Mohon tunggu...
Sigit Nugroho
Sigit Nugroho Mohon Tunggu... Guru - Peminat Sejarah

Berlatar belakang bahasa Inggris, berminat sejarah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Tertinggal

29 September 2016   08:27 Diperbarui: 29 September 2016   19:22 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mendung menyelimuti gedung Fakultas Bahasa dan Sastra di mana aku berdiri saat ini. Lampu dalam gedung dinyalakan untuk menerangi tiap sisi gelap yang masih tersisa akibat mendung di luar sana. Sayang sekali, mendung itu masih menggantung di atap hatiku karena wanita itu masih sibuk berbicara dengan Jessica dan tak melihatku.

Di tangan kiriku, buku berjudul Study in Britain yang telah kulalap beberapa minggu belakangan ini siap kukembalikan pada Jessica. Bule paket pertukaran pelajar dari SheffieldUniversity itu turut andil dalam keberhasilanku mendapatkan beasiswa ini. Ialah yang membantuku mempersiapkan semuanya, mulai dari hal kefasihan berbahasa, memanduku dalam persiapan menghadapi IELTS, menyediakan referensi kuliahku, bahkan ia juga yang membantuku menulis CV dan lamaran beasiswa. Aku merasa harus banyak berterima kasih padanya.

Hari ini kuputuskan untuk menemui dan memberitahunya bahwa aku telah berhasil memenuhi separuh dari seluruh mimpiku dengan mendapatkan beasiswa untuk meraih Master Degree di Oxford. Surat pengumuman berlabel nama universitas tenar itu tak lupa kubawa sebagai bukti otentiknya. Kubawakan pula ia sebungkus kue kranjang untuk mewakili rasa terima kasihku atas kesabarannya menghadapi mahasiswa yang susah diatur macam diriku ini.

Jessica masih berbincang dengan bidadari pujaanku kala gerimis mulai turun. Aku belum bisa menemuinya sementara ini. Kuputuskan untuk keluar dan menikmati hawa sejuk. Ah, sebentar lagi pun aku bisa merasakan empat musim berbeda di Eropa. Ini saat terakhirku menikmati hujan di tanah air tercinta.

Aku berdiri di depan pagar besi bening yang melingkar di teras lantai dua. Beberapa sejoli tampaknya tengah asyik memadu kasih di tengah hawa yang makin dingin. Sesaat kemudian gerimis menjelma hujan lebat yang tak lupa membawa serta teman setianya, angin yang berhembus kencang menyemarakkan suasana alam sekitarku. Para mahasiswa yang tengah dilanda asmara itu kelihatannya makin menikmati nuansa yang terasa berbeda buat mereka. Para lelaki terlihat menyalakan rokoknya untuk mengusir dingin yang merambati tubuh mereka, sekaligus menghangatkan perempuan mereka, barangkali.

Aku menatap jauh ke depan. Kosong. Aku tengadah ke langit kelabu. Gambaran The British Isles terlukis di sana, menggodaku untuk lekas beranjak ke sana dan mencumbu dataran Eropa. Aku ingin mengendus aroma Britania Raya. Lukisan Kepulauan Britania di langit makin terlihat nyata di mataku di tengah hujan yang kian mengganas.

Kilatan petir menyambar disertai bunyi dentuman guntur menghapus lukisan lukisan itu. Para mahasiswi di sekitarku sontak memekik secara seragam. Pasangannya tak menyia-nyiakan momen itu. Langsung saja para lelaki itu mendekapnya. Aku tersenyum getir melihatnya. Di sini hanya aku yang tanpa teman. Aku tengah seorang diri.

Langit melukis wajah indah seseorang yang amat kukenali. Hatiku memilu melihatnya. Wajah itu menampakkan senyum anggunnya padaku. Anganku melayang-layang entah ke mana. Aku terbius oleh pemandangan itu. Sekejap lalu aku terkenang pada suatu peristiwa.

“Udahlah, Ardi. Percuma aja kamu ngarep. Aku nggak bisa, dan aku nggak siap buat hal seperti itu. Mendingan kamu lupain aku aja ya, Di? Supaya kamu nggak terlalu tinggi ngarepin aku. Bukannya apa-apa, Di. Tapi aku nggak pengen kamu kecewa dan sakit hati gara-gara aku,” ucapnya waktu itu.

Aku terenyuh dibuatnya. Tuturnya yang terakhir membuatku tak bisa lepas dari perasaan yang telah lama kupelihara.

“Aku nggak peduli, Win. Biar saja aku ngarepin kamu. Meskipun sakit, aku nggak apa-apa kok. Nggak usah pedulikan aku, Win. Aku bakal tetep berjuang demi kamu. Semoga suatu saat cinta itu mengetuk hatimu, Win. Aku yakin, bener-bener yakin itu bisa terjadi. Tak ada yang mustahil di dunia ini, Win. Kamu masih nggak percaya?” kataku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun