Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger ajah

blogger @ sigitbud.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Penduduk Miskin dan Kontestasi Politik, Hanya Bahan Apologi

24 Maret 2018   18:26 Diperbarui: 25 Maret 2018   11:33 2598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar: mediaharapan.com)

Kemiskinan adalah tema "seksi"  setiap kontestasi politik di Pilkada dan Pemilu, dari kedua pihak, Petahana dan Penantang selalu memasukan tema ini dalam agenda kampanye.  Bedanya adalah sudut pandang penafsiran, petahana dengan narasi angka kemiskinan turun, sebaliknya penantang menyatakan angka kemiskinan naik. Saya yakin pada Pilkada serentak 2018 ini tema kemiskinan dipakai sebagai apologikeberhasilan dan terhadap kegagalan Kepala Daerah.

Sebenarnya bukan hal baru, kemiskinan selalu menjadi jargon dan alat ideologi politik aliran apapun, baik kaum sosialis, liberal, komunis. Tujuan tiap ideologi itu adalah kesejahteraan, artinya bebas dari kemiskinan. Lalu apa sebenarnya pengertian kemiskinan sendiri, karena di media sosial beredar angka kemiskinan nasional Indonesia turun, dan ada juga pendapat angka kemiskinan kita justru naik di rezim Joko Widodo.

Menteri Desa Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjoyo dalam "Public Lecture" Projo beberapa saat lalu menyatakan indeks kemiskinan di desa 4,5% dan di kota 4% dan mengklaim terjadi penurunan angka kemiskinan di desa setelah  program Dana Desa. Sebaliknya dari oposisi selalu melempar narasi rakyat makin susah, menderita, sayangnya hanya berupa opini tanpa disertai data angka. Makin pusing saya memahami narasi-narasi tersebut, apa lagi saya bukan seorang ekonom, ahli demografi hanya penulis kacangan.

sumber : katadata.co.id
sumber : katadata.co.id
BPS Soal Kemiskinan  

Daripada simpang siur dan tidak tahu mana yang benar, saya mengunjungi situs BPS untuk melihat definisinya itu apa? Ternyata tak seperti yang saya bayangkan, kalau orang terlihat dengan pakaian lusuh, mengamen di jalanan tergolong penduduk miskin. BPS mendefinisikan penduduk miskin sebagai berikut:

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.
 

Pikiran saya pun terbuka,mengelompokkan  orang "miskin atau tidak" tak sederhana, saran saya jangan mengatai orang lain miskin, siapa tahu justru kita yang miskin menurut definisi BPS seperti saya.

Tolok ukur BPS  orang dikategorikan penduduk miskin adalah kepenuhan kebutuhan dasar makanan, seperti kita makan 3 kali sehari dengan standar gizi  4 sehat 5 sempurna  atau tidak, jadi bukan berapa uang yang anda keluarkan dalam satu bulan untuk membeli makanan. Dengan kata lain, kalau kita tiap hari makan teratur 3 kali di rumah orang tua atau saudara, meski tak ada penghasilan tidak masuk kategori penduduk miskin ini.

Saya baru sadar, pantas saja Dinas Sosial Pemda DKI Jakarta membiarkan gelandangan, pemulung gerobak, anak-anak jalanan banyak lalu lalang di perempatan besar di Jakarta,  dugaan saya Dinsos DKI Jakarta berpegang pada definisi BPS ini, semoga dugaan saya keliru. Pengemis, gelandangan, pemulung gerobak yang banyak di setiap sudut Jakarta bisa jadi berpenghasilan di atas rata-rata per kapita garis kemiskinan. "Don't judge the book by the cover", peribahasa ini mungkin tepat memaknai keadaan ini.

survei BPS per Desember 2017 dirilis bulan Januari 2018, bulan depan BPS merilis lagi untuk survei per Maret 2018 (sumber : BPS)
survei BPS per Desember 2017 dirilis bulan Januari 2018, bulan depan BPS merilis lagi untuk survei per Maret 2018 (sumber : BPS)
Kenapa saya menyoroti Dinsos DKI Jakarta, sebab Gubernur DKI Jakarta banyak mewacanakan narasi kemiskinan di DKI Jakarta. Program-programnya pun diklaim berpihak kepada rakyat miskin, seperti program OK OC, DP Rumah 0 Rupiah. Lalu warga DKI Jakarta miskin mana yang dimaksud, bila menggunakan definisi BPS ini tak banyak orang miskin di Jakarta.

Untuk memahami  soal kemiskinan ini, menurut BPS  selain makanan, indikator lain adalah non-makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan), seseorang juga bisa dikategorikan miskin bila tak bisa memenuhi kebutuhan ini. Dari penjumlah hasil pengukuran dua indikator ini ketemu namanya "Garis Kemiskinan" (GK), dari titik ini lebih cepat dipahami maknanya bahwa penduduk yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan dibawah GK masuk ketegori penduduk miskin. 

Pengeluaran per kapita adalah pengeluaran rata-rata per kapita sebulan adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga. Singkatnya, berapa sih jumlah pengeluaran kita tiap bulan untuk membayar semua tagihan dan bertahan hidup, tiap orang berbeda, tergantung lokasi daerah / kota domisili. Baru dengan definisi ini kita tergambar seperti apa seseorang masuk golongan penduduk miskin. Ternyata saya masuk didalam kategori ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun