Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger ajah

blogger @ sigitbud.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aksi "Bom Takjil" Menyakiti Korban Bom di Surabaya

26 Mei 2018   01:06 Diperbarui: 26 Mei 2018   01:21 1772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini saya tercengang dengan sebuah foto di media sosial facebook dan twitter tentang aksi  bagi takjil di Kota Malang, Jawa Timur. Aksi tersebut biasa saja, tak ada yang istimewa karena banyak pihak juga melakukan hal sama. Tapi saat mencermati judul aksi tersebut "Bom Takjil" , saya cukup terkejut dengan sensasinya. Peristiwa tragedi bom di tiga gereja dan Mapolres di Surabaya belum satu bulan berlalu, saat ini saya yakin keluarga korban meninggal dan korban luka -- luka belum sepenuhnya melupakan hal peristiwa berdarah tersebut.

Tiba -- tiba ada sekelompok orang memanfaatkan untuk kampanye politik dengan alasan menghapus stigma cadar. Memang tak ada salahnya, siapa pun berhak menyalurkan ekspresi dan aspirasi ke ruang publik di negara demokrasi ini. Menjadi persoalan adalah ketika tidak adanya kepekaan  masyarakat kepada para korban dan keluarganya.

Saya pribadi mengalami pergumulan tidak biasa ketika mendengar kejadian di Surabaya, apalagi dari korban bom di 3 gereja tersebut ada dua orang anak, Nathan dan Evan yang masih usia Sekolah Dasar ikut terenggut nyawanya. Tentu bukan hal mudah bagi orang tua manapun menghadapi kejadian seperti itu saat sedang beribadah di rumah Tuhan nyawa anak-anaknya terambil di depan mata. 

Saya yakin, kedua orang tua Evan dan Nathan bisa memaafkan pelaku dan para pekerjanya yang mendukung aksi itu di media sosial. Namun sebagai manusia biasa, saya juga yakin kepedihan tak terperi sepanjang hidup mereka bila mengingat kejadian itu.

Sangat disayangkan bila masih ada pihak -- pihak yang memutarbalikan fakta seolah kejadian bom di Surabaya hanya sebuah pengalihan isu atau settingan politik semata. Saya pikir para "pekerja teroris" di sosmed itu  adalah kelompok yang tidak bisa lagi ber-empati, kecuali bila anggota kelompok mereka menjadi korban. Bila hal itu terjadi, upaya apa pun akan mereka lakukan termasuk main hakim sendiri seperti buntut Pilkada DKI Jakarta lalu.

Setelah peristiwa Bom Surabaya muncul upaya untuk menangkal stigma  terhadap pengguna cadar di Jakarta lewat aksi pelukan, cara ini lebih manusiawi dan mengundang simpati masyarakat. Namun aksi serupa di Malang yang menggunakan kata -- kata "bom" seperti menambahkan kayu bakar di bara api yang sudah akan padam bagi sebagian orang, terutama bagi mereka yang masih berduka atas tragedi bom di Surabaya. Konteksnya jelas, aksi Bom di Surabaya bukan peristiwa biasa, banyak korban nyawa di sana jadi tak seyogyanya menjadi bahan apologi.

Bila alasan aksi tersebut untuk hanya untuk menghilangkan stigma negatif dari pemakai cadar, saya pikir banyak cara yang lebih elegan tanpa menyakiti korban dan keluarganya. Bagaimana pun juga, mereka patut kita hormati dan diperhatikan juga perasaan dukanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun