Mohon tunggu...
Akhmad Ginulur
Akhmad Ginulur Mohon Tunggu... -

Professional Brainwaster

Selanjutnya

Tutup

Money

Mewujudkan Fintech yang Handal dan Secure di Indonesia

6 Oktober 2016   00:51 Diperbarui: 6 Oktober 2016   01:13 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat dengan tingkat adopsi teknologi yang sangat tinggi. Hal ini tercermin dari tingkat penetrasi gadget komunikasi sudah melebihi jumlah penduduknya. Saat ini sudah ada 250 juta gadget di Indonesia, atau sekitar 112 persen dari jumlah penduduk. Potensi yang luar biasa ini menjadikan banyak raksasa teknologi ramai-ramai menawarkan produknya kepada konsumen di Indonesia untuk mendulang rupiah.

Saat ini kaum urban Indonesia telah banyak menikmati dan mengkonsumsi aneka produk jasa yang disinergikan dengan internet, mulai dari bursa kerja, pusat perdagangan dan bahkan jasa transportasi alternatif online. Memang dalam perkembangannya terdapat friksi dengan penyedia jasa konvensional, namun hal tersebut merupakan bagian dari hal yang disebut oleh Joseph Schumpeter, ekonom AS sebagai Creative Destruction: sebuah proses perkembangan industri yang mengevolusi struktur didalamnya dan terkadang  mengganggu struktur lama yang telah ada.

Menurut McKinsey,  jasa keuangan merupakan salah satu industri yang paling resisten terhadap disrupsi perubahan. Sejak hipotek pertama kali diterbitkan di inggris pada abad 11, layanan dasar yang ditawarkan oleh jasa keuangan relatif tidak berubah, yaitu meliputi simpan-pinjam, transfer dana serta asuransi. Namun fenomena kebangkitan teknologi informasi berbasis mobile telah membuka paradigma baru untuk menghadirkan layanan jasa keuangan yang lebih terpersonalisasi sesuai kebutuhan konsumen dalam genggaman.Hal inilah yang menjadi pencetus booming  sinergi antara sektor jasa dengan teknologi informasi, atau yang saat ini lebih populer disebut sebagai sektor fintech atau financial technology.

Ada banyak definisi mengenai fintech, Money.id mendefinisikan fintech sebagai segmen dari dunia startup yang memiliki fokus untuk memaksimalkan penggunaan teknologi guna mengubah, mempercepat, atau mempertajam berbagai aspek dari layanan keuangan yang tersedia saat ini. National Digital Research Centre Irlandia mendefinisikan financial technology sebagai inovasi dalam jasa keuangan yang memanfaatkan aplikasi teknologi pada produknya. Namun secara sederhana fintech dapat diterjemahkan dengan menggunakan definisi dari oxford dictionary sebagai teknologi untuk menunjang jasa keuangan dan perbankan. 

Berdasarkan definisi di atas, sejatinya penggunaan teknologi di sektor keuangan bukan hal yang baru. Masyarakat Indonesia telah menikmati layanan financial technologysejak tahun 1980-an. Pada masa itu, salah satu solusi yang ditawarkan oleh jasa fintech adalah mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang saat itu sangat revolusioner karena dapat menghadirkan jasa perbankan inti kepada masyarakat  selama 24 jam, tanpa harus datang langsung ke cabang bank. Selain itu pada masa ini juga masyarakat mulai diperkenalkan dengan kartu kredit dan kartu debit yang memungkinkan masyarakat untuk bertransaksi tanpa menggunakan uang tunai.

Pada era 2000-an layanan keuangan berbasis teknologi menjadi semakin kompleks. Pada awal tahun 2000, Bank Indonesia memperkenalkan sistem RTGS sebagai komplementer sistem kliring nasional (SKN) dan menghadirkan sistem pembayaran seketika. Pada tahun 2007, mulai hadir uang elektronik yang kini telah semakin berkembang dan memperkukuh gerakan pembayaran non tunai.

Pada era 2010 ke atas, beberapa perusahaan e-commerce memperkenalkan solusi dompet digital, dimana masyarakat dapat menyimpan sejumlah saldo pada dompet virtual yang dapat dipergunakan dalam situs belanja berbasis internet tersebut. Pada era ini juga publik sempat digemparkan dengan fenomena bitcoin yang menawarkan “sistem mata uang” baru yang bersifat terbuka (open source) dan berbasis teknologi informasi.

Beberapa tahun terakhir ini, jasa yang ditawarkan oleh perusahaan fintech telah semakin berkembang dan beragam. Secara garis besar, terdapat 4 kelompok jasa fintech modern. Kelompok pertama meliputi usaha yang bergerak di bidang penyimpanan dan peminjaman danaserta pengumpulan modal. Jasa yang termasuk didalam kategori jasa ini antara lain layanan urun dana (crowdfunding) dan jasa perantara peminjaman dana (peer to peer lending). Kelompok kedua meliputi jasa sektor sistem pembayaran dan kliring. Contoh usaha yang masuk kedalam kelompok ini antara lain penyedia jasa pembayaran baik melalui sistem mobile dan webseperti e-money, dompet digital maupun dompet pulsa. Selain itu, ada pula kelompok jasa investasi dan penyediaan infrastruktur pasar keuangan, serta kelompok terakhir yang meliputi jasa manajemen risiko.

Berdasarkan pelakunya, industri fintech dapat dibagi menjadi dua, yaitu Fintech 2.0 dan 3.0. Fintech 2.0 didefinisikan sebagai Fintech yang dikembangkan industri jasa keuangan existing, baik perbankan, pasar modal, maupun Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Sedangkan yang disebut sebagai Fintech 3.0 adalah perusahaan jasa keuangan digital yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan startup atau rintisan, berdasarkan kajian McKinsey, fintech jenis inilah yang saat ini sedang berkembang pesat dan menawarkan aneka inovasi revolusioner. Beberapa pihak berpendapat bahwa fintech 3.0 dapat mematikan fintech 2.0, namun saat ini muncul paradigma bahwa industri fintech yang dikembangkan oleh jasa keuangan existing dapat bersinergi dengan perusahaan-perusahaan. Beberapa lembaga keuangan formal di Indonesia bahkan mengembangkan divisi fintech sendiri dengan mengusung gaya startup seperti jalur komando yang ringkas serta openspace.

Dalam prakteknya, perkembangan fintech mengundang pro dan kontra. Di satu sisi aplikasi teknologi yang dilakukan oleh jasa fintech memberikan banyak kemudahan bagi nasabah, namun di sisi lain diperlukan perlindungan kepada dana nasabah yang beredar dalam sistem fintech tersebut. Oleh karena itu, jasa fintech harus diregulasi dan diawasi baik oleh otoritas sistem pembayaran dan makroprudensial sehingga riak dan gangguan dalam industri ini tidak menyebar secara sistemik maupun oleh otoritas jasa keuangan yang mengawasi jasa fintech dalam kerangka mikroprudensial.

Dengan semakin merebaknya fintech, Bank Indonesia selaku otoritas sistem pembayaraan di Indonesia merasa perlu untuk menyusun regulasi kepada perusahaan fintech, khususnya yang melakukan penyelenggaraan transaksi pembayaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun