Mohon tunggu...
MAWAR HITAM
MAWAR HITAM Mohon Tunggu... Lainnya - kuli bagunan

Hidup adalah kesempatan, mari gunakan dengan berkarya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Krisis Hati Nurani

1 Desember 2020   10:24 Diperbarui: 1 Desember 2020   21:19 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

(Sebuah refleksi atas peristiwa politik yang mengatasnamakan agama)

  • Pengantar

Dewasa ini fungsi dan peran hati nurani semakin krisis, karena pengaruh nafsu duniawi orang-orang tertentu yang ingin menguasai hidup orang lain. Pengaruh yang sangat terasa ialah dalam hidup beragama di negara kita ini. 

Banyak sekali oknum-oknum yang membawa atau mengatasnamakan agama untuk kepentingan politik atau kepentingan pribadi. Hal ini bisa kita lihat banyak sekali kegiatan keagamaan yang diadakan untuk kepentingan politik oknum atau ormas tertentu. Kasus ini tidak hanya untuk satu agama saja, namun ada beberapa agama yang ada di Indonesia.

  • Pengertian hati Nurani

Pengunaan kata conscientia dalam bahasa Latin mau melukiskan atau mengatakan hati Nurani. Conscientia berasal dari kata dua suku kata yaitu con yang berarti "dengan" dan Scientia yang berarti ilmu "pengetahuan". 

Menurut seorang teolog dan filsuf yang sangat berpengaruh dalam Gereja Katolik yang bernama Thomas Aquinas, pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan manusia secara menyeluruh tetapi terlebih pengetahuan yang datang dari Roh Ilahi.[1] Menurut Thomas Aquinas hati nurani merupakan sebagian pengetahuan beserta yang lain.[2] Dengan hati nurani manusia dapat memutuskan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang menyetujui atau menyalahkan perbuatannya. Setiap mengambil sebuah keputusan seseorang terikat dengan hati nuraninya. 

 Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama hati nurani digunakan untuk melukiskan seluruh kedalaman pribadi manusia yang diciptakan dan dikenal oleh Tuhan sendiri. Hati nurani dilihat sebagai kesatuan dengan Tuhan yang mewujudkan diri kepada manusia. Kitab Suci Perjanjian Baru melihat hati nurani sebagai permintaan untuk melakukan sesuatu bukan hanya rasa takut akan Allah, melainkan juga karena penghargaan terhadap kebaikan perintah moral secara batiniah. Maka hati nurani merupakan guru umat manusia, yang mengikat dengan hokum Tuhan. Karena setiap mengambil sebuah keputusan hati nurani diterangi oleh kepercayaan dan dijiwai oleh cinta kasih.

 Krisis hati Nurani

 Hati nurani merupakan Terang Ilahi yang membantu manusia untuk menemukan keputusan yang baik dan benar. Namun dalam mengambil sebuah keputusan manusia diberi dua pilihan, ya atau tidak. Terkadang karena pengaruh dari luar diri manusia yang kurang baik sehingga ia sulit untuk melihat segala peristiwa secara objektif, sehingga keputusan yang diambil juga kurang tepat. Hal ini mau mengatakan bahwa manusia itu tidak sempurna, manusia memiliki kemampuan yang terbatas, sehingga dalam mengambil sebuah keputusan bisa sesat.

 Dewasa ini, posisi hati nurani yang merupakan pancaran terang Ilahi dikalahkan oleh sebuah kursi dan selembar kertas. Posisi Tuhan yang seharusnya menjadi penentu sebuah kehidupan seseorang dikalalahkan oleh tawaran-tawan duniawi. Seseorang bisa dikatakan bahagia bila memiliki uang banyak. 

Seseorang mau menduduki jabatan tertentu harus memiliki uang banyak, supaya dapat bersaing dengan lawannya. Bila seseorang sakit maka perlu uang untuk berobat ke dokter. Pada akhirnya posisi uang mengalahkan hati nurani seseorang. Demi mendapatkan uang orang bisa menghalalkan segala cara.

 Krisis hati nurani terjadi kalua orang tidak lagi mampu membuat pertimbangan moral.[3] Ada beberapa penyebab yang membuat keputusan itu seolah-olah benar. Salah satunya ialah kebiasaan yang salah, namun sudah dianggap biasa sehingga terus dilakukan. Contohnya ialah seseorang ingin menjadi angota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mengusahakan segala cara demi terpilihnya. Salah satunya ialah membeli suara kepada lawan atau saingan yang kalah demi duduk dikursi DPR.

 Berita yang lagi hangat dibahas sekarang ialah Omnibus Law[4] Cipta Kerja (Kompas.com, Selasa,6 oktober 2020). Omnibus Law ini disahkan ole Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin, 5 Oktober 2020. Setelah UU ini disah, banyak sekali masyarakat yang mendukung Omnibus Law ini. Namun tidak menutup kemungkinan banyak juga masyarakat yang menolak UU Omnibus Law ini. Apa alasannya tidak terlalu penting, numun yang jelas bahwa tujuan dari sebuah undang-undang ialah mengatur kehidupan rakyat supaya menjadi harmonis. 

 Namun yang menjadi sorotan saya ialah, masyarakat yang menolak UU Omnibus Law ini dengan demo besar-besaran dan mengatas namakan agama tertentu. Agama yang lahir dari usaha manusia mencari Allah. Agama merupakan tata cara yang mengatur peribadatan manusia kepada Tuhan, serta hubungan manusia dengan mahluk ciptaan-Nya. 

Lalu agama dijadikan topeng panggung politik oleh oknum tertentu karena merasa dirugikan oleh keberadaan UU Omnibus Law ini. Akibat dari para pendemo ini ialah terjadi kemacetan dan kerusakan dimana-mana serta memakan korban jiwa. salah satu dari angota demonstrasi itu tertangkap oleh pihak keamanan, dan ditanya apa tujuan dia ikut demo, lalu jawabannya aialah bahwa ia dibayar oleh orang yang tak dikenal untuk ikut demo tersebut. 

 Dari peristiwa ini dapat kita lihat bahwa terjadi krisis hati nurani pada para pemimpin agama, para peserta demonstrasi dan para oknum-oknum tertentu yang menjadi dalang kegiatan tersebut. Hal yang menjadi penyebabnya ialah hati nurani dikalahkan oleh harta dan tahta. Orang sangat sulit berpikir panjang kalua sudah dihadapkan pada jabatan dan lembaran kertas. Kebutuhan hidup yang semakin tinggi membuat tawaran semakin banyak sehingga membisukan suara hati demi nafsu duniawi.

 Para pemimpin agama seharusnya tidak ikut dalam urusan politik atau partai tertentu. Namun pada zaman sekarang banyak sekali para pemimpin agama yang terjerumus dalam politik praktis. Seorang pastor ditawarkan untuk memimpin misa syukur atas dilantiknya bupati A. pastor ini sebenarnya tahu bahwa selama masa kampanye banyak sekali kecurangan atau usaha yang tidak baik dilakukan oleh Bupati A ini. 

Namun karena pastor ini tahu bahwa kalua ia mimpin misa nanti pasti stipendiumnya besar dan juga hubungan ia dengan bupati ini akan lebih dekat. Maka ia akan dipermudah dalam urusan pemerintahan dan sebagainya dalam wilayah parokinya. pilihan yang menarik dan sesuai kebutuhan ini pada akhirnya mengalahkan hati nurani pastor ini.

 Krisis hati nurani muncul ketika seseorang diperintahkan untuk melakukan sesuatu dirasa salah.[5] Contoh pastor dan kasus Omnibus Law di atas merupakan sesuatu yang sering terjadi di Indonesia ini. Hati nurani sebagai bentara yang menyuarakan hukum objektif menjaadi pudar karena tawaran duniawi yang menjadi kebutuhan setiap manusia. 

Ajaran cinta kasih yang diserukan hati nurani mulai terabaikan demi sebuah    kebahagian dan kebutuhan hidup. Bukan mustahil bahwa hati nurani bisa menipu diri kita dalam menghidupu iman yang benar. Pengalaman hidup, Kitab Suci, dan ajaran resmi Gereja tak menyangkal bahwa keputusan-keputusan hati nurani bisa saja salah atau keliru.[6] Hukum Tuhan yang tertera dalam hati manusia dapat disalah gunakan seseorang dalam mengambil sebuah keputusan. Kesalahan bisa saja terjadi dalam merumuskan keputusan atau menalaran atas perinsip-perinsip hidup karena pertimbangan fakta dan kebutuhan yang terjadi sesuai dengan penilaiyan moral.

 Setiap manusia pasti sering mengambil sebuah keputusan, karena keputusan merupakan bagian hakiki dari diri manusia. Dalam mengambil sebuah keputsan, hati nurani sangat beperan sekali. Keputusan yang diambil menurut hati nurani bersifat objektif bukan subjektif. Namun Hati nurani tidak serta merta atau otomatis menjadi kebenaran yang objektif. Keputusan yang diambil oleh hati nurani bisa juga salah karena prinsip-prinsip yang salah atau penalaran yang tidak benar. 

Hati nurani yang bimbang menimbulkan ketidak pastian dalam mengambil sebuah keputusan.[7] Hal ini dapat kita lihat pada contoh pastor dan kasus Omnibus Law di atas. Pada intinya bahwa kalua hati nurani tersesat setelah membuat pertimbangan yang baik, maka ketersesatan tersebut tidak menimbulkan dosa.[8] Namun sebaliknya bila kesesatan hati nurani terjadi bila tidak mau mendengar suara Allah, maka hal ini jatuh dalam dosa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun