Mohon tunggu...
Sowi Muhammad
Sowi Muhammad Mohon Tunggu... -

Menulis dengan intuisi tanpa teori

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menteri Susi Mengundurkan Diri?

25 Desember 2014   19:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:28 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemberantasan pencurian ikan yang dicanangkan Presiden Jokowi mendapat perlawanan hebat dari mafia ikan. Kekuatan mereka tidak sembarangan, TNI AL selaku ujung tombak Jokowi dalam pengamanan laut pun 'tidak berdaya'. Bahkan bisa-bisa Panglima TNI, Menteri Pertahanan dan Kemenko Polhukam juga tidak berpihak pada pemberantasan pencurian ikan. Polri juga mengisyaratkan lepas tangan dan enggan dilibatkan.

Andalan Jokowi hanya pada Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Bak singa betina, Susi langsung mengaum. Dengan semangat menggebu langsung menyatakan perang dengan mafia ikan. Namun, Susi tidak menyadari, perang di laut ternyata bukan hitam melawan putih.

Kenyataan pahit harus ditelan Susi. TNI AL yang semula dikiranya berada dipihaknya tidak sepenuh hati berperang. Alhasil, rentetan kejanggalan terjadi di laut Indonesia. Mulai dari kejanggalan kapal yang ditangkap dan ditenggelamkan hingga kapal pencuri ikan yang masuk radar Susi lepas, karena TNI AL lamban bergerak. Jangankan instruksi Susi, perintah Presiden Jokowi selaku Panglima Tertinggi TNI juga tidak diindahkan. Barulah Susi menyadari, dia berperang sendirian.

Menyerahkan Menteri Susi? Bendera putih memang belum dikibarkan. Tapi ketakutan mulai menghantui singa betina tersebut. Semangat yang dulu membara, kini mulai memudar. Dia menyadari mafia ikan lebih kuat.

"Saya berharap apa pun yang terjadi, saya lanjut atau tidak menjadi menteri, perang 'hiu-hiu' ini tidak boleh berhenti karena ini luar biasa (hasil laut) yang hilang dari kita," ujar Susi di gedung KPK, Jakarta, Rabu (24/12/2014). (kompas.com)

Ternyata Susi mencoba mencari kekuatan dengan mengajak KPK ikut berperang. KPK memang bernyali, tapi berhadapan dengan TNI belum teruji. Bahkan KPK juga tidak berani menyelidiki pengadaan alat utama sistem pertahanan (Alutsista).

Pernah, Ketua KPK, Abraham Samad menyatakan KPK siap masuk mengawasi pengadaan Alutsista, tapi kalau diminta oleh TNI sendiri. Lalu bagaimana reaksi TNI?

"Oh tidak bisa (KPK masuk soal dugaan korupsi alutsista). Ada sesuatu yang bisa dibuka seperti itu, tidak mungkin seperti belanja senjata dibuka seperti itu. Ada sesuatu yang memiliki standar rahasia," kata Panglima TNI Jenderal Moeldoko (11/8/2014). (tribunnews.com)

"Kalau KPK datang kesini dalam rangka memeriksa itu saya yakinkan bahwa organisasi TNI menjadi tidak terhormat. Kita harus menjaga kehormatan itu jangan sampai KPK masuk dan kalau masuk kesini hanya minum kopi saja," kata Moeldoko.(tribunnews.com)

Kekuatan TNI ini bukan main-main. TNI adalah alat pertahanan negara. Sejarah membuktikan kudeta presiden bisa terjadi jika TNI berhasil diambil alih. Jangankan KPK, presiden juga berpikir dua kali untuk bersebrangan dengan petinggi TNI. Bahkan purnawirawan Jenderal TNI sekalipun, tetap masih mempunyai pengaruh di TNI.

Untuk menyemangati Menteri Susi, Ketua KPK pun koar-koar dengan menyebut ada pihak yang menghambat langkah Kementrian Kelautan dan Perikanan. Ditambah embel-embel KPK minta pihak TNI, Polri dan Kementrian terkait mendukung pemberantasan pencurian ikan. Hanya gertak ala KPK, karena jangankan berurusan dengan TNI, dengan Polri saja KPK beberapa kali megap-megap sampai presiden SBY turun tangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun