam Internasional 2017 atau International Islamic Education Exhibiton (IIEE) yang dilaksanakan Direktorat Pendidikan Islam Kemenag di ICE BSD, Serpong.  Beberapa pondok pesantren dari berbagai daerah di Indonesia turut hadir membuka booth dalam pameran tersebut.

Pesantren satu dengan pesantren lainnya memiliki keunggulannya masing-masing dengan berbagai program yang ditawarkan. Saya tertarik dengan Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang merupakan pondok pesantren modern khusus puteri berlokasi di kota Padang Panjang, Sumatera Barat yang memiliki lima program pendidikan dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Tinggi. Menerapkan Quba Curriculum (Quran Sunnah, Brain, Attitude) yaitu kurikulum integrasi yang artinya Al Quran dan Sunnah memimpin kerja otak (Brain) yang hasilnya terlihat dari sikap (Attitude). 

Kurikulum ini dikembangkan dari kurikulum 2013 dan dikombinasikan dengan kurikulum yang ada di Jepang dan Finlandia yang fokus pada pembentukan karakter anak. Pesantren telah bekerjasama dengan pusat pendidikan di luar negeri yang diberikan melalui program studi ilmiah dan homestay seperti di negara Malaysia, Jepang, Belanda, Maroko, Dubai, Australia, Singapura, Hongkong, Innggris, Prancis, Jerman, dan Yordania. Keterbukaan pesantren ini memberikan peluang kepada santri untuk go international bertukar kebudayaan sekaligus dakwah mengenai ajaran Islam di luar negeri.

Santri juga diberi kesempatan untuk mengembangkan dirinya melalui kegiatan organisasi dan ekstrakurikuler yang bervariasi dalam bidang kesenian (kaligrafi, lukisan, seni tari, alat musik, teater, nasyid, paduan suara, dsb), keputrian (tata boga, tata busana, muslimah beauty), public speaking, karya tulis, bela diri, sains & teknologi (robotic, IT & multimedia, Gardening, Photography, dsb). Dilengkapi fasilitas pendukung yang cukup lengkap untuk menunjang pembelajaran dan aktivitas santri.

Hasil agribisnis ponpes Al Ittifaq (dokpri)
Hasil agribisnis ponpes Al Ittifaq (dokpri)
Beberapa pesantren modern memiliki program kewirausahaan yang dapat melatih santri membangun perekonomian rakyat kecil, mandiri dalam aspek ekonomi, kreatif dan inovatif dalam melihat peluang usaha serta bermanfaat bagi orang lain. Seperti yang dilakukan pondok pesantren Al-Amin Dumai, Riau yang mengajarkan santri memproduksi produk makanan kering dari tanaman palawija. 

Santri harus mampu mengelola, mengembangkan dan melestarikan sumber daya alam.  Pondok Pesantren Al Ittifaq Bandung memiliki kurikulum agribisnis. Santri dibina dan diajarkan pola-pola menanam dan pasca panen.  Produk yang dihasilkan seperti sayuran, buah, dan madu. Santri juga harus peduli terhadap lingkungan seperti di Ponpes Al Ashriyyah Nurul Iman santri diajarkan mengenai pengelolaan sampah dan daur ulang sampah yang dapat dijadikan kreasi seni yang bernilai.

kaligrafi dari limbah telur pabrik roti karya santri Ponpes Al Ashriyyah Nurul Iman - dokpri
kaligrafi dari limbah telur pabrik roti karya santri Ponpes Al Ashriyyah Nurul Iman - dokpri
Santri Millennial yang Beriman, Berilmu, dan Berdaya Saing

Sebutan millennial saat ini sedang populer di masyarakat Indonesia. Istilah ini biasanya disematkan pada mereka yang terlalu sibuk dengan gadgetnya dan generasi ini juga sering dicap sebagai generasi instan (ingin maju tetapi tidak ingin bersusah payah). Generasi millennial lahir di era kecanggihan teknologi, dan internet telah menjadi kebutuhan dasar yang dapat memberikan peluang dan kemudahan dalam aktivitas sehari-hari.

Rombongan siswa yang hadir mengunjungi expo IIEE 2017 (dokpri)
Rombongan siswa yang hadir mengunjungi expo IIEE 2017 (dokpri)
Bagaimana dengan santri ? Aturan di pesantren terkait gadgetbermacam-macam, ada yang tidak diperbolehkan sama sekali membawa HP, tablet, laptop dan sejenisnya atau ada yang memperbolehkan membawa gadgetnamun penggunaannya terbatas misal hanya pada saat hari libur selanjutnya dititipkan pada pengurus. 

Karena itu santri sering dicap kolot dan kurang up date. Padahal hal itu bertujuan agar santri selalu fokus dan tidak bermalas-malasan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di pesantren. Namun pesantren yang tidak menutup diri dari dunia luar pasti menyediakan sarana dan akses agar santri mengetahui perkembangan dan informasi  dari berbagai media misal sambungan internet di laboratorium komputer sekolah, tersedia televisi  di ruang makan, dan sumber bacaan seperti koran dan majalah.

Tinggal di lingkungan pondok pesantren, santri hidup tanpa kemanjaan dari orang tua, artinya mereka tidak diajarkan mencapai sesuatu secara instan. Santri diajarkan untuk hidup mandiri, disiplin, solidaritas, tenggang rasa, dan keterampilan hidup lainnya. Santri harus bisa cepat beradaptasi dengan lingkungan baru dan bekerjasama dengan pengurus, santri lainnya, dan lingkungan sekitar.

Mental, spirit, moral, dan intelektual santri dibentuk oleh kurikulum pesantren agar siap menghadapi kehidupan yang terbuka dan juga kritis terhadap suatu peristiwa serta tidak terbawa pengaruh arus radikalisme.

Sudah menjadi hal yang umum bahwa santri biasa menulis dalam mengisi waktu luangnya di pondok pesantren. Tulisan dapat berupa kehidupan santri di pondok pesantren, cerita fiksi, komik, sampai pada hal jihad yang aktif mensosialisasikan Islam yang toleran, anti kekerasan, dan cinta damai di dunia maya. Santri juga dapat mengasah dan menyalurkan kemampuan menulisnya pada website www.santrinulis.com dan mengikuti aktivitas pelatihan menulis hingga menerbitkan buku.

launching buku yang ditulis oleh santri tiap tgl 22 Okt (hari santri) - dokpri
launching buku yang ditulis oleh santri tiap tgl 22 Okt (hari santri) - dokpri
Dan akhirnya, santri sebagai output pesantren harus serbabisa, dan up to date.Tidak hanya mengedepankan iman namun juga ilmu yang berakhlak dan berkualitas serta mampu bersaing secara global.

Bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya dan khawatir akan paparan radikalisme sebaiknya mencari informasi sebanyak-banyaknya dan bila perlu bertanya pada Kemenag soal izin ponpes dan adanya potensi radikal dari ponpes yang akan dipilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun