Mohon tunggu...
MAWAR HITAM
MAWAR HITAM Mohon Tunggu... Lainnya - kuli bagunan

Hidup adalah kesempatan, mari gunakan dengan berkarya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Krisis Hati Nurani

1 Desember 2020   10:24 Diperbarui: 1 Desember 2020   21:19 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Berita yang lagi hangat dibahas sekarang ialah Omnibus Law[4] Cipta Kerja (Kompas.com, Selasa,6 oktober 2020). Omnibus Law ini disahkan ole Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin, 5 Oktober 2020. Setelah UU ini disah, banyak sekali masyarakat yang mendukung Omnibus Law ini. Namun tidak menutup kemungkinan banyak juga masyarakat yang menolak UU Omnibus Law ini. Apa alasannya tidak terlalu penting, numun yang jelas bahwa tujuan dari sebuah undang-undang ialah mengatur kehidupan rakyat supaya menjadi harmonis. 

 Namun yang menjadi sorotan saya ialah, masyarakat yang menolak UU Omnibus Law ini dengan demo besar-besaran dan mengatas namakan agama tertentu. Agama yang lahir dari usaha manusia mencari Allah. Agama merupakan tata cara yang mengatur peribadatan manusia kepada Tuhan, serta hubungan manusia dengan mahluk ciptaan-Nya. 

Lalu agama dijadikan topeng panggung politik oleh oknum tertentu karena merasa dirugikan oleh keberadaan UU Omnibus Law ini. Akibat dari para pendemo ini ialah terjadi kemacetan dan kerusakan dimana-mana serta memakan korban jiwa. salah satu dari angota demonstrasi itu tertangkap oleh pihak keamanan, dan ditanya apa tujuan dia ikut demo, lalu jawabannya aialah bahwa ia dibayar oleh orang yang tak dikenal untuk ikut demo tersebut. 

 Dari peristiwa ini dapat kita lihat bahwa terjadi krisis hati nurani pada para pemimpin agama, para peserta demonstrasi dan para oknum-oknum tertentu yang menjadi dalang kegiatan tersebut. Hal yang menjadi penyebabnya ialah hati nurani dikalahkan oleh harta dan tahta. Orang sangat sulit berpikir panjang kalua sudah dihadapkan pada jabatan dan lembaran kertas. Kebutuhan hidup yang semakin tinggi membuat tawaran semakin banyak sehingga membisukan suara hati demi nafsu duniawi.

 Para pemimpin agama seharusnya tidak ikut dalam urusan politik atau partai tertentu. Namun pada zaman sekarang banyak sekali para pemimpin agama yang terjerumus dalam politik praktis. Seorang pastor ditawarkan untuk memimpin misa syukur atas dilantiknya bupati A. pastor ini sebenarnya tahu bahwa selama masa kampanye banyak sekali kecurangan atau usaha yang tidak baik dilakukan oleh Bupati A ini. 

Namun karena pastor ini tahu bahwa kalua ia mimpin misa nanti pasti stipendiumnya besar dan juga hubungan ia dengan bupati ini akan lebih dekat. Maka ia akan dipermudah dalam urusan pemerintahan dan sebagainya dalam wilayah parokinya. pilihan yang menarik dan sesuai kebutuhan ini pada akhirnya mengalahkan hati nurani pastor ini.

 Krisis hati nurani muncul ketika seseorang diperintahkan untuk melakukan sesuatu dirasa salah.[5] Contoh pastor dan kasus Omnibus Law di atas merupakan sesuatu yang sering terjadi di Indonesia ini. Hati nurani sebagai bentara yang menyuarakan hukum objektif menjaadi pudar karena tawaran duniawi yang menjadi kebutuhan setiap manusia. 

Ajaran cinta kasih yang diserukan hati nurani mulai terabaikan demi sebuah    kebahagian dan kebutuhan hidup. Bukan mustahil bahwa hati nurani bisa menipu diri kita dalam menghidupu iman yang benar. Pengalaman hidup, Kitab Suci, dan ajaran resmi Gereja tak menyangkal bahwa keputusan-keputusan hati nurani bisa saja salah atau keliru.[6] Hukum Tuhan yang tertera dalam hati manusia dapat disalah gunakan seseorang dalam mengambil sebuah keputusan. Kesalahan bisa saja terjadi dalam merumuskan keputusan atau menalaran atas perinsip-perinsip hidup karena pertimbangan fakta dan kebutuhan yang terjadi sesuai dengan penilaiyan moral.

 Setiap manusia pasti sering mengambil sebuah keputusan, karena keputusan merupakan bagian hakiki dari diri manusia. Dalam mengambil sebuah keputsan, hati nurani sangat beperan sekali. Keputusan yang diambil menurut hati nurani bersifat objektif bukan subjektif. Namun Hati nurani tidak serta merta atau otomatis menjadi kebenaran yang objektif. Keputusan yang diambil oleh hati nurani bisa juga salah karena prinsip-prinsip yang salah atau penalaran yang tidak benar. 

Hati nurani yang bimbang menimbulkan ketidak pastian dalam mengambil sebuah keputusan.[7] Hal ini dapat kita lihat pada contoh pastor dan kasus Omnibus Law di atas. Pada intinya bahwa kalua hati nurani tersesat setelah membuat pertimbangan yang baik, maka ketersesatan tersebut tidak menimbulkan dosa.[8] Namun sebaliknya bila kesesatan hati nurani terjadi bila tidak mau mendengar suara Allah, maka hal ini jatuh dalam dosa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun