Mohon tunggu...
Gitan D
Gitan D Mohon Tunggu... -

menulis untuk mengingat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mahfud MD: Jokowi Dicukongi Konglomerat

25 Februari 2014   22:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:28 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang juga salah satu kandidat Calon Presiden dari PKB menyatakan kalau Jokowi dicukongi banyak konglomerat besar agar sukses menjadi presiden pada Pilpres 2014 dengan cara membuat pencitraan sedemikian rupa (kompas.com/25 Feb 2014). Saya belum tahu dasar pertimbangan Mahfud MD mengeluarkan pernyataan tersebut. Saya tidak tahu, apakah Mahfud MD mengetahui sendiri atau hanya mendengar isu yang ditiupkan pihak yang anti Jokowi tentang konglomerat di belakang Jokowi.

Apabila kita buka Wikipedia, istilah “cukong” menunjuk kepada pengusaha-pengusaha pemilik perusahaan besar di Indonesia. Kata “Cukong” berasal dari Bahasa Hokkian yang lazim dilafalkan di Indonesia oleh Suku Tionghoa-Indonesia. “Cukong” (Zhugong) dalam Bahasa Hokkian atau Bahasa Mandarin, berarti pemimpin, ketua, pemilik, bos. Sampai pada tahun 1950-an, istilah “cukong” masih digunakan sebagai kata yang merujuk bos atau majikan. Namun setelah Tahun 1960-an, istilah “cukong” mulai mendapat konotasi negatif karena sering dirujuk kepada pengusaha-pengusahan dari suku tertentu, terutama Suku Tionghoa-Indonesia. Konotasi negatif “cukong” ini kemudian menjadi-jadi setelah Pemerintah Orde Baru menciptakan opini publik bahwa pengusaha Tionghoa mayoritas terlibat dalam praktik kolusi, korupsi dan nepotisme dalam perbisnisan mereka.

Kalau memang benar apa yang dikatakan Mahfud MD, apa untungnya para konglomerat cukongi Jokowi maju pilpres. Bukankah kalau cukongi berarti yang menjadi cukong mengharapkan timbal balik saat yang dicukongi berhasil menduduki jabatan tertentu. Apa yang diharapkan para konglomerat dari Jokowi, padahal Jokowi sudah terbukti integritasnya sebagai pejabat selama ini, khususnya setahun lebih menjabat Gubernur DKI, dengan menerapkan berbagai kebijakan yang mendukung transparansi untuk meminimalkan peluang KKN. Jokowi bersama Ahok merintis kerjasama dengan KPK, BPK dan Lemsaneg untuk mengawasi kinerja aparatur dan anggaran Pemprov, pembayaran pajak secara online, penerapan e-katalog untuk pembelian barang dan lelang proyek untuk meminimalisir kongkalikong, melaksanakan lelang jabatan untuk memperoleh pejabat yang berkompeten, serta menempelkan APBD sampai tingkat RT/RW agar masyarakat Jakarta dapat ikut mengawasi anggaran.

Jokowi sendiri belum tentu maju pilpres karena tergantung keputusan Megawati. Jika Megawati memutuskan maju sendiri sebagai kandidat presiden, tidak ada gunanya para konglomerat di belakang Jokowi. Kalau blusukan dianggap sebagai pencitraan, bukankah gaya bekerja Jokowi memang blusukan sejak menjadi Walikota Solo. Sejak dilantik sebagai Gubernur, Jokowi sudah mengatakan akan blusukan setiap hari selama menjabat Gubernur DKI. Jokowi selalu mengatakan, masalah ada di lapangan, dan cara untuk mengetahui solusi masalah tersebut adalah mendatangi langsung obyek masalah.

Apa tidak lebih baik para konglomerat tersebut cukongi kandidat presiden lainnya yang belum teruji masalah integritas dan rekam jejaknya. Dengan dukungan dana jumbo dari para konglomerat, mungkin saja kandidat capres tertentu, yang saat ini popularitas dan elektabilitasnya rendah, dapat memenangkan pilpres, dan meminta proyek atau timbal balik dari capres yang disokongnya tersebut. Daripada sia-sia mendukung Jokowi, lebih baik cari yang pasti-pasti aja..hehe

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun